Setelah semua orang selesai berwudhu, mereka benar-benar kembali berkumpul di depan pagar rumah para korban. Rasyid dan Mika sudah menyampaikan mengenai teluh apa yang menyerang para korban kepada Raja, Tari, dan Hani. Mereka juga sudah mengatakan bahwa tugas kali ini bukan hanya soal meruqyah para korban, namun juga ada tugas untuk menemukan gulungan rambut yang diikat di dalam rumah para korban oleh si pengirim teluh rambut tersebut.
Ziva tampak lebih waspada setelah hampir saja terlambat menyadari bahwa waktu yang mereka miliki sangat terbatas. Untuk menghindari tatapan semua makhluk-makhluk kiriman dari si pengirim teluh, ada batas yang harus selalu diingat oleh masing-masing anggota tim."Waktu yang kita miliki untuk berada di dalam sana tidak banyak. Hanya dua puluh menit. Jadi aku harap masing-masing dari kalian akan memasang alarm pada ponsel dan mengaktifkannya setiap selesai berwudhu sampai dua puluh menit ke depan. Setelah waktu dua puluh menit itu habis, segeralah keluar seperti tadi dan kembali berwudhu. Apa kalian paham?" tanya Ziva, usai memberi penjelasan.
"Ya, kami semua paham dengan penjelasan kamu. Jadi, bagaimana? Siapa yang akan mencari gulungan rambut yang diikat di dalam rumah para korban dan siapa yang akan meruqyah para korban? Apakah sudah kamu pikirkan?" tanya Tari.
Kini Ziva pun menatap ke arah Tari dan yang lainnya.
"Aku harus ada di luar sini. Si pengirim teluh itu jelas akan datang ke sini saat aku berhasil memancingnya. Harus ada yang menghadapinya di luar. Karena jika tidak, maka apa yang kita lakukan terhadap para korban akan menjadi sia-sia. Jadi ... karena kita hanya berenam, maka ada satu orang yang akan menjalani dua tugas sekaligus. Aku harap ...."
"Ekhm!" Alwan menyela. "Aku tidak kamu hitung?"
Semua orang kini menatap ke arah pria itu dengan kompak.
"Kamu mau dihitung? Bisa meruqyah?" tanya Mika.
"Enggak bisa, Mik. Tapi aku bisa bantu mencari di mana gulungan rambut yang diikat di dalam rumah korban," jawab Alwan. "Ziva harus ada di luar sini untuk menghadapi si pengirim teluh yang akan datang jika sudah terpancing oleh usaha kalian. Lalu kalau pada akhirnya harus ada satu orang yang mengerjakan dua tugas, apakah hal itu tidak akan menjadi beban pikiran bagi Ziva yang ada di luar? Dia harus tenang ketika menghadapi si pengirim teluh. Konsentrasinya tidak boleh terpecah. Sama saja seperti pekerjaanku ketika harus memeriksa kondisi seseorang, konsentrasiku tidak boleh terpecah pada saat seperti itu. Jadi aku tahu bahwa Ziva tidak boleh diberi beban pikiran saat dirinya harus berkonsentrasi."
Rasyid kini menatap ke arah Ziva setelah mendengar apa yang Alwan katakan.
"Pendapat Al jelas sangat benar. Tidak mungkin kamu tidak akan terbebani dengan pikiran lain, saat ada satu orang yang harus mengerjakan dua tugas sekaligus. Menurutku sarannya bisa diterima, sekarang tinggal kamu yang mempertimbangkan," ujarnya.
Ziva pun terdiam selama beberapa saat. Ia kemudian menatap ke arah Raja, seakan sedang meminta saran pada suaminya tersebut. Raja jelas paham bahwa dirinya harus segera memberi masukan kepada Ziva, karena waktu mereka ke depannya tidak banyak.
"Kalau aku secara pribadi jelas membutuhkan partner yang bisa stand by di tempat," ujar Raja. "Saat aku meruqyah Pak Asep, misalnya, aku tidak mau partnerku harus mondar-mandir dari rumah Pak Asep ke rumah lain hanya untuk mencari di mana gulungan rambut yang diikat di dalam rumah korban. Aku juga bisa mengarahkan Al jika kamu memang setuju agar dia ikut membantu di dalam tim kita. Kamu bisa tenang di luar sini dan di dalam sana kami bisa memberikan laporan padamu tanpa harus membuat kamu terbebani."
Setelah mendengar masukan dari Raja, Ziva pun kemudian menganggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia sudah memiliki keputusan. Semua orang kini menantikan pembagian tim yang akan Ziva lakukan, karena mereka baru saja menghabiskan tiga menit untuk berunding di luar rumah para korban.
"Mika akan menjadi satu tim dengan Hani. Ras akan menjadi satu tim dengan Tari. Lalu Raja akan menjadi satu tim dengan Al. Tugas meruqyah akan aku serahkan pada Hani, Tari, dan Raja. Sementara tugas mencari gulungan rambut yang diikat di dalam rumah korban oleh si pengirim teluh akan aku serahkan pada Mika, Ras, dan Al. Ingat ... jangan ada yang menyentuh secara langsung gulungan rambut yang diikat di dalam rumah korban tersebut menggunakan tangan kosong. Gunakan alat seperti kertas, sapu tangan, ataupun pakaian. Dan satu hal lagi, jangan heran kalau rambut yang diikat di dalam rumah para korban itu bisa menghilang dan berpindah tempat. Maksudku begini ... jika kalian menemukannya lalu hal itu bertepatan dengan habisnya waktu dua puluh menit yang kalian miliki, maka saat kalian kembali, gulungan rambut yang diikat itu pasti sudah berpindah tempat dan kalian harus mencarinya kembali seperti usaha pertama yang kalian lakukan. Apa kalian paham?"
"Astaghfirullah! Rambut pun bisa main petak umpet, ya, rupanya?" Mika mendadak gemas dan menjambak rambutnya sendiri.
"Namanya juga barang yang ditiupkan hal-hal gaib, Mik. Terima saja, jangan banyak protes kalau prosesnya sampai seperti itu," saran Rasyid, sengaja menambah beban pikiran Mika.
"Itu benar, Mik. Ini 'kan pertama kalinya kita menghadapi teluh yang jenisnya adalah teluh rambut. Sebaiknya, kita mulai mengingat-ingat semuanya agar bisa dijadikan pelajaran jika ada lagi korban yang dikirimkan teluh rambut," Raja ikut memberi saran.
"Aku lebih senang saat kita menghadapi teluh bambu dan teluh beling, Ja! Aku enggak perlu mencari-cari benda yang disimpan oleh si pengirim teluh, karena cuma kamu dan Ziva yang berperan banyak," balas Mika.
"Wah, ternyata benar kata Santi. Kamu itu hobi makan gaji buta. Kamu ingin gajimu setara dengan yang lain, meski pekerjaanmu tidak setara dengan yang memiliki gaji besar," sindir Hani.
"Hei! Jangan asal ngomong kamu, ya! Kapan aku pernah makan gaji buta, hah?" omel Mika, sambil mengikuti langkah Hani menuju ke rumah milik Yani.
Rasyid pun segera merangkul Tari agar mereka langsung pergi ke rumah milik Lilis.
"Ayo, Sayang. Mendengar ocehan Mika hanya akan membuang-buang waktu kita yang berharga," ajak Rasyid.
"Lah, kamu sendiri pun malah biasanya suka memancing kelakuan absurdnya Mika. Jangan berkelit! Itu memang kelakuan kamu!" omel Tari.
Ziva melirik ke arah Raja dan Alwan yang masih berdiri di dekatnya.
"Kalian berdua enggak butuh aku usir dulu agar segera pergi ke rumah Pak Asep, 'kan?" tanyanya.
Kedua pria itu pun segera berbalik dengan kompak dan pergi ke rumah milik Asep sebelum Ziva mengeluarkan ceramah rohani seperti yang Tari lakukan terhadap Rasyid. Kini Ziva pun mulai berkonsentrasi untuk memancing si pengirim teluh agar segera datang ke Desa Cikijing dan menghadapi dirinya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH RAMBUT
Terror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 6 Setelah dua minggu berlalu, Ziva dan yang lainnya kembali bekerja seperti biasa. Mereka kembali mendapatkan kasus yang terjadi di daerah Majalengka. Perjalanan kali itu tidak seberapa melelahkan, karena mereka...