19 | Pancingan Yang Berbalas

1K 115 4
                                    

Ziva berhadapan langsung dengan makhluk yang sudah dikurung olehnya pada sudut halaman rumah milik Yani. Makhluk itu sejak tadi terus saja menghindar ketika Ziva berusaha mengurungnya pada satu titik. Yang awalnya Ziva bisa saja mengurungnya di rumah milik Asep, jadi akhirnya berpindah ke rumah milik Yani. Namun menghindarnya makhluk itu sama sekali tidak membuat Ziva merasa kerepotan. Ziva tetap mengikutinya dengan tenang, hingga akhirnya makhluk itu terpojok di sudut halaman rumah Yani. Kini, Ziva sedang bersiap untuk membuat makhluk itu lari dari ketiga rumah tersebut, agar si pengirim teluh tahu bahwa usaha teluhnya mulai terancam.


"A'udzubillahi minas-syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta'khudzuhuu sinatuwwalaa naum, lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardhi, man dzal ladzii yasyfa'u 'indahuu illaa biidznih, ya'lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum, wa laa yuhiithuuna bisyai'im min 'ilmihii illaaa bimaaa syaaa', wasi'a kursiyyuhus samaawaati wal ardh, walaa ya'uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal 'aliyyul 'azhiim. Wakul robbi a'uudzubika min hamazaatisy-syayaathiin wa a'udzubika robbi ayyahdhuruun," lirih Ziva.

Wanita itu kemudian meniup air yang terdapat di dalam botol dalam genggamannya. Beberapa saat kemudian, ia segera menyiram ke arah tempat di mana makhluk itu terkurung sehingga membuat makhluk itu melarikan diri dari tugasnya pada ketiga rumah tersebut. Kini Ziva hanya perlu menantikan kedatangan si pengirim teluh ke hadapannya.

Dirga sudah mendapatkan gambar cukup jelas yang diambil dari hasil video rekaman CCTV, segera mendekat pada Ziva yang baru saja keluar dari halaman rumah milik Yani. Ziva menatap ke arahnya, lalu menerima tiga buah foto yang disodorkan oleh Dirga.

"Foto siapa ini, Pak Dirga?" tanya Ziva.

"Foto tiga orang yang dulunya adalah ahli waris ketiga rumah itu, Bu Ziva. Sayangnya, ketiga rumah itu dijual oleh orangtuanya ketika keluarga mereka mendapat musibah dan akhirnya mereka pindah dari Desa ini setelah ketiga rumah itu terjual. Mereka berkunjung ke rumah Pak Asep, Bu Lilis, dan Bu Yani tepat sebelum ketiga keluarga itu terkena sakit mendadak," jawab Dirga.

"Hm ... berarti dugaanku memang tepat, ya? Pengirim teluh rambut itu memang ingin menguasai apa yang dimiliki oleh ketiga keluarga yang dia serang. Maka dari itulah Kepala Keluarga dan ahli waris yang dibuat meninggal lebih dulu daripada anggota keluarga yang lain. Hanya Pak Asep saja yang masih aman, karena Pak Asep belum menikah dan hanya tinggal sendiri di rumahnya," ujar Ziva.

"Lalu, bagaimana selanjutnya Bu Ziva? Apakah saya harus segera menindak lanjuti hal ini dengan cara yang biasa saya gunakan untuk mengurus kasus pada umumnya?" tanya Dirga--lebih seperti meminta pendapat.

"Bapak ingin mendatangi mereka tanpa adanya bukti yang kuat?" Ziva bertanya balik. "Bukankah jika begitu artinya mereka akan dengan mudah bisa berkelit dan pada akhirnya tidak terjerat oleh hukum? Kalau menurut saya, sebaiknya sekarang Pak Dirga menunggu saja di sini. Saya sudah memancing si pengirim teluh untuk datang ke sini melalui makhluk andalannya yang tadi sempat saya kurung sebentar di halaman rumah Bu Yani. Nanti mari kita sama-sama lihat, siapa di antara mereka berenam di dalam foto-foto ini yang akan muncul. Entah satu atau dua orang, atau mungkin juga semuanya yang akan datang. Kita hanya perlu bersiap-siap saja untuk saat ini, Pak Dirga. Mintalah pada anak buah Bapak untuk menjaga di tempat-tempat tersembunyi, agar jika si pengirim teluh itu datang ke sini, maka dia tidak akan memilih melarikan diri lebih awal."

Dirga pun menganggukkan kepalanya setelah mendengar saran dari Ziva. Ia jelas setuju dengan apa yang baru saja didengarnya. Setelah Dirga pergi menjauh, Ziva pun segera menatap ke arah tiga rumah yang kini sedang dipantau olehnya.

"Baiklah bagi yang sedang meruqyah, apakah ada yang bisa kalian laporkan?" tanya Ziva.

"Bu Yani sedang aku basuh seluruh permukaan kulit perutnya saat ini, Ziv. Beliau merasa kesakitan, namun sebisa mungkin tetap mencoba bertahan," lapor Hani.

"Bu Lilis sedang mencoba meminum air yang aku berikan. Kulit perutnya sudah aku basuh tadi, dan sekarang Bu Lilis sudah bisa bangun meski masih perlahan-lahan," Tari ikut melapor.

"Keadaan Pak Asep sudah mulai ada peningkatan. Pak Asep baru saja menghabiskan air minumnya. Beliau sedang berusaha untuk berbicara dan aku sedang berusaha untuk memahami apa yang akan dikatakan oleh Pak Asep," ujar Raja.

Ziva terdiam sebentar setelah mendengar laporan itu.

"Oke, laporan bagi yang meruqyah para korban aku terima. Sekarang aku ingin tahu bagaimana hasil dari tim yang sedang mencari gulungan rambut di dalam rumah korban? Apakah ada perkembangan atau belum sama sekali?" Ziva kembali bertanya.

"Aku sudah selesai menggeledah bagian tengah rumah dan ruang tengah, tapi sama sekali belum menemukan apa pun," jawab Rasyid.

"Aku juga sama, Ziv. Belum ada sesuatu yang aku temukan. Sekarang aku baru akan menggeledah kamar ART lebih dulu sebelum menggeledah dapur," lapor Alwan.

"Aku masih berbaring, menggeliat, dan menggelepar di lantai ruang tengah saat ini, Ziv. Tapi aku belum menemukan apa-apa sama sekali. Jangankan rambut, debu pun tidak ada aku dapatkan dari bagian bawah perabot di rumah ini. Sepertinya Bu Yani sangat rajin bersih-bersih rumah. Eh ... apa jangan-jangan gulungan rambut yang diikat di dalam rumah korban sudah tersedot oleh vacuum cleaner, ya, saat Bu Yani bersih-bersih?" duga Mika.

Mendengar Mika mencetuskan pertanyaan seperti itu, Rasyid dan Alwan pun langsung keluar dari tempat mereka berada dan menatap ke arah vacuum cleaner yang ada di rumah masing-masing korban.

"Uhm ... aku akan mencoba memeriksa vacuum cleaner seperti yang kamu sarankan, Mik. Mungkin sebaiknya kamu juga mencoba," tanggap Rasyid.

"Aku sekarang sedang memegangi vacuum cleaner di rumah Pak Asep. Aku akan coba membukanya dan melihat isinya, siapa tahu benar kalau rambut yang diikat di dalam rumah korban sudah tersedot ke dalam vacuum cleaner ini," tambah Alwan.

Mika pun segera beranjak menuju ke arah vacuum cleaner milik Yani yang tersimpan di dekat pintu menuju ke kamar ART. Ia baru saja hendak membuka vacuum cleaner tersebut, saat kedua matanya menangkap satu sosok hitam besar yang tengah menatapnya dari dalam kamar ART di rumah milik Yani.

"Astaghfirullah ... astaghfirullah ... astaghfirullah ...." lirih Mika, namun tetap terdengar oleh yang lainnya.

"Ada apa, Mik? Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Ziva.

"Ziv ... masuklah ke sini. Aku mau bergeser pun jadi ragu, sekarang, karena takut tiba-tiba diserang. Aku sedang tidak ada persiapan, aku tidak pegang satu botol air pun di tanganku. Ada makhluk hitam besar yang sedang menatapku dari dalam kamar ART, Ziv," jawab Mika.

Alwan pun langsung bergidik ngeri saat mendengar yang Mika katakan. Ia baru saja keluar dari kamar ART, dan hal itu membuatnya segera menoleh kembali ke arah dalam kamar tersebut.

"Ja ... ke sini dulu, Ja. Ada yang sedang menatapku dari dalam kamar ART," panggil Alwan, saat dirinya menatap makhluk yang berbeda dari gambaran Mika.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang