10. HCE - PRIN SCRN

3.7K 292 9
                                    

[ 10. HCE - PRIN SCRN ]

"Gue," Arga menjawab dengan singkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue," Arga menjawab dengan singkat.

Arzan bersiul sembari menaikkan satu alisnya sebentar. "Kelazzz!"

"Heh, nama lo Evan ‘kan? Lo orang yang udah berani tonjok Dion sampai babak belur ‘kan?!" Zidan---anggota geng motor Arga juga, turun dari motor dan melepas helmnya, lalu menudingkan jari telunjuknya pada Evan bersama sorot mata tajam. "Punya mental berapa lapis lo?! Berani banget senggol Petinggi geng motor SETA!"

"SETA?" gumam Evan bingung.

"Oh." Arga faham seusai mendengar gumaman Evan. Pemuda itu berjalan mendekati Evan, kemudian mengulurkan tangan kanannya. "Kenalin, gue Arga, Arga Rasendriya, ketua geng motor SETA. Dan orang yang kemarin lo tonjokkin adalah salah satu petinggi di geng motor gue, namanya Dion Ravindra."

Evan tertegun seraya menatap ekspresi Arga yang menampilkan smirk candunya. "Lo mau geng motor lo itu hilang karena gue aduin ke guru-guru?" Evan mengancam.

Bukan merasa takut, Arga justru tertawa lepas mendengar ancaman Evan yang seperti anak kecil itu. "Jangan pernah lo pikir, kita di sekolah fine fine aja dengan wajah siswa biasa, sementara di luar anak geng motor, dan sekarang lo pikir bisa seenaknya ngancem gitu? Lo pikir kita semua takut, hah? Nggak ada istilahnya Burung Elang seperti SETA takut sama tikus hitam yang suka bersembunyi kayak lo, Evan!"

Aldo---yang juga merupakan anggota geng motor SETA, melepas helmnya dan duduk di atas jok motornya. "Guru aja nggak berani sama kita, Van. Lah, curut kayak lo berani-beraninya ngajak ribut? Haha, kocak banget!"

Memang benar. Arga, Rian, dan Dion ketika saat di kelas terlihat hanya perusuh yang tidak bisa diandalkan, kecuali Robin yang memang sudah pintar sejak awal. Mereka bertiga memang kerap dianggap hanya sebagai pemecah suasana, tidak bisa serius, selalu bercanda. Namun, ketika sudah berada di luar sekolah, banyak orang yang merasa takut, terutama pada mereka bertiga.

"Dion, lo juga anak motor?" Evan bertanya. Dion tidak menjawab, ia justru membuang pandangannya sembari berjalan menjauhi Evan.

Respon Dion itu membuat Evan berdecak kesal, pemuda itu pun kembali bergegas menarik gas motornya, dan pergi dari sana segera. Jika terus berada di sini, bisa-bisanya amarahnya akan mengering karena terkuras habis.

➖🔰➖

"Ta, lo nggak pulang?" Syasa yang baru saja keluar dari kamar mandi memakai handuk di kepalanya dengan kaus putih polos dan celana panjang hitam, menduduki bokongnya di kursi meja belajar.

Tata yang tengah membaca buku dengan punggung bersandar di punggung kasur menggeleng. "Bosen. Gue lebih tertarik di sini."

"Tapi kan di sini ada terror, Ta. Lo.. Nggak takut?" Syasa bertanya sembari mengangkat kedua alisnya cemas.

SCORE 100Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang