20 | Yang Akhirnya Datang

980 103 0
                                    

"Oke, Mik! Tunggu!" jawab Ziva dengan cepat.


Raja bergegas meninggalkan Asep dan menghampiri Alwan yang tampak tetap diam di tempatnya. Ia segera melindungi Alwan di balik punggungnya dan bersiap untuk menghadapi makhluk yang muncul di dalam kamar ART di rumah tersebut.

"Apakah makhluk itu akan menyerang aku, jika saja aku tidak memintamu ke sini?" tanya Alwan, berbisik.

"Ya, dia akan menyerang kamu. Itu adalah perintah yang dipesankan oleh si pengirim teluh. Tandanya, si pengirim teluh sudah tahu bahwa saat ini para korban yang tersisa sedang mendapatkan pertolongan," jawab Raja, ikut berbisik.

Mendengar laporan dari Alwan dan Mika yang akhirnya memanggil Ziva dan Raja, Tari pun segera meraih botol berisi air yang sudah ia doakan. Ia beranjak sesaat meninggalkan Lilis untuk menuju ke tempat di mana Rasyid berada. Rasyid terdiam di tempatnya dengan posisi duduk sambil memegangi vacuum cleaner yang belum sempat dibuka. Pria itu tampak sedang berdoa pelan dengan wajah penuh keringat, padahal saat itu keadaan sedang terasa sejuk. Tari pun berasumsi kalau Rasyid merasakan adanya hal yang ganjil, seperti yang Mika dan Alwan lihat di kamar ART rumah milik Yani maupun rumah milik Asep.

"Sayang," panggil Tari, berbisik.

Rasyid pun melirik ke arah Tari dan segera memberi tanda kepada istrinya tersebut agar menghentikan langkah. Tari pun paham dengan tanda itu, dan benar-benar menghentikan langkahnya. Ia pun memutuskan menyimpan botol yang dipegangnya ke lantai, kemudian membuat botol itu menggelinding ke arah kaki Rasyid. Rasyid meraih botol itu ketika akhirnya sampai di ujung kakinya. Pria itu segera menyuruh Tari untuk pergi kembali ke sisi Lilis yang jelas tidak boleh ditinggalkan terlalu lama. Rasyid pun segera membuka botol yang dipegangnya ketika Tari sudah tidak berada di tempat ia melihatnya, lalu berbalik perlahan dan menatap tepat ke kamar ART yang berada tak jauh dari posisinya saat itu.

Ternyata benar firasatnya barusan. Sesosok makhluk kurus berambut panjang dengan lidah menjulur tengah merangkak pelan ke arahnya dari dalam kamar tersebut. Ia bukan seorang indigo seperti Ziva dan Raja. Jadi dirinya sadar betul, bahwa matanya yang mendadak bisa melihat makhluk tak kasat mata saat itu adalah karena keinginan dari si pengirim teluh sebagai bagian dari perlawanan yang dilakukan atas pancingan yang Ziva kirimkan. Datangnya makhluk itu adalah pertanda bahwa sebentar lagi yang tersulit akan segera mereka hadapi.

"Ziva ... Raja ... di kamar ART rumah Bu Lilis juga ada makhluk yang bisa aku lihat. Dia sedang merangkak ke arahku, jadi aku akan menyerangnya duluan sebelum dia menyerangku," ujar Rasyid, meminta persetujuan.

"Duh, Rasyid! Kamu kok enggak bilang dari tadi kalau sudah punya persiapan buat menyerang? Aku jadi enggak punya persiapan apa-apa tahu!" omel Mika, sambil tetap bertahan di tempatnya.

"Demi Allah ... aku juga enggak punya persiapan sama sekali, Mik. Tari yang barusan memberikan air padaku agar aku bisa menyerang makhluk itu. Dia mungkin mendengar soal makhluk yang kamu dan Al lihat di kamar ART," balas Rasyid.

"Serang saja, Ras! Jangan ragu-ragu!" titah Ziva, yang saat itu sudah tiba di tempat Mika berada.

BYURRRRR!!!

Ziva menyiram makhluk itu dengan cepat menggunakan air yang dibawanya, agar Mika tetap aman. Di rumah milik Asep pun demikian. Raja telah menyerang makhluk berwajah hancur yang dilihat oleh Alwan, agar Alwan tidak tertahan di tempatnya. Alwan terpaku saat melihat bagaimana cara Raja menyingkirkan makhluk itu. Ia tampak berusaha menetralkan pikirannya yang baru saja menyaksikan hal baru.

"Al sudah aman," lapor Raja.

"Mika juga sudah aman di sini," balas Ziva.

Raja menatap ke arah Alwan selama beberapa saat.

"Sudah. Insya Allah kamu sudah aman sekarang," ujar Raja, mencoba meyakinkan Alwan.

Alwan pun mengangguk.

"Ya, terima kasih banyak atas bantuannya, Ja. Lain kali tolong ajari aku untuk melakukan hal yang kamu lakukan. Setidaknya ... agar aku tidak perlu memanggilmu dulu jika ada hal yang mendesak seperti barusan," pinta Alwan.

Raja pun tersenyum.

"Ya. Insya Allah nanti akan aku ajari kamu cara melakukannya. Aku kembali dulu ke depan, ya," pamit Raja.

Rasyid masih mencoba menenangkan dirinya setelah menyiram makhluk yang baru saja berupaya menyerang dirinya. Ia sama sekali tidak merasa takut, namun hanya sedikit kaget karena didatangi makhluk tak kasat mata yang sangat agresif.

"Aku juga sudah aman. Aku sudah menyiram makhluk itu dan dia langsung lenyap," lapor Rasyid.

"Oke. Kalau begitu lanjutkan saja tugas yang tadi sempat tertunda. Aku akan kembali keluar sekarang," balas Ziva.

Raja telah kembali ke sisi Asep. Alwan pun segera membuka vacuum cleaner yang kini ada di hadapannya.

"Kalau boleh jujur, ini benar-benar pertama kalinya aku melihat makhluk tak kasat mata dengan sangat jelas di depan mataku. Adakah yang bisa jelaskan, mengapa aku tidak merasa takut sama sekali saat melihat wujudnya tapi justru merasa takut ketika makhluk itu mulai mendekat ke arahku?" tanya Alwan.

"Itu karena imanmu kuat, Al. Kamu sadar bahwa rasa takut itu hanya boleh kita tujukan kepada Allah. Maka dari itulah kamu tidak merasa takut saat melihat wujudnya, tapi kamu takut saat dia mendekat ke arahmu. Takut diserang oleh makhluk seperti itu jelas adalah hal yang manusiawi. Kami semua pun begitu," jawab Tari, mewakili yang lainnya.

"Kamu harus merasa resah kalau rasa takutmu itu adalah karena melihat wujud makhluk yang kamu lihat tadi. Kalau kamu tadi merasa takut diserang, aku dan Ras juga tadi seperti itu kok. Apalagi tadi kita sama-sama tidak ada persiapan apa pun untuk melawan balik makhluk itu. Kamu enggak perlu merasa khawatir, Al," tambah Mika.

"Wah ... tumben sekali Mika Kanigara bisa bicara dengan kata-kata yang bijak. Kamu pasti habis salah makan, ya, Mik?" tanya Hani, dengan sengaja.

Mika langsung merasa gemas dalam sekejap usai mendengar pertanyaan itu, sementara yang lainnya kini mulai menahan-nahan tawa mereka kembali seperti tadi.

"Aku bertingkah konyol, salah. Aku bertingkah menyebalkan, salah. Sekarang aku bicara dengan bijak, salah juga. Kapan aku bisa terlihat benar di matamu, Han? Kapan?" protes Mika.

"Terima saja, Mik. Kamu itu cuma bisa dianggap benar kalau Santi yang lihat. Kalau kami yang lihat, kamu tidak ada benar-benarnya," balas Rasyid, lebih membela Hani.

"Astaghfirullah ... Ya Allah, apa dosaku sehingga memiliki sahabat yang luar biasa mengesalkan seperti mereka?" keluh Mika.

"Terus fokus pada tugas kalian semua. Ada orang yang datang dan akan aku hadapi," ujar Ziva, mengabarkan.

Semua yang mendengar kabar itu pun segera terdiam di tempat masing-masing. Mereka segera memfokuskan diri seperti yang diperintahkan oleh Ziva.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang