11 | Rebelion

74 19 6
                                    

KAU terlalu indah untuk mati!"

Penjaga Neraka yang telah membantai seisi Kota Batu itu bernama Sodom. Dia sangat gagah dan tampan. Tingginya hampir dua meter sebagaimana Iblis. Badannya putih besar dan dipenuhi otot yang menonjol-nonjol. Rambutnya hitam bergelombang, sama seperti Ray. Tato api biru memenuhi tubuh di lengan, punggung, pantat, dan kaki. Anting perak melingkar di telinga kiri. Dia hanya mengenakan celana jeans biru terang yang ketat, tak menggunakan sehelai pakaian. Hanya kalung salib kecil melingkar di leher bertatonya.

Ia meneliti Wafir yang sedang disekap di atas kursi singgasana. Wafir dipangku Ray dengan tangan dicengkeram kuat. Ketika ia sadar, tangan Sodom mengelus dagu Wafir seperti sedang menggoda. Wafir pun berteriak, tetapi Ray langsung memukul kepalanya dari belakang.

"Ay, tenang tenang, Ray!" tahan Sodom, mengelus bekas pukulan Ray di kepala Wafir. "Aku jadi jatuh cinta kepadanya jika Penjaga Neraka yang kabur ini punya wajah setampan ini!"

Mendengar kalimat godaan itu, Wafir ingin muntah, apalagi diutarakan lewat mulut seorang pria. Sodom memang tampan dengan fitur orang Hispanik, tetapi Wafir tidak ingin sama sekali menjalin hubungan dengan seorang pria. Ia pun hanya bisa mengernyitkan dahi dan menahan rasa jijik yang membuncah. Segila apa pun Sodom, dia adalah Penjaga Neraka gerbang ke-3, yang merupakan peringkat yang sangat tinggi. Jika Qawl yang merupakan peringkat ke-8, bisa membuat seorang Imam seperti Pak Goldy diambang kematian, bagaimana besarnya kekuatan Sodom ini.

Wafir pun diam dan meneliti sekitar. Ia berusaha menyusun rencana untuk meloloskan diri. Dia teringat dengan perkataan Rika untuk tidak bermental lemah dan berpangku tangan pada nasib sial. Jika ia bisa mati ketika berjuang, dia akan memilih itu.

Mereka sedang berada di gedung mewah yang tertinggi di Kota Batu. Suasananya remang sebab Sodom enggan menyalakan seluruh lampu kekuningan. Aula ini seperti ruang rapat dengan meja yang sudah disingkirkan. Bau anyir menguar pekat apalagi dari mayat-mayat yang bergelimpangan di setiap sudut kota. Jika dilihat dari jarak gedung tertinggi ke pintu gerbang, membutuhkan waktu setengah jam untuk bisa sampai ke sana dengan berlari.

"Ray, letakkan Wafir di kamar. Aku ingin bermain dengannya," tutur Sodom tiba-tiba, memainkan tangan dan menjilati bibir.

Ray mengangguk. "Baik, Tuan—!"

"Tunggu, Tuan Sodom!" potong Wafir panik. "Kenapa harus malam ini? Saya masih lelah. Izinkan saya untuk beristirahat malam ini. Bukankah kita bisa melakukannya di pagi hari?" Demi Tuhan aku jijik mengatakan hal seperti ini.

Ray sontak memukul kepala Wafir lagi. "Jangan bodoh! Penjaga Neraka tidak keluar di pagi hari, semua orang tahu itu!"

Tunggu dulu! Informasi ini menguntungkanku! Fajar akan terbit sekitar setengah jam lagi! batin Wafir, menyusun rencana.

"Tidak perlu memukul Ray! Aku tidak mau kau melukai pemuda tampan ini!" bentak Sodom memarahi Ray.

"Maaf, Tuan Sodom, aku banyak ketidaktahuan tentang Penjaga Neraka. Karena itu, bisakah kau bantu menjelaskannya kepada saya?" bujuk Wafir sopan. Kesempatan ini harus kumanfaatkan untuk mengorek informasi!

"Benar juga, kau masih anak baru." Sodom manggut-manggut. "Begini, akan aku jelaskan susunannya."

Sodom menulis di tembok putih yang ada di ujung ruang rapat. Ia mengambil sebuah jasad, lalu melepaskan kepalanya. Darahnya mengucur deras, lalu digunakan sebagai tinta menulis. Ia menuliskan nomor dengan susunan seperti piramida di atas sana:

  3 --> utama

3  3 --> atas

The Servant and The Nineteen Wardens of HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang