11. Calon Menantu Komandan

64.5K 6.6K 5.1K
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

"Perempuan itu hatinya rapuh, makanya sering diibaratkan seperti gelas kaca. Ya begitulah, hatinya rapuh dan mudah retak. Jika disakiti, dia mungkin cepat mengikhlaskan. Tapi bekasnya bisa membuat dia trauma."

Lentera Takdir—

Farzan terbangun saat jam menunjukkan pukul tiga dini hari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Farzan terbangun saat jam menunjukkan pukul tiga dini hari. Laki-laki itu masih berusaha mengumpulkan kesadaran untuk beranjak dari kasur. Setelah kesadarannya terkumpul, Farzan bangun lalu beranjak menuju ke kamar mandi untuk bersiap melaksanakan shalat tahajjud.

Lima belas menit kemudian Farzan keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar setelah mandi dan berwudhu. Ia berdiri di depan kaca sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Tak hanya itu, jangan lupakan senyum yang tidak pernah luntur dari wajahnya itu.

Sebahagia ini mendapatkan restu dari calon mertua. Apalagi jika Allah juga merestui, pasti akan jauh lebih bahagia, batin Farzan tersenyum.

"Ekhm..anak Bunda sudah beberapa hari ini senyumnya nggak pernah luntur."

Farzan yang mendengar suara bundanya lantas menoleh. "Eh, Bunda," ia tersenyum malu-malu.

"Bahagia sekali ya, Nak?" Bunda masuk ke kamar Farzan dan duduk di sisi ranjang.

Farzan salah tingkah sendiri, ia menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal.

"Jadi kapan kamu ajak Ayah sama Bunda untuk melamar Aliza pada orang tuanya?"

"Ee..I-Itu, Bunda," Farzan gugup sendiri.

"Nggak papa, Nak. Pelan-pelan ya.. perempuan itu hatinya rapuh, makanya sering diibaratkan seperti gelas kaca. Ya begitulah, hatinya rapuh dan mudah retak. Jika disakiti, dia mungkin cepat mengikhlaskan. Tapi bekasnya bisa membuat dia trauma. Dan jika kamu memang ditakdirkan untuk Aliza, Bunda yakin kamu adalah laki-laki yang Allah kirimkan untuk menyembuhkan lukanya," ujar Bunda Syafiya tersenyum pada Farzan.

"Do'akan Farzan supaya bisa meyakinkan Aliza ya, Bunda.."

Bunda Syafiya mengangguk. "Iya, Sayang. Doa terbaik Bunda selalu untuk kamu."

"Yaudah, sholat tahajjud sama-sama yuk. Sudah ditunggu ayah sama Zana."

"Siap, Bunda. Farzan pakai baju dulu."

Setelah selesai bersiap, Farzan bergegas menyusul ke kamar yang dijadikan tempat shalat oleh keluarga El-Zein. Mereka menganggapnya ini sebagai musholla rumah.

Di sana sudah menunggu ayah, bunda, dan Zana. Farzan bergabung bersama mereka untuk melaksanakan shalat tahajjud berjamaah. Ya, sejak dulu, Ayah Athar sebagai kepala keluarga El-Zein selalu membiasakan anak-anaknya untuk shalat tahajjud bersama. Sehingga kebiasaan ini terus terlaksana sampai sekarang. Bahkan ketika keluarga tidak lengkappun tetap berjamaah. Jika tidak ada Ayah Athar, maka Farzan yang menjadi imam, begitupun sebaliknya. Jika keduanya tidak ada, maka Bunda Syafiya dan Zana tetap shalat berdua berjamaah.

Lentera Takdir (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang