9 | Mencari Cara

1K 111 2
                                    

"Hai ... kenapa kalian berdua terlihat pucat sekali?" tanya Tari, seraya mendekat pada Ziva dan merangkulnya.


"Apa yang Pak Dirga katakan jelas benar adanya," ujar Raja, seraya menatap ke arah Rasyid, Mika, dan Hani. "Siapa pun yang masuk ke area tiga rumah warga itu akan langsung merasa kelelahan hanya dalam waktu singkat. Energiku dan energi Ziva terhisap cukup banyak setelah berada di sana selama sepuluh menit."

"Itulah mengapa aku sudah curiga sejak awal, saat semua makhluk kiriman dari si pengirim teluh itu menatap ke arah kita. Ternyata bukan hanya ke arah kita saja mereka menatap, tapi juga ke arah semua orang. Mereka akan mulai menghisap energi orang yang mereka tatap, saat orang tersebut memasuki tempat keberadaan mereka pada ketiga rumah itu," jelas Ziva.

Semua orang pun terdiam usai mendengar penjelasan itu. Mereka tampaknya sedang berusaha mencerna penjelasan yang baru saja Ziva sampaikan.

"Sejak kemarin memang seperti itu keadaannya. Siapa pun yang masuk ke sana, pasti akan merasa sangat lelah seperti baru saja melakukan aktifitas olahraga yang berlebihan. Aku pun merasakan hal seperti itu kemarin. Tapi setelah memasuki waktu shalat ashar, rasa lelah yang berat itu menghilang dengan sendirinya," ujar Alwan.

"Hilang pada waktu setelah anda berwudhu, Dokter?" tanya Raja.

"Ya, tepat setelah aku berwudhu rasa lelah itu benar-benar hilang. Kamu tahu dari mana?" heran Alwan.

"Itu sudah tugasnya untuk mencari tahu dan menebak dengan akurat sebab-sebab suatu hal agar kami bisa menemukan jalan, Al. Raja dan Ziva memang bertugas mengawasi keadaan dan mencari jalan untuk memecahkan yang tidak terpecahkan," jawab Mika, mewakili Raja,

"Ah ... karena hanya mereka berdua yang bisa melihat makhluk-makhluk tidak terlihat, ya?" tebak Alwan.

Ziva dan Raja pun sama-sama mengerenyitkan kening saat melihat interaksi antara Mika dan Alwan.

"Kalian akrab sekali. Kami mendadak jadi canggung," ungkap Ziva, apa adanya.

"Panggil saja dia, Al, jangan panggil Dokter. Itu syarat yang dia berikan agar kita semua tidak dipanggil 'Pak' dan 'Bu'. Rasyid yang bernegosiasi dengan dia," jelas Tari.

Ziva mendadak menatap sebal ke arah Rasyid.

"Memangnya kenapa kalau kamu dipanggil, 'Pak'? Tidak bisa terima kalau kamu mulai menua, hah?" sengit Ziva.

Rasyid kini menatap ke arah Alwan.

"Dia Adikku satu-satunya dan dia memang menjengkelkan. Tolong maklumi sifatnya yang satu itu," pinta Rasyid.

Raja langsung mendekap Ziva yang sudah siap ingin menjambak rambut Rasyid. Mika dan Hani jelas tidak akan menghalangi jika Ziva akan merealisasikan niatnya, andai saja Raja tidak segera mendekap Ziva dengan erat.

"Sudah ... sudah ...! Sebaiknya kita segera memikirkan jalan keluar," lerai Tari. "Berarti, sekarang kita harus mencari cara agar bisa masuk ke wilayah tiga rumah itu tanpa dilihat oleh makhluk-makhluk halus yang dikirim oleh si pengirim teluh. Adakah yang punya ide, bagaimana cara yang bagus untuk menghindari tatapan makhluk-makhluk halus itu?"

"Memberi mereka kacamata," cetus Mika.

Ziva langsung memegangi bagian belakang lehernya sambil meringis.

"Oh ... akan aku undang penyanyi tembang kenangan ke acara pernikahanmu dengan Santi, Mika Kanigara!" gemas Ziva, seakan siap menerkam Mika.

Mika langsung bersembunyi di balik punggung Hani dengan cepat.

"Kamu jangan bertingkah seperti akan menerkamku, Ziv. Kalau kamu ingin melampiaskan amarah, maka terkam saja Dokter Zafran yang saat ini masih ada di mobilnya sambil menunggu penjagaan lima Polisi suruhan Pak Dirga menjadi lengah," saran Mika.

Raja dan Ziva pun dengan kompak menatap ke arah jalan masuk Desa tersebut dan mendapati sebuah mobil yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

"Astaghfirullah! Manusia satu itu belum juga menyerah, hah? Masih juga dia bertahan dengan keinginannya untuk ikut campur dengan pekerjaan kita?" heran Raja.

"Makanya kusarankan sama Istrimu untuk melampiaskan amarahnya pada Dokter Zafran saja. Kalau perlu, ubah saja Dokter Zafran menjadi ayam geprek sekalian."

Alwan pun tertawa pelan saat mendengar harapan Mika yang tampaknya keluar dari lubuk hati terdalam. Rasyid langsung menggebuk Mika menggunakan jaketnya dan Mika langsung berpura-pura merasa kesakitan.

"Setiap jawaban yang keluar dari mulutmu itu kok kreatif sekali, ya? Pasti semua anggota tim kamu sering sekali ke rumah sakit untuk cek tensi masing-masing. Soalnya kamu hobi membuat siapa saja menjadi pengidap darah tinggi," ujar Alwan.

"Seratus buat kamu. Apa yang kamu ucapkan barusan sama sekali tidak meleset," tanggap Raja, sambil mengacungkan ibu jarinya.

"Back to topic, everybody. Jadi ... ada masukan untuk membuat makhluk-makhluk itu tidak lagi menatap ke arah kita?" tanya Hani, yang kini sedang memperhatikan Ziva yang tampak memikirkan sesuatu.

Tari ikut menatap ke arah Ziva ketika menyadari ke mana arah tatapan Hani saat itu. Ia kini sadar kalau Ziva lebih memilih memikirkan solusi untuk mereka, daripada memusingkan keberadaan Zafran di Desa itu.

"Sebentar lagi waktu shalat dzuhur akan tiba. Mari kita berwudhu dengan air yang kita siapkan sendiri. Kamu juga harus ikut melakukan yang sama dengan kami, Al. Karena kami butuh kamu untuk memeriksa para warga yang masih terbaring di dalam ketiga rumah itu," ujar Ziva.

"Oke. Kalau begitu aku dan Mika akan menyiapkan airnya lebih dulu. Kami akan cari Pak Jana agar kita bisa menumpang berwudhu di rumahnya sebelum pergi ke masjid," tanggap Rasyid.

Setelah Rasyid dan Mika pergi, tatapan Ziva baru terarah lagi pada mobil milik Zafran. Hal itu membuat Ziva segera merangkul Tari setelah Raja melepaskan dirinya yang sejak tadi terus didekap oleh pria itu. Ia membisikkan sesuatu pada Tari dan Tari langsung mengangguk untuk menyetujui hal yang Ziva katakan.

"Hani Sayang, berikan air yang ada di dalam ranselmu," pinta Ziva.

Hani pun segera membuka ranselnya lalu memberikan air yang Ziva inginkan. Ziva kemudian membuka tutup botol yang dipegangnya, lalu membacakan sesuatu begitu lirih dan meniup air dalam botol itu sebanyak tiga kali.

"Ayo, buka kedua tanganmu dan tadah airnya. Setelah itu, baca bismillah dan usap airnya ke seluruh wajahmu," titah Ziva.

Tari pun segera menadah air itu menggunakan kedua tangannya, lalu mengusap air yang Ziva tuangkan ke seluruh wajahnya sebanyak tiga kali, sesuai banyaknya Ziva menuang air tadi ke telapak tangan Tari.

"Itu ... dilakukan untuk apa, ya, kalau boleh tahu?" tanya Alwan.

"Dokter aneh itu masih bertahan di sini karena memiliki tujuan buruk terhadap Tari dan juga Rasyid. Jadi aku harus melakukan sesuatu untuk membuatnya pergi, melalui cara ini. Air ini sudah aku bacakan doa yang bisa mencegah dia melihat kecantikan Tari. Karena sejak awal dia memang sudah merasa tertarik terhadap Tari karena kecantikannya. Jadi kuputuskan untuk membuat kecantikan itu tersembunyi dari mata jahat yang laki-laki itu miliki," jawab Ziva, apa adanya.

"Bi--bisa begitu rupanya?" Alwan tampak sangat terkejut. "Apakah akan terbukti?"

Ziva pun menunjuk ke arah mobil milik Zafran yang kini sedang memutar balik untuk segera pergi dari Desa itu.

"Alhamdulillah terbukti. Dia tidak akan pergi dari sini kalau kecantikan Tari masih bisa dilihatnya. Bagi mata yang tidak punya niatan jahat pada Tari, wajahnya tetaplah terlihat seperti biasanya. Tapi bagi mata yang memiliki niatan jahat, maka wajahnya sudah tidak lagi terlihat secantik sebelumnya. Itulah yang biasanya disebut oleh beberapa orang sebagai 'ain," jelas Ziva, membuat Alwan paham dalam sekejap.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang