Tari, Hani, dan Raja sudah menyiapkan air sebagai media ruqyah yang akan mereka lakukan terhadap para korban. Sejak tadi belum ada di antara mereka yang berhenti berdzikir di telinga kanan para korban, meskipun korban sendiri saat ini masih tidak bisa bicara akibat rasa sakit yang belum berhenti. Alwan, Rasyid, dan Mika terus mencari keberadaan gulungan rambut yang diikat di dalam rumah para korban. Tidak ada satu sudut pun yang mereka lewati selama pencarian itu berlangsung. Di luar, Ziva kini sedang membacakan satu ember air. Tadi ia meminta pada salah satu warga untuk membawakan air tersebut, karena dirinya butuh media air untuk membuat makhluk yang ditujunya tak bisa lagi lari ke mana-mana. Ia berniat ingin mengunci makhluk itu pada satu titik tertentu, agar dirinya bisa dengan mudah menyerang untuk memancing si pengirim teluh.
"Ziv, aku sudah siap untuk meruqyah Bu Lilis," lapor Tari."Aku juga siap meruqyah Bu Yani, Ziv," Hani ikut melapor.
"Persiapan untuk meruqyah Pak Asep juga sudah siap di sini."
Suara Raja menjadi penutup laporan pertama itu. Ziva pun kini sudah selesai membacakan doa untuk air dalam ember yang ada di hadapannya.
"Aku juga sudah siap. Aku akan mengunci keberadaan makhluk yang paling diandalkan oleh si pengirim teluh itu. Mari kita mulai bersama-sama," ajak Ziva.
Keempat orang itu pun segera memulai tugas mereka masing-masing. Rasyid, Mika, dan Alwan mendengar dengan jelas arahan untuk tugas itu dari earbuds yang ada pada telinga mereka.
"Aku sudah selesai memeriksa kamar korban Mik ... Al ... tapi sama sekali belum kutemukan apa pun," ujar Rasyid, memberi laporan lainnya.
"Aku masih mencoba mencari di bawah lemari dan tempat tidur, Ras. Tapi hasilnya juga nihil," balas Alwan.
"Apakah mungkin kalau rambut yang diikat itu tidak disimpan di dalam kamar, ya? Lagi pula tidak mungkin yang punya rumah mengizinkan tamu masuk ke kamar mereka, jika si pengirim teluh itu pernah bertamu sebelumnya ke rumah para korban. Bagaimana? Apakah yang aku pikirkan cukup masuk akal?" tanya Mika.
Rasyid dan Alwan pun segera memikirkan apa yang baru saja Mika utarakan pada mereka berdua.
"Bagaimana kalau si pengirim teluh itu bertamu, tapi pura-pura menumpang shalat? Bukankah seharusnya dia akan diizinkan masuk ke kamar oleh yang punya rumah agar bisa shalat?" Alwan bertanya balik.
"Tamu laki-laki akan diizinkan shalat di rumah? Kalau aku yang jadi pemilik rumah, maka aku akan mengarahkannya langsung ke masjid dekat rumah, sih," jawab Rasyid atas dugaan Alwan.
"Kalau tamunya ternyata perempuan? Kalau ternyata si pengirim teluh itu adalah perempuan, bagaimana? Tidak mungkin dia diarahkan untuk pergi ke masjid, dong? Dia pasti akan diizinkan shalat di rumah dan pastinya itu akan terjadi di kamar korban. Soalnya kulihat di rumah Pak Asep tidak ada mushala," ujar Alwan.
"Untuk apa Pak Asep mengizinkan perempuan bertamu ke rumahnya? Dia belum menikah dan akan jadi fitnah di lingkungan sekitar kalau sampai menerima tamu perempuan sampai ke dalam rumah, Al," sanggah Rasyid.
"Lagi pula jarang-jarang ada tukang teluh dari kalangan perempuan," tambah Mika.
"Banyak, Mik," sahut Rasyid dengan cepat. "Waktu kita membantu Mas Rian dan para karyawan serta karyawatinya terlepas dari teluh beling, si pengirim teluh adalah perempuan, 'kan? Belum lagi kasus yang kita tangani di Bangka Belitung setahun lalu, si pengirim teluhnya juga perempuan. Tapi intinya adalah, tidak mungkin orang yang bertamu itu adalah perempuan dan yang kamu pikirkan mungkin benar, bahwa tidak mungkin tamu diizinkan masuk ke dalam kamar oleh yang punya rumah."
"Lalu, kalau memang tidak seperti itu, menurutmu ada hal lain yang membuat si pengirim teluh itu bisa mengikat gulungan rambut di dalam rumah semua korban?" tanya Alwan.
"Bisa saja si pengirim teluh itu bertamu ke rumah para korban, lalu meminta izin agar bisa menumpang memakai toilet," jawab Mika. "Biasanya tamu selalu seperti itu, 'kan? Ada beberapa yang meminta agar diberi izin menggunakan toilet kepada pemilik rumah. Dan itu tandanya, si pengirim teluh itu bisa dengan leluasa berjalan memasuki bagian dalam rumah tanpa perlu takut dicurigai oleh si pemilik rumah yang mungkin saja tetap duduk di ruang tamu saat si tamu pergi ke toilet. Jadi dia bisa melewati bagian tengah rumah alias ruang untuk menonton televisi, ruang tengah, dapur, dan bahkan juga bisa sampai ke kamar untuk ART."
Alwan dan Rasyid pun jelas menyadari bahwa yang Mika sebutkan barusan adalah benar. Jika si pengirim teluh meminta izin untuk menggunakan toilet dan diberi izin, maka si pengirim teluh itu dengan leluasa bisa melangkahkan kakinya melewati bagian tengah rumah, ruang tengah, dapur, dan bahkan kamar ART. Ketiga rumah korban tersebut memang kebetulan memiliki denah yang sama persis. Seakan ketiga rumah itu dibangun oleh orang yang sama dan pada waktu yang sama.
"Kamu benar, Mik. Hal itu bisa saja terjadi jika si pengirim teluh diizinkan pergi ke toilet oleh pemilik rumah. Sekarang berarti daerah yang harus kita periksa adalah bagian tengah rumah, ruang tengah, dapur, dan kamar ART," ujar Rasyid.
"Ada yang mau bertanya-tanya, kenapa ketiga rumah ini bisa memiliki denah yang sama? Bukankah kalau rumah memiliki denah yang sama biasanya hanya terdapat di sebuah perumahan?" tanya Alwan, yang juga menyadari soal denah ketiga rumah itu.
"Kalau mau tanya pada pemilik rumah, aku rasa mustahil kita hisa mendapat jawaban secepat yang kita inginkan. Mereka sedang tidak bisa berbicara akibat merasa kesakitan. Tapi mungkin Pak Jana tahu soal ketiga rumah ini. Dia RT di Desa ini, 'kan? Haruskah aku keluar dan menanyakan langsung padanya soal ketiga rumah ini?" Mika mengajukan diri.
"Uhm ... kalau kamu tidak keberatan menunda tugasmu, ya, silakan saja. Tapi kalau kamu merasa tidak ingin ditinggal olehku dan Al, mungkin sebaiknya kamu kerjakan dulu tugasmu," jawab Rasyid.
"Aku akan menyusul untuk mencari yang harus aku cari. Sebaiknya aku bicara dulu dengan Pak Jana daripada merasa penasaran mengenai betapa anehnya denah ketiga rumah ini yang bisa sama persis, padahal tempat ini bukanlah sebuah perumahan," putus Mika.
Mika pun segera keluar dari rumah milik Yani dan mencari keberadaan Jana. Ia melihat sosoknya, tepat saat Ziva baru saja akan mengunci makhluk yang diincarnya, di halaman rumah milik Lilis. Jana menatap ke arah Mika dan tampaknya tahu bahwa Mika ada keperluan dengannya.
"Pak Jana, ada yang ingin saya tanyakan," ujar Mika, menarik perhatian Dirga yang saat itu ada di samping Jana.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH RAMBUT
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 6 Setelah dua minggu berlalu, Ziva dan yang lainnya kembali bekerja seperti biasa. Mereka kembali mendapatkan kasus yang terjadi di daerah Majalengka. Perjalanan kali itu tidak seberapa melelahkan, karena mereka...