27 | Keinginan Rasyid

1K 110 7
                                    

Mika dan Alwan pun mendengar perintah dari Rasyid dengan sangat jelas. Mika segera mengeluarkan satu botol air dari dalam ransel miliknya, lalu membuka tutup botol tersebut.


"Ayo, Al. Kita berdoa sama-sama," ajak Mika.

Alwan pun menganggukkan kepalanya. Kedua pria itu segera berkonsentrasi pada tugas mereka. Mika akan menuang air ke dalam wadah, sementara Alwan akan memegangi wadahnya agar tidak bergeser.

"A'udzubillahi minas-syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir. A'udzubillahi wa qudrotihi min syarri maa ajidu wa uhaadzir," ucap Mika dan Alwan, bersamaan.

Mika pun segera menuangkan air itu ke dalam wadah dan menenggelamkan abu dari hasil pembakaran rambut-rambut tadi. Seketika, Nandan dan Ari terlempar tanpa sebab sejauh beberapa meter dari tempat pertarungan dengan Ziva dan Raja. Kedua laki-laki itu kini terkapar tak berdaya, sama seperti yang terjadi terhadap Yayat usai diserang oleh Alwan. Teluh rambut yang mereka kirimkan kepada Yani, Lilis, dan Asep akhirnya terpatahkan. Semua usaha mereka untuk merebut ketiga rumah milik para korban menjadi gagal dan sia-sia. Kini tidak ada lagi yang bisa mereka lakukan, karena makhluk-makhluk yang membantu untuk menanamkan teluh rambut pada para korban pun telah memutuskan meninggalkan mereka.

Dirga beserta dua orang anak buahnya segera meringkus Nandan dan Ari, lalu beberapa orang anak buah Dirga yang lain segera meringkus Yayat yang sudah bersimbah darah pada bagian pahanya di halaman rumah Asep. Yayat dan Nandan tampak sudah tidak berdaya, namun Ari jelas belum ingin menyerah. Dia adalah satu-satunya yang tampak sangat berambisi ingin memiliki kembali rumah yang sudah dijual oleh kedua orangtuanya.

"Ini belum berakhir!!! Aku tidak akan menyerah sebelum ketiga rumah itu kembali ke tangan kami!!!" teriak Ari, sambil meronta-ronta ingin melepaskan diri dari cengkeraman para Polisi.

"Orangtua kamu sudah menjual rumah itu, dan orang-orang yang memilikinya sekarang sudah membeli dari orangtua kamu. Kamu tidak bisa memaksa mereka untuk menjual rumah itu lagi, terutama kalau mereka memang tidak mau menjualnya. Itu jelas perbuatan yang salah. Terima saja kenyataan kalau orangtua kamu memang sudah menjual rumah mereka. Sekarang katakan, berapa nomor telepon orangtua kamu. Saya mau bicara sama mereka soal kelakuan kamu dan saudara-saudara kamu itu," Jana mencoba memaksa Ari bicara.

Ketika tidak ada jawaban dari Ari ataupun kedua saudaranya yang lain, Ziva pun langsung paham tentang keadaan mereka saat ini.

"Kedua orangtua mereka sudah meninggal dunia, Pak Jana. Jadi tidak perlu Bapak menanyakannya lagi pada mereka. Mereka bertingkah seperti ini karena merasa dendam kepada orangtua mereka yang sudah menjual ketiga rumah itu dan merasa tidak punya tempat untuk menyalurkan dendam mereka. Maka dari itulah saat orangtua mereka meninggal dunia, mereka pun berencana ingin mengambil kembali rumah itu secara paksa dari orang-orang yang membelinya," ujar Ziva.

Tatapan tajam Ari kini terarah kepada Ziva yang sejak tadi dihadapinya saat pertarungan berlangsung. Ziva benar-benar sangat tenang, bahkan saat menjabarkan tentang hal yang tidak pernah diungkapkannya di depan siapa pun.

"Kenapa? Kamu kaget karena aku tahu bahwa tingkah laku kalian itu adalah karena dendam semata? Sejujurnya, mudah sekali untuk menebak hal itu meski kamu tidak mengutarakan apa-apa. Kamu dan kedua saudaramu itu adalah jenis manusia yang sama sekali tidak pernah tahu bagaimana caranya mensyukuri hal yang sudah Allah berikan. Jadi ... jelas sangat mudah menebak bahwa kalian mendendam atas keputusan kedua orangtua kalian yang menjual ketiga rumah itu di masa lalu," tutur Ziva.

Ari benar-benar bungkam setelah mendengar yang Ziva katakan. Nandan, Ari, dan Yayat kini dibawa ke kantor Polisi untuk menjalani proses hukum yang akan mereka hadapi. Yayat sendiri kini tengah ditangani oleh beberapa anggota paramedis yang baru tiba di Desa tersebut. Dirga kembali mendekat ke arah ketiga rumah korban, untuk melihat sendiri bagaimana keadaan para korban setelah ditangani oleh seluruh anggota tim yang dipanggilnya.

"Keadaan Bu Yani saat ini sudah membaik. Sebaiknya Bu Yani segera diberi makanan agar bisa kembali mengisi energinya dan tidak kelaparan," saran Hani, saat Dirga datang ke rumah pertama.

Rasyid sudah keluar dari rumah milik Asep. Di sana kini hanya ada Mika dan Alwan, yang masih membantu membereskan semua hal yang tadi mereka gunakan untuk semua proses dalam pekerjaan mereka. Rasyid kini berdiri bersama-sama dengan Ziva dan Raja di luar pagar rumah Lilis. Tari masih berada di dalam dan sedang membantu Lilis membersihkan diri.

"Mana Mika dan Al?" tanya Raja.

"Masih di rumah Pak Asep. Mungkin mereka akan membantu Pak Asep membersihkan diri sekalian, setelah mereka membereskan beberapa hal yang tadi dibuat berantakan akibat mencari-cari rambut yang diikat di dalam rumah Pak Asep," jawab Rasyid.

"Tapi 'kan ... Mika tadi mencari rambut di rumah Bu Yani. Berarti siapa dong yang akan membereskan rumah Bu Yani kalau Mika membereskan rumah Pak Asep?" Ziva tampak bingung.

"Jangan lihat aku, Ziv. Aku hanya sedang menunggu Tari selesai membantu Bu Lilis membersihkan diri. Baru setelah itu aku akan membereskan rumah Bu Lilis yang tadi aku obrak-abrik," ujar Rasyid.

"Biar nanti aku yang membantu membereskan di rumah Bu Yani. Kamu tenang saja," ujar Raja, mencoba menenangkan Ziva.

Ziva pun akhirnya mengangguk setelah ditenangkan oleh Raja.

"Oh ya, kalian sudah dengar dari Mika tentang serangan yang dilakukan oleh Alwan ketika Mika ditumbangkan oleh makhluk suruhan salah satu tersangka?" tanya Rasyid.

"Kami sempat dengar soal itu dari earbuds yang masih tersambung. Tapi kami tidak terlalu fokus dan malah lupa untuk mencari kejelasannya. Memangnya bagaimana yang terjadi? Mika sudah cerita padamu?" Ziva bertanya balik.

"Sudah. Mika sudah cerita. Saat Mika berhasil ditumbangkan dengan bantuan dari makhluk suruhan orang itu, Al langsung menyerang diam-diam menggunakan dua pisau bedah miliknya. Dia menyerang tepat pada arteri femoralis di kedua paha orang itu, sehingga orang itu mengalami pendarahan dan tumbang dalam sekejap. Dia tidak benar-benar punya persiapan saat ikut bekerja bersama kita, tapi dia bisa mempersiapkan dirinya padahal hanya mendengar Mika bercerita tentang apa yang dibutuhkan di dalam tim. Bagiku dia cukup ... mengesankan," ujar Rasyid, mengungkapkan penilaiannya soal Alwan.

"Jadi ... apakah menurutmu dia harus direkrut dan diajak bekerja bersama kita?" tanya Raja.

"Bukankah dia punya tempat praktek sendiri sebagai seorang Dokter? Bagaimana dengan tempat prakteknya jika dia bergabung dengan tim bersama kita?" Ziva mengingatkan tentang profesi Alwan.

"Ya ... aku rasa tidak ada salahnya jika kita menawarkan, bukan? Kalaupun dia menolak, kita jelas tidak perlu merasa kecewa karena sudah paham bahwa dia adalah seorang Dokter," Rasyid tampak tetap ingin menawarkan.

Dirga mendekat pada mereka tak lama kemudian. Sepertinya masih ada hal yang ingin dibicarakan oleh Dirga pada saat itu.

"Pekerjaan kalian sudah selesai dan saya ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan yang kalian berikan terhadap para korban. Oh ya, sebelum kalian pergi saya juga ingin memperlihatkan sesuatu pada kalian soal kecelakaan yang menimpa Dokter Zafran," ujar Dirga.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang