Ternyata Paranoid.

362 9 0
                                    

Dari intonasi suara dan juga ceritanya yang banyak celah, apalagi dia bilang semua barang tapi dia masih bisa menelpon menggunakan ponselnya sendiri.

"Hp kamu juga ilang?" Tanya Marfel pada adiknya yang tengah berceloteh dengan nada di buat sedih.

Suaranya terdengar antusias berbanding terbalik dengan musibah yang dialami adiknya,"Iya, hp gue juga ilang bang. Aduhhh... jemput gue kesini deh, nggak ada duit."

"Nanti Asisten aku jemput kamu—" Marfel memutar bola matanya kala melihat laporan email dari bodyguard yang ia kirim untuk menjaga Chika selama liburan. Disini dia membaca bagian paling tidak penting di mana teman teman adiknya terus membicarakannya dan meminta Chika untuk mendatangkan Marfel kesana.

"JANGAN!! Abang aja yang kesini," kemudian dia bisa mendengar suara sekumpulan perempuan yang berteriak tertahan, bahkan ada yang bertanya."Kakak kamu bisa kesini?"

Marfel menggeleng, adiknya sudah berusia 28 tahun. Tau betul otak Chika pun hampir sama dengan kedua orang tuanya, mereka bertiga takut Marfel jadi jejaka tua dan gencar sekali menjodohkannya dengan perempuan yang mereka kenal.

"Nggak bisa, urusan di sini lebih banyak dari pada harus nyusul kamu. Sekarang kamu kasih tau aja lokasi pasti, nanti asisten aku nyusul kamu kesana. Abang mau kerja lagi, dahhh..." Tutup Marfel segera sebelum Chika mencari cara lain sebelum mengetik balasan pada bodyguardnya untuk terus memantau dan membantu adiknya jika benar terjadi sesuatu yang buruk selama liburan.

Sedangkan di tempat Chika saat ini segerombolan perempuan menatap kearah Chika penuh harap penuh binar.

"Gimana?" Tanya teman-temannya serempak.

Salah satu yang paling nyentrik disana bertanya,"Abang kamu jadi datengkan kesini?"

Chika menggeleng kedcewa menatap teman-temannya minta maaf karena gagal merayu sang kakak yang kalau sudah bilang a hasilnya gak mungkin 3,"Kayaknya abang gue tau deh gue bohong, makannya kagak mau dateng dia."

"Yahhhh." Suara penonton pun terdengar kecewa berat.

"Kayaknya dia tau deh kalau gue bohong. Lo tadi denger nggak kalau abang gue nanyain tentang hp sedang gue beralasan kalau semua barang hilang termasuk hp. Dan yang gobloknya lagi, gue nelpon pake nomor gue!!"

Semuanya langsung menurunkan bahu mereka, sumpah demi, mereka memikirkan ide agar abang Chiak datang kesini. Semua orang ingin berkenalan dengan bujangan yang di kejar banyak orang di dunia bisnis, muda dan tampan juga terampil sangat di sukai kalangan mereka. Sayang Marfel ini orang yang mudah kagum begitupun mudah melupakan.

"Ishhh, payah banget. Kenapa lo nggak pake hp lain deh!!"

"Lupa gue, tadinya mau beralasan kalau hp doang yang selamat. Tapi gue malah jawab kalau hp juga ilang pas dia nanya, hikss... bodoh banget, gue terlalu bersemangat sampe salah ngomong..."

Wajahnya sedih, begitu juga teman-temannya. Mereka yang tengah berada di dalam penginapan, dengan tiga kamar dan satu ruang tengah tempat mereka berkumpul segera mendesah sedih karenanya. Mereka tidak jadi melihat kakak Chika yang tampan bak dewa yunani dengan pahatan sempurna sampai membuat mata tidak dapat berpaling, apalagi mendengar dari cerita Chika kalau Marfel selalu menuruti keinginan adiknya, bahkan begitu perhatian terutama pada si bungsu yang belum terkontaminasi dengan pemikiran bocah macam Chika.

Akhirnya mereka hanya bisa meratap sebentar sebelum melupakan Mrfel dengan shopping banyak barang unik.

....

Kayla baru saja akan keluar tetapi suara bel pada intercome kosan mewah Rasya berbunyi, jika itu pemiliknya. Tak mungkin mengetuk tak sabaran, Kayla segera mengambil tasnya dan berjalan ke pintu.

Aku Milik Pak Dosen. [Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang