Dirga menunggu tepat di depan kantornya, saat mendapat kabar bahwa anggota tim yang dihubunginya kemarin sudah hampir tiba. Ia benar-benar sudah tidak bisa menangani kasus aneh itu lebih jauh lagi, meskipun Ketua RT dan juga beberapa warga lain di Desa Cikijing terus melaporkan tentang keadaan para korban yang terjangkit sakit misterius. Ia merasa tidak bisa melakukan apa-apa, karena semua hal yang dicobanya--termasuk mengirimkan Dokter ke sana--sama sekali tidak berguna. Ada hal yang benar-benar aneh di dalam kasus tersebut dan logikanya sama sekali tidak bisa menguak keanehan yang terjadi pada keenam korban. Maka dari itulah dirinya mencoba meminta bantuan, atas saran dari rekannya yang juga pernah meminta bantuan pada tim yang dipimpin oleh Tari.
Sekitar lima belas menit kemudian, tibalah tiga buah mobil yang memasuki pelataran parkir Polres Majalengka. Dirga segera menyambut kedatangan para anggota tim tersebut dan langsung berhadapan dengan Tari sebagai pemimpin tim. Mereka berjabat tangan dan Rasyid bisa melihat kalau ada dua orang Dokter yang datang menghampiri mereka tak lama kemudian."Assalamu'alaikum, Pak Dirga," sapa Tari, tegas.
"Wa'alaikumsalam. Selamat datang di Polres Majalengka, Bu Tari," ujar Dirga.
"Terima kasih atas sambutannya, Pak Dirga. Perkenalkan, kelima orang ini adalah anggota tim yang saya pimpin. Mereka akan bekerja sama untuk memecahkan kasus sakit misterius yang terjadi pada enam orang warga di Desa Cikijing," balas Tari.
Dirga pun berjabat tangan dengan yang lainnya setelah Tari memperkenalkan mereka.
"Wah, ternyata pimpinan timnya adalah wanita," ujar salah satu Dokter yang bernama Zafran. "Apakah Ibu tidak perlu didampingi saat bekerja nanti? Jika butuh didampingi, katakan saja. Saya selalu siap untuk mendampingi jika diminta."
Rasyid langsung menatap tajam ke arah Dokter tersebut, setelah mendengar nada pertanyaan dan kalimat yang bertujuan untuk menggoda Tari.
"Tidak ada yang perlu didampingi oleh orang lain di dalam tim kami, Dokter Zafran," balas Rasyid, usai membaca tag name pada jas Dokter itu. "Saya Suaminya dan saya akan mendampingi Istri saya sendiri saat bekerja!" tegasnya.
Zafran yang awalnya tersenyum untuk mencari perhatian dari Tari mendadak tidak lagi bisa tersenyum saat mendapatkan tatapan penuh amarah dari Rasyid. Kenyataan bahwa dirinya sedang mencoba menggoda istri seseorang tepat di depan suaminya, jelas benar-benar tak pernah terpikirkan olehnya sejak awal. Tari segera merangkul lengan Rasyid dan mengusap-usap bahunya untuk menenangkan perasaannya.
"Oh, maafkan Dokter Zafran, Pak. Dokter Zafran jelas belum tahu kalau Bu Tari sudah bersuami dan Bapak adalah Suaminya," Dirga berusaha mencairkan suasana kembali.
"Tiga wanita di dalam tim kami sudah menikah semuanya, Pak Dirga. Dua di antaranya selalu bekerja bersama Suami masing-masing. Sementara yang ada di samping saya ini Suaminya bekerja dibidang pekerjaannya sendiri. Tapi meskipun Suaminya berada di Jakarta, saya akan bertanggung jawab penuh atas dirinya karena saya adalah adalah Kakak dari wanita yang ada di samping saya ini. Jadi tidak ada satupun yang boleh mengganggu ataupun mencoba untuk menggoda para wanita di dalam tim kami, karena mereka jelas sudah punya pawang masing-masing," jelas Mika, sambil menatap dingin ke arah Zafran.
"Ah ... iya, Pak. Insya Allah hal seperti tadi tidak akan terjadi lagi ke depannya. Benar begitu 'kan, Dokter Zafran?" Dirga segera memberi kode kepada Zafran untuk mengatakan kalimat penyesalan.
"Ya ... itu jelas tidak akan terulang lagi. Maafkan tindakan saya yang sangat tidak sopan barusan," Zafran segera memenuhi apa yang Dirga harapkan.
"Kalau begitu mari bicarakan saja intinya, Pak Dirga," ujar Ziva. "Biar kedua Dokter ini menjelaskan pada kami di sini sekarang juga, agar mereka tidak perlu ikut lagi ke Desa Cikijing. Kami tidak suka pekerjaan kami terganggu oleh orang-orang yang tidak perlu ada di dalamnya."
Ucapan Ziva yang datar dan dingin jelas memancing Zafran untuk menatap ke arah wanita itu. Namun pria itu tidak menyangka sama sekali kalau dirinya justru sedang ditatap dengan tatapan penuh amarah oleh Ziva, saat akhirnya pandangan mereka bertemu. Entah kenapa Zafran langsung merasa perasaannya tidak enak ketika menerima tatapan itu.
"Tentu saja, kami berdua memang akan menjelaskan pada kalian berenam di sini. Kami tidak akan ikut ke Desa Cikijing lagi, kecuali ada yang keras kepala dan memaksa ingin ikut," ujar Alwan, seraya melirik ke arah Zafran.
"Tenang saja Dokter Alwan, tidak akan ada yang bisa memaksa untuk ikut. Kecuali orang itu ingin berjalan kaki sendiri sampai Desa Cikijing, karena kami tidak akan ada yang mau memberikan tumpangan," Raja meyakinkan dengan penuh keseriusan.
Mereka segera masuk ke ruangan milik Dirga. Alwan dan Zafran kini tampak siap untuk memberi penjelasan tentang hasil pemeriksaan yang mereka lakukan pada warga yang sakit.
"Saya memeriksa bagian perut kiri dan perut kanan para korban, namun sama sekali tidak menemukan adanya benjolan ataupun pusat rasa sakit dari sakit yang mereka alami. Mereka benar-benar bersikeras bahwa yang paling sakit dari tubuh mereka adalah bagian perut, sehingga mereka tidak bisa makan dan juga tidak bisa bekerja seperti biasanya," ujar Alwan.
"Apakah Dokter menanyakan pada mereka soal apa yang mereka makan sebelumnya dan menanyakan apakah ada bagian tertentu yang menjadi awal mula sakitnya mereka?" tanya Hani.
"Iya, Bu ...."
"Hani."
"... Bu Hani. Benar sekali, saya mempertanyakan kedua hal itu kepada para korban yang saya periksa. Namun sayangnya jawaban dari para korban benar-benar sama, bahwa mereka tidak memakan apa pun yang berbeda dari yang biasa mereka makan sehari-hari. Lalu soal bagian tertentu yang menjadi awal mula sakitnya para korban juga dijawab dengan gelengan kepala. Mereka sama sekali tidak menyadari apakah ada awal mulanya ataupun tidak," jelas Alwan.
"Berarti Dokter sama sekali tidak mendapat jawaban yang jelas, alias mendapat jalan buntu dari pemeriksaan terhadap korban?" tanya Ziva, ingin memastikan.
"Ya, benar sekali. Demikan kesimpulan yang saya dapatkan setelah memeriksa para korban," jawab Alwan.
"Oke. Kalau begitu sebaiknya mari kita segera pergi ke Desa Cikijing untuk memulai pekerjaan," ajak Rasyid.
"Kalian tidak ada yang mau menanyakan sesuatu padaku mengenai hasil pemeriksaan para korban?" tanya Zafran, yang tampak terlihat kaget dengan ajakan Rasyid.
Mika langsung menatapnya.
"Adakah hasil yang berbeda antara hasil pemeriksaan anda dengan hasil pemeriksaan Dokter Alwan?" tanyanya.
"Tidak ada. Semua hasilnya sama persis seperti yang tadi Dokter Alwan jabarkan," jawab Zafran.
"Lalu? Apalagi yang harus kami tanyakan pada anda jika yang akan anda jabarkan sama persis dengan yang sudah kami dengar tadi? Itu hanya akan membuang-buang waktu, Dokter Zafran. Buang-buang waktu," tanggap Mika, yang kemudian segera berbalik untuk pergi.
Ponsel milik Dirga berdering tepat saat ia baru saja bangkit dari kursinya. Ia segera mengangkat telepon tersebut, ketika melihat nama yang tertera pada layar.
"Halo, assalamu'alaikum Pak Jana," sapa Dirga.
"Wa'alaikumsalam, Pak Dirga. Mohon maaf apabila saya mengganggu. Tapi ini mendesak, Pak. Saya mau mengabarkan kalau beberapa orang yang sakit di Desa baru saja meninggal dunia."
Kedua mata Dirga mendadak membola usai mendengarkan apa yang dikatakan oleh Jana--Ketua RT di Desa Cikijing--melalui telepon. Hal itu jelas membuat penasaran Rasyid beserta semua anggota timnya yang baru saja akan diantar pergi ke Desa Cikijing.
"Innalillahi wa innailaihi raji'un," ucap Dirga. "Jadi, berapa orang yang meninggal dunia di antara para korban, Pak Jana?"
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH RAMBUT
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 6 Setelah dua minggu berlalu, Ziva dan yang lainnya kembali bekerja seperti biasa. Mereka kembali mendapatkan kasus yang terjadi di daerah Majalengka. Perjalanan kali itu tidak seberapa melelahkan, karena mereka...