25 | Senjata Rahasia

1K 113 11
                                    

TRANG-TRANG-TRANG-TRANG-TRANG!!!


Suara antara golok yang digunakan oleh Yayat dan samurai milik Mika terdengar beradu dengan sangat jelas. Alwan menatap pertarungan kedua orang itu dari balik dinding teras rumah Asep yang menjadi tempatnya menjaga rambut-rambut di dalam wadah. Ia terus menunggu aba-aba dari Rasyid, Tari, dan Hani dengan perasaan gelisah. Di kepalanya terus terlintas doa yang harus dibacanya ketika akan membakar rambut-rambut itu, seperti yang Raja arahkan. Mika terus menyerang ke arah Yayat sekuat tenaga, seakan ingin menegaskan bahwa dirinya tidak akan membiarkan Yayat mendekat ke arah Alwan.

TRANG-TRANG-TRANG-TRANG-TRANG!!!

Mika dan Yayat pun sama-sama menatap dengan tajam ketika keduanya berhenti beradu senjata sejenak. Yayat melihat sekilas ke arah Alwan yang bersembunyi di balik dinding teras. Laki-laki itu seakan tahu bahwa saat ini Alwan sedang menjaga hal yang paling penting dari teluh rambut yang dikirim olehnya. Kemungkinan besar, Yayat bisa merasakan keberadaan rambut-rambut yang tadinya diikat di dalam rumah para korban.

"Kenapa berhenti? Apakah kamu sedang berpikir untuk menyerah? Hanya sampai di situ saja kemampuanmu?" tanya Mika, sengaja mengalihkan perhatian Yayat dari Alwan.

"Cih!" Yayat pun tersenyum miring ke arah Mika. "Jangan coba-coba kamu remehkan aku! Kamu akan menyesal kalau pada akhirnya aku bisa membuatmu tumbang hanya dalam satu kali pertarungan lagi!"

Mika pun terkekeh pelan usai mendengar ancaman dari Yayat.

"Aku juga tidak akan menyerah dan akan membuat kamu tumbang hanya dalam satu kali pertarungan lagi. Jadi jangan pernah berpikir bahwa kamu akan bisa mendekati rekanku yang sejak tadi kamu perhatikan," balas Mika, tenang namun terdengar mengerikan.

"Kalau begitu jangan banyak bicara! Ayo, segera hadapi aku!" bentak Yayat.

TRANG-TRANG-TRANG-TRANG-TRANG!!!

Serangan demi serangan kembali terjadi. Pertarungan antara Mika dan Yayat benar-benar berlanjut. Begitu pula dengan pertarungan di luar pagar ketiga rumah korban. Ziva dan Raja juga belum berhenti menangkis semua serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Nandan dan Ari. Kedua tangan Alwan gemetar selama beberapa saat. Ia merogoh saku celananya dan mendapati sebuah benda yang terasa dingin di sana. Ia pun seketika teringat, bahwa dirinya juga sudah punya persiapan sendiri.

"Al, kamu bisa dengar suara kami?" tanya Rasyid.

"Iya, Ras. Suara kamu dan yang lainnya cukup jelas terdengar olehku di luar sini," balas Alwan, yang tidak pernah mematikan sambungan telepon melalui earbuds miliknya.

"Oke, kalau begitu sebaiknya kamu segera bersiap-siap. Aku, Tari, dan Rasyid akan segera memulai proses ruqyah yang terakhir terhadap korban," ujar Hani.

"Ya ... ayo mulai. Aku sudah siap sejak tadi," balas Alwan, sambil memegangi korek di tangannya.

"Ingat, Al, saat kami membaca doanya, kamu juga harus membaca doa yang sama sebanyak tiga kali sebelum melakukan tugasmu. Rasyid akan memberi aba-aba pada kita bertiga. Dia yang akan memimpin," jelas Tari.

"Iya, aku paham," Alwan meyakinkan yang lainnya.

"Baiklah, mari kita mulai. A'udzubillahi minas-syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim, A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir," tuntun Rasyid.

Alwan pun segera memusatkan pikirannya seraya menatap ke arah wadah berisi rambut-rambut yang harus segera ia musnahkan.

"A'udzubillahi minas-syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim, A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir," lirih Alwan.

BRUBHHH!!!

Dalam sekejap, rambut-rambut yang ada di dalam wadah terbakar setelah Alwan menjatuhkan satu batang korek kayu ke dalam wadah tersebut. Api mulai menjalari rambut-rambut yang ada di dalam wadah itu. Dari dalam rumah milik Asep maupun rumah milik Lilis atau Yani yang ada di sebelah, terdengar suara seseorang yang tengah memuntahkan sesuatu. Alwan terus berdzikir tanpa henti untuk melawan rasa merinding yang mendadak menyerang dirinya.

TRANG-TRANG-TRANG!!! BRUAKHH!!!

Alwan sangat terkejut saat mendengar suara tubuh yang terlempar di halaman rumah tersebut. Ia melihat dengan jelas kalau Mika baru saja terkapar di atas paving blok, usai mendapat serangan yang tampaknya dilakukan oleh Yayat dengan bantuan makhluk halus yang dibawanya. Yayat pun terlihat menertawai Mika yang kini tampak benar-benar sedang kesakitan.

"Bagaimana? Apakah serangan dari makhluk suruhanku terasa sangat menyikatkan bagimu? Hah? Sekarang kamu sudah paham 'kan, di mana letak perbedaan antara kita berdua? Ya ... benar ... kamu hanya bisa melawanku dengan kemampuanmu sendiri, sementara aku bisa melawanmu dengan bantuan dari makhluk suruhanku yang tidak bisa kamu lihat. Dari sisi itu saja, kamu sudah kalah telak. Jadi seharusnya kamu tidak perlu repot-repot melawanku hingga akhirnya kamu sekarang ... ARRRGGGHHHHH!!!"

Yayat mendadak berteriak saat merasakan kesakitan yang luar biasa pada kedua pahanya. Alwan menyerang laki-laki itu ketika sedang banyak bicara terhadap Mika dan mengejeknya. Ia menggunakan dua buah pisau bedah yang tersimpan di dalam saku celananya untuk menyerang kedua paha Yayat, agar laki-laki itu tumbang dalam sekejap. Mika--yang masih merintih akibat kesakitan pada sekujur tubuhnya--tampak begitu terkejut saat melihat Alwan menyerang Yayat tanpa bersuara. Bahkan Mika sendiri masih bertanya-tanya, senjata apa yang Alwan gunakan untuk menumbangkan Yayat.

Alwan kini berdiri dari posisi berlutut yang ia lakukan ketika menyerang Yayat. Yayat sudah terkapar di atas paving blok dengan kedua paha mengalami pendarahan hebat akibat serangan yang dilakukan oleh Alwan.

"Kamu ataupun makhluk suruhanmu itu tidak akan bisa menghentikan pendarahan akibat serangan yang aku lakukan. Itu adalah bayaran untukmu, karena kamu telah berbuat curang terhadap partnerku dengan menggunakan bantuan makhluk suruhanmu itu. Aku sengaja melukai arteri femoralis pada kedua pahamu, sehingga kamu mengalami pendarahan dan tidak akan bisa berdiri lagi," ujar Alwan, yang kemudian segera menghampiri Mika untuk membantunya berdiri.

Alwan memapah Mika melewati tubuh Yayat yang sedang mengerang kesakitan di atas paving blok. Ia membawa Mika ke teras rumah Asep, karena mereka masih harus mengawasi wadah berisi rambut-rambut yang sedang terbakar. Mika menatap ke arah Alwan setelah dirinya berhasil duduk kembali di lantai teras.

"Kamu menyerangnya menggunakan apa, Al? Sejak tadi kamu tidak bilang padaku kalau telah menyiapkan senjata untuk membantuku menyerang lawan," Mika terdengar penasaran.

Alwan pun segera memperlihatkan kepada Mika dua buah pisau bedah yang kini berlumuran darah dari dalam saku celananya. Mika pun melihat pisau bedah tersebut, lalu mulai tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ya ... ya ... ya ... aku jelas lupa kalau kamu adalah seorang Dokter. Seharusnya aku sudah menduga kalau kamu menyerang laki-laki itu menggunakan pisau bedah. Wah ... mungkinkah ini pertanda bahwa aku sudah harus cepat-cepat menikah?" pikir Mika.

"Itu tandanya kamu pikun, Mik. Enggak ada urusannya kepikunanmu akan profesiku dengan keinginanmu menikahi calon Istrimu. Jangan bikin aku naik darah, ya, Mik. Aku ini terkadang mudah terpancing emosi loh orangnya," omel Alwan, tak segan-segan.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang