"Istrimu bisa galak juga seperti Tari, ya? Aku pikir yang banyak diam seperti dia tidak akan bisa bersikap galak, loh," bisik Alwan.
"Dia itu sebelas dua belas dengan Tari dan Hani. Makanya mereka bisa bersahabat dekat sekali sejak lama dan tidak terpisahkan sampai detik ini," jelas Raja, ikut berbisik."Jangan coba-coba membicarakan aku di belakang, ya!" tegur Ziva, yang ternyata masih memperhatikan Raja dan Alwan yang sudah memasuki halaman rumah milik Asep.
Raja kembali ke sisi Asep ketika memasuki rumah tersebut. Alwan sudah memasang alarm seperti yang Ziva perintahkan, agar dirinya dan Raja bisa segera keluar dari rumah itu ketika waktu sudah habis.
"Tadi kita berada di luar selama lima menit setelah berwudhu. Sisa waktu yang kita punya adalah lima belas menit," ujar Alwan.
Raja pun menyodorkan ponselnya kepada Alwan. Alwan menerimanya sambil menatap ke arah Raja.
"Kita akan saling memberikan laporan kepada tim yang berada di rumah Bu Yani dan Bu Lilis, ataupun kepada Istriku yang berada di luar. Simpan nomor telepon kami, lalu hubungkan ponselmu ke ponsel kami semua. Kamu bawa earbuds, 'kan?" tanya Raja.
"Iya, alhamdulillah aku bawa. Kalian memang biasa berkomunikasi dengan cara seperti itu?" Alwan balik bertanya.
"Iya. Hanya cara itu yang bisa kami lakukan jika sedang berada di tempat terpisah. Kami jelas tidak mungkin harus keluar dari rumah korban lalu saling mengabari pada yang lain seperti mengabari tetangga di lingkungan rumah sendiri," jawab Raja.
Alwan jelas paham mengenai repotnya tindakan yang Raja gambarkan barusan. Ia pun memilih untuk segera menyalin semua nomor utama dari ponsel Raja, lalu memyambungkan ponselnya ke ponsel yang lainnya.
"Ini, Ja. Ponselmu juga sudah aku sambungkan dengan ponsel milik yang lain," ujar Alwan, ketika menyerahkan ponsel ke tangan Raja.
"Oke. Sekarang sebaiknya kita mulai. Kamu mulailah mencari yang harus dicari, aku akan memulai proses ruqyah terhadap Pak Asep," tanggap Raja.
"Cek ... cek ... cek ...! Suaraku kedengaran atau tidak?" tanya Mika, dengan suara cukup keras di telinga semua orang.
"Kedengaran, Mik! Dan suaramu sama sekali tidak merdu!" balas Alwan, jujur apa adanya.
Semua yang mendengar jawaban Alwan melalui earbuds langsung berupaya menahan tawa. Mereka jelas tidak mau disebut bercanda oleh para korban yang sedang mereka hadapi. Mika menggondok setelah mendengar kejujuran yang Alwan ucapkan. Namun apalah daya, dirinya kini hanya harus fokus pada tugasnya untuk menemukan gulungan rambut yang diikat di dalam rumah milik Yani.
"Aku masuk ke kamar utama di dalam rumah Bu Lilis. Aku sedang mencari di sekitaran lemari pakaian dan juga meja rias yang ada di kamar ini," lapor Rasyid.
"Jangan lupa cari juga di bawah-bawah tempat tidur atau bagian bawah tempat-tempat yang dirasa mustahil. Bisa jadi si pengirim teluh menyimpannya di tempat-tempat seperti itu untuk menyulitkan siapa pun yang berusaha membantu para korban," saran Ziva.
"Termasuk bagian bawah lemari? Berarti lemarinya harus diangkat dulu?" tanya Alwan.
"Kalau bagian bawah lemari itu memang memiliki rongga, maka sebaiknya lemari itu digeser saja agar rongganya bisa dilihat dari bagian belakang. Kalau harus diangkat, takutnya salah satu dari kalian akan ada yang salah urat pada bagian tangan," jawab Ziva.
"Iya, sebaiknya begitu. Mika 'kan sebentar lagi menikah, jadi jangan sampai dia salah urat sebelum hari pernikahannya tiba. Masa iya pengantin pria tangannya salah urat. Nanti tidak bisa salaman dong sama para tamu yang memberikan selamat," Rasyid menyetujui pemikiran Ziva, sekaligus sengaja menggoda Mika.
"Ras ... lama-lama mulutmu itu seperti minta dijahit, ya? Awas kamu ... kalau kita bertemu nanti, aku akan jahit mulutmu sampai benar-benar rapat!" ancam Mika.
"Astaghfirullah! Kalian kok bisa-bisanya bertengkar padahal ada di tempat berbeda dan tidak saling lihat? Apa kalian bisa meriang kalau tidak bertengkar satu atau dua menit saja?" heran Alwan, sengaja memerankan suaranya.
"Mika yang mulai!"
"Ras yang mulai!"
"Cari saja gulungan rambut yang diikat oleh si pengirim teluh! Kalian berdua jangan menambah-nambah beban pikiranku di luar sini, ya!" Ziva memberikan peringatan.
Rasyid dan Mika pun langsung berhenti bicara satu sama lain. Mereka segera mengerjakan yang sedang dikerjakan, membuat Alwan merasa lega untuk sesaat karena tak mendengar adanya adu mulut di rumah-rumah lain. Ziva mengeluarkan foto hasil USG yang tadi Rasyid serahkan padanya. Ia menatap ketiga foto itu dan mulai mengamati lebih jeli daripada sebelumnya. Ada beberapa bagian yang tampaknya sengaja tidak disusupi rambut oleh si pengirim teluh. Kemungkinan si pengirim teluh itu ingin ketiga korban yang tersisa tetap hidup sampai mereka memberikan apa yang diinginkan oleh si pengirim teluh.
"Kalau bagian kosong itu digunakan untuk memecah rambut-rambut yang ada di lambung melalui proses ruqyah, si pengirim teluh itu pasti akan langsung terpancing untuk datang ke sini secepat mungkin. Dia pasti takut kalau sampai rencananya akan gagal total, karena dia terlanjur mengikat janji dengan Iblis yang membantunya saat ini," gumam Ziva.
Semua orang yang earbudsnya masih terhubung dengan Ziva, jelas bisa mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu di luar sana. Mereka jelas akan mulai mencari tahu, bagian kosong mana yang sedang Ziva bicarakan saat itu.
Sebuah pesan masuk ke ponsel Ziva tak lama kemudian, membuat Ziva kembali menyimpan foto hasil USG ke dalam saku blazernya. Ia segera membuka ponselnya dan membaca pesan yang baru masuk.
RERE
Assalamu'alaikum, Ziv. Aku ada di rumah Tante Mila bersama Mama mertuaku. Aku boleh numpang istirahat di kamarmu, ya? Aku capek sekali dan ingin tidur siang.Ziva pun tersenyum, lalu dengan cepat membalas pesan itu untuk dikirim balik kepada Rere.
ZIVA
Wa'alaikumsalam, Re. Iya, istirahat saja di kamarku. Kamu jangan terlalu kelelahan dan sebaiknya banyak istirahat. Jangan lupa juga banyak makan makanan yang bergizi tinggi. Aku akan hubungi kamu lagi setelah pekerjaanku selesai. Aku kerja dulu ya, Re. Kamu juga jangan lupa shalat, ya. Perbanyak berdzikir agar dirimu dan calon anakmu terhindar dari hal-hal yang buruk.Setelah mengirimkan pesan itu, Ziva segera kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celana. Ia kembali menatap ke arah makhluk-makhluk yang berkeliaran di sekitaran ketiga rumah korban. Pengamatannya kali itu membuahkan hasil yang cukup memuaskan, karena akhirnya ia tahu makhluk mana yang begitu diandalkan oleh si pengirim teluh untuk menyiksa para korban.
"Sekarang mari kita coba pancingan yang pertama. Apakah yang akan terjadi jika aku mengusik makhluk yang paling kamu andalkan," desis Ziva.
Raja segera menatap ke arah luar jendela untuk melihat ke arah Ziva, setelah mendengar apa yang dikatakan oleh wanita itu. Semua orang jelas mendengarnya, dan mereka juga ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika sampai Ziva segera memancing si pengirim teluh melalui makhluk yang dikirimnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH RAMBUT
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 6 Setelah dua minggu berlalu, Ziva dan yang lainnya kembali bekerja seperti biasa. Mereka kembali mendapatkan kasus yang terjadi di daerah Majalengka. Perjalanan kali itu tidak seberapa melelahkan, karena mereka...