2 | The Servant

196 30 35
                                    

PENJAGA NERAKA sama dengan pertanda kematian.

Tidak ada suara ketika kata Penjaga Neraka terlontar. Wafir bergidik di belakang Khrisna. Kakinya gemetar. Khrisna enggan percaya dan memilih memperkuat kuda-kuda. Dia menggenggam erat sarung pedang. Wafir ingin sekali meneriaki Khrisna, tetapi suara tak bisa keluar. Dia juga ingin berlari, tetapi kaki mengaku.

Pria raksasa itu menyeringai dan bersedekap. Lengannya kokoh dan berbulu lebat. Ukurannya dua kali lengan Wafir. Jika terkena pukulan, bisa-bisa nyawa langsung melayang.

Keheningan meliputi malam selama lima menit. Tidak ada pergerakan. Desau angin yang menabrak batang pohon perdu di ketinggian tujuh meter, memenuhi pertarungan. Wafir ingin pingsan, Khrisna ingin bertarung, dan pria raksasa itu ingin ... Wafir.

"Tidak perlu berlama-lama. Serahkan saja lelaki di belakangmu itu, maka kau akan kuberi kesempatan untuk kembali dengan selamat ...." Sang pria raksasa mendongakkan kepala. " ... Tapi aku akan memastikan kau tidak akan bisa menggerakkan tangan dan kaki terlebih dahulu."

"Tidak!" bantah Khrisna. Ia tak gemetar melirik tajam pria raksasa yang jelas merupakan Penjaga Neraka dengan kepercayaan diri setinggi itu. "Aku tidak akan melepaskan Wafir sebab DIA ADALAH MILIKKU!"

Sang pria raksasa tertawa. Jika dirunut, ialah yang memiliki Wafir terlebih dulu. Dia orang yang mengurung Wafir dalam bak mandi.

"Akulah pemiliknya! Katakan kepada pemuda keras kepala di depanmu itu ..., Wafir budakku. Bahwa orang tuanya telah menjualnya kepadaku!" seru sang pria raksasa.

Wafir membelalak. Dugaannya benar: ia dijual oleh kedua orang tuanya. Kalau faktanya demikian, Wafir adalah budak dari pria raksasa itu, dan berdosalah ia jika kabur dari kuasanya.

Khrisna mengerang. Dia paham betul dengan sistem perbudakan. Ia tahu bahwa Wafir bukan budaknya. Ia melirik pria raksasa di depan, dan tangan mencengkeram gemas menghunus pedang. Ia tak terima budak sebagus Wafir dimiliki oleh pria brengsek. Untuk itu, ia membunuhnya.

Khrisna melesat  sampai Wafir tak mawas. Ia menebaskan pedang, tepat ke leher kokoh yang berurat besar.

"Biadab kau!" murka Khrisna.

Sang pria raksasa masih menyeringai. Ia tak gentar meski mata pedang yang tajam sudah berjarak satu inci dari leher. Namun—!

Leher Khrisna tertebas dan meneteskan darah. Ia terbatuk serta tersedak tak karuan oleh muntahan merah. Ia terbelalak tak terima. Ia tertebas oleh serangannya sendiri, sedangkan pria raksasa di depannya selamat tak tersentuh.

Pria itu benar-benar seorang Penjaga Neraka.

Khrisna sadar pada detik itu nyawanya akan berakhir. Leher tertebas cukup dalam, sampai tidak bisa mengeluarkan suara. Rasa terbakar dan serak menyengati kerongkongan. Apalagi ia hanya berjarak satu meter dari Penjaga Neraka. Belum lagi, ia barusan refleks melepaskan pedang, tak kuat untuk menahan rasa sakit. Sialnya lagi, ia tak membawa Kon selama berpatroli.

Tersisa Wafir yang tidak bisa bertarung dan tidak tahu apa-apa. Khrisna meliriknya, mengisyaratkan agar lari. Namun, itu percuma. Tak ada yang mampu kabur dari Penjaga Neraka. Karena itu, semua orang di Surga paham bahwa bertemu dengan Penjaga Neraka sama saja dengan ... mati.

Khrisna menatap Wafir, lalu mendecapkan bibir. Ia mengepalkan tangan sembari mengangkat jari jempol, telunjuk, dan kelingking; untuk menunjukkan ungkapan aku menyayangimu. Inilah hadiah perpisahan dari Khrisna, lalu—!

Sang pria raksasa mendaratkan bogem mentah. Tak bisa dideteksi penglihatan. Kecepatannya melebihi larian Khrisna. Ia memiliki kuda-kuda yang mantap sampai tanah gambut di pijakannya retak. Bahkan tatapannya tajam haus darah, apalagi ketika ia sudah tak menyeringai.

The Servant and The Nineteen Wardens of HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang