YATIM tertawa puas setelah mendapati musuhnya hanya Imam tua yang sendirian: Pak Romo berada di puncak kesialannya.
Pak Romo bangkit seraya mengumpulkan kewarasan. Ia tak menyangka akan ditarik ke dalam portal yang tiba-tiba muncul di depannya. Masalahnya, ia sendirian dan tidak ada siapa pun yang akan membantu. Jika ia dikepung oleh para Penjaga Neraka, pastilah ia akan tewas. Bahkan, satu Penjaga Neraka saja sudah akan mematikan.
Di sekelilingnya tumpukan emas menggunung-gunung. Ruangan di sekitarnya seluas pabrik yang megah. Bagai kubah yang cembung ke atas, warna kuning menyilaukan itu muncul dari mana saja. Pak Romo tak percaya akan melihat gunung emas dengan mata kepalanya sendiri dan mampu dibawa ke Surga seorang diri.
Ia membandingkan semua aset dengan kekayaan yang ada di depan mata. Tentu tidak ada apa-apanya. Apalagi, kini semua harta benda Pak Romo sudah hancur ditelan Neraka. Itu semua demi membela jalan yang benar.
"Bagaimana, kau suka dengan tempat tinggalku?" Seorang pria berbicara penuh wibawa memanggil Pak Romo yang terperangah dari atas gundukan emas. Itu Yatim.
"Tidak," jawab Pak Romo tak antusias, untuk menyembunyikan emosinya agar tidak dipermainkan oleh lawan. Ini adalah trik dasar dalam berbisnis.
"Tidak perlu menahan diri! Aku tahu pebisnis sepertimu pasti memiliki pikiran sama sepertiku. Memiliki harta kekayaan sebanyak gunung emas adalah impian kita, kan!?"
Pak Romo menggeleng. "Kau saja."
Yatim tertawa. "Entah kau yang terlalu naif atau kau sedang melakon di depanku? Tuan Iblis saja terperangah ketika baru datang ke tempatku. Waktu itu, sekitar satu setengah bulan lalu, Muhammad melemparkannya kemari setelah ia memberikan Wafir kekuatan Penjaga Neraka. Dan satu-satunya respons Iblis adalah memujiku! Dia suka dengan orang kaya sepertiku sebab aku bisa mendapatkan apa pun di dunia ini!"
"Tapi tidak dengan kasih sayang dari orang-orang di sekitarmu," debat Pak Romo. "Aku sudah pernah mengalami menjadi orang yang hanya mengejar target tanpa mempedulikan keuntungan orang lain. Jawab jujur aku, sudah berapa banyak orang yang kau tipu untuk mendapatkan harta sebanyak ini? Dan jawab aku, berapa banyak kekikiran yang kau pelihara untuk mempertahankan semuanya? Ah, bahkan aku bisa memastikan kepadamu bahwa hartamu semua tidak akan bertahan lama."
"JAGA OMONGANMU!" Yatim melemparkan segepok emos ke muka Pak Romo dengan kekuatan tekanannya.
Pak Romo menghindari dengan lihai. "Aku tidak salah sedikit pun. Aku pernah berada di posisi itu. Namun, Tuhan menyadarkanku lebih cepat sejak kematian istriku. Tidak ada seorang pun yang bisa mencintainya seperti wanita itu. Lalu, aku juga bangga mempunyai putra yang soleh seperti Hasbie. Hidupku sudah sempurna karena itu aku bersyukur."
"KAU SALAH! Sampai kiamat, kau tidak akan bisa menguasai bumi jika enggan mengumpulkan harta benda UNTUK DIRIMU SENDIRI!"
Pak Romo menggeleng. "Semua yang kita dapatkan bukan 100% kehendak kita. Tuhan memberikan peran juga. Karena itu, aku bersyukur kepadanya dan menyedekahkan hartaku untuk Surga."
"Kau yang bodoh dengan menghambur-hamburkan anugerah yang Tuhan berikan kepadamu! Kamu yang tidak pintar mengatur rezekimu!"
"Sekali lagi kamu salah karena ... rezeki tidak semuanya adalah uang. Bisa memiliki kecerdasan dan kekuatan sebagai seorang Imam, bahkan dikelilingi oleh teman-teman yang soleh adalah rezeki. Namun, lihatlah dirimu sendiri! Dengan harta kekayaan sebanyak ini, kau tidak bisa menjadi perinkat pertama, malah menjadi peringkat paling lemah dari keenam Penjaga Neraka tingkat atas!"
"DIAM KAU!" Yatim meledakkan ruangan dengan tekanan bersamaan dengan amarahnya. Ia menggunakan kekuatannya untuk menekan Pak Romo. Ia benar-benar marah oleh sindiran Pak Romo tentang posisinya sebagai Penjaga Neraka gerbang kemungkaran nomor 3.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Servant and The Nineteen Wardens of Hell
Fantasy[Reading List WattpadfantasiID Januari 2024] Diculik sebagai tumbal, Wafir---bocah naif yang selamat dari tenggelamnya separuh daratan bumi---harus membebaskan diri dari perbudakan untuk selamat dari kejaran 19 Penjaga Neraka. *** Di masa depan, kau...