34 | Muhammad

39 10 1
                                    

TIADA tujuh hari yang lebih panjang daripada awal tahun ini.

Rika masih termenung sendiri di ruang tamu apartemen. Biasanya, ketika matahari beranjak tenggelam, Wafir akan mengajaknya mandi. Dia akan minta bantuan mencukur berewok yang tumbuh memanjang hingga telinga. Sudah seminggu mereka tidak bertemu. Tentu, bulu di dagu sang suami pasti telah panjang tak terkendali. Rika sangat merindukan Wafir.

Namun, rindu itu tiba-tiba terputus oleh gedoran pintu yang sangat keras berkali-kali, seakan tergesa-gesa untuk membuka. Rika langsung beranjak untuk membukanya dan sangat terkejut ketika melihat sosok yang ada di balik pintu. Semua temannya: Ray, Hasbie, dan Diyah, bersama kelima Imam: Pak Goldy, Pak Romo, Pak Luth, Pak Badri, dan Pak Ibrahim bersama keempat putranya, datang membawa sosok yang sedang dicari, tetapi mustahil untuk ditemui.

Itu Muhammad, sang Malik I.

Dia berdiri mengenakan mantel putih sebagaimana para Imam, selaras dengan rambut dan jenggot panjang yang ditumbuhi uban. Ketika Rika sudah tampak di depan mata, Muhammad bergegas berbalik dengan langkah cepat dan menyuruh untuk mengikutinya.

"Segera bersiap, kutunggu lima menit, lalu kita berangkat bersama!"

"Hendak ke mana kita?"

"Kita akan menemui suamimu di Neraka."

Rika tercekat dengan jawaban Muhammad. Melihatnya yang bangkit dari kubur saja sudah membuat merinding sekujur tubuh, apalagi meminta untuk menemui sang suami yang sudah tujuh hari tidak ada kabar. 

"Tunggu, bukankah ini tidak mungkin untuk terjadi?" 

"Mengapa kau bisa mengatakan hal sekejam ini untuk suamimu?"

"Perkataan Malik II benar, menyelamatkan Mas Wafir di sarang Penjaga Neraka tidak sepadan dengan pengorbanan yang akan terjadi. Lebih baik, kita merelakannya saja. Aku tidak ingin ada korban berjatuhan lagi selain Mas Wafir."

Muhammad mengernyitkan dahi, hampir murka setelah mendengar jawaban Rika. "Dia masih hidup dan tetap memihak Surga. Aku sudah menggunakan kekuatanku untuk menembus Neraka dan inilah waktunya untuk bertemu dengannya. Bahkan, ia telah membuat seorang Penjaga Neraka berpihak kepada kita. Sodom, dia tiba-tiba melindungi Wafir karena suatu alasan. Dia tidak menodai Wafir sekali pun ketika bersamanya."

Rika membungkam mulutnya sendiri, saking kaget sekaligus senang. "Bagaimana bisa kita ke sana dan mengapa kita baru ke sana sekarang?"

"Karena nanti malam, akhir dari Bulan Rajab, hari haram untuk berperang. Aku tidak akan menahan diriku untuk menyelamatkan para tentaraku. Karena itu, tidak perlu merasa sungkan kepadaku. Namun, kesempatan kita hanya malam ini sebab Iblis berpeluang menjadi semakin liar setelah Bulan Rajab berakhir."

"Tapi, aku masih belum bisa percaya."

"Nak Rika, bukankah sudah kubilang tadi. Suamimu tidak apa-apa. Dia tidak butuh diselamatkan. Namun, dia tidak bisa pulang dengan sendirinya. Dia butuh kekuatanku untuk menembus dimensi. Karena itu, kita akan menjemputnya."

Perkataan Muhammad sudah cukup untuk menggerakkan hati Rika. Pantas saja, semua orang sudah siap untuk menyelamatkan Wafir tanpa gentar. Karena itu, Rika bergegas mengambil busur dan sekumpulan anak panah, sekaligus mengganti pakaiannya menjadi seragam tentara serba hitam yang siap digunakan berperang. 

Setelah semua orang sudah siap, Muhammad membuka sebuah portal. Dimensi terbelah layaknya membongkar jahitan. Kegelapan menyambut dari balik ruang, menampakkan wujud Neraka yang kelam. Jika Wafir sudah terjebak di sana tujuh hari, tentu ia telah sabar menerima penderitaan semengerikan itu. Karena itu ...,

Mereka akan menjemput Wafir pada malam ini.


Neraka, 9 Januari 0021
28 Rajab 1500 H

The Servant and The Nineteen Wardens of HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang