6 | Taktik Yang Ziva Cetuskan

1K 115 0
                                    

Jana melihat kedatangan Dirga dan segera mendatanginya. Ia bisa melihat bahwa kali itu Dirga tidak hanya membawa beberapa orang anak buahnya saja, tetapi juga membawa orang lain bersamanya. Jana mencoba menebak-nebak, tentang siapa orang-orang yang dibawa oleh Dirga saat itu. Ia cukup penasaran, karena tampaknya beberapa orang sedang mengawasi keadaan di Desa tersebut.


"Assalamu'alaikum, Pak Jana," sapa Dirga.

"Wa'alaikumsalam, Pak Dirga," balas Jana, sambil menjabat tangan Dirga.

"Saya datang kali ini membawa anggota tim yang akan mencoba membantu memecahkan kasus sakit misterius yang menimpa para korban. Saya harap, tidak ada lagi penolakan dari para korban yang masih hidup, karena saya tidak ingin ada lagi korban yang meninggal dunia," jelas Dirga.

"Insya Allah tidak akan ada yang menolak lagi, Pak Dirga. Istri Almarhum Pak Ramzi dan Istri Almarhum Pak Ahmad sangat terpukul atas kematian Suami serta anaknya. Mereka menyesal karena tidak mau mengikuti saran dari Pak Dirga untuk mengundang orang-orang itu secepat mungkin. Padahal Pak Asep yang tinggal di rumah paling ujung sudah setuju dengan saran Pak Dirga. Tapi semua harus tertunda karena Bu Lilis dan Bu Yani menolak dengan keras saran itu," ujar Jana, menyampaikan tentang sesal yang terjadi pada kedua wanita tersebut.

"Saya juga jelas tidak bisa memaksakan saran saya, Pak. Bahkan niatan saya mengundang mereka ke sini adalah karena Pak Asep setuju dengan saran saya tersebut. Awalnya memang tujuan saya hanyalah untuk memberi bantuan pada Pak Asep lebih dulu, karena hanya dia yang mau ditolong. Tapi sekarang mereka jelas akan menolong Bu Yani dan Bu Lilis juga, terlebih setelah ada tiga orang yang meninggal dunia."

Dirga segera memberi tanda pada Tari dan Rasyid untuk mendekat. Raja dan Ziva saat itu sedang mengamati keadaan Desa tersebut, sehingga Tari segera meminta pada Dirga untuk tidak mengganggu kegiatan mereka. Dirga pun paham dengan hal itu, lalu kembali fokus pada Jana untuk memperkenalkan Rasyid dan Tari sebagai perwakilan dari tim tersebut.

"Apa aku tidak salah lihat, ya? Makhluk-makhluk yang ada di sekeliling rumah-rumah warga yang sakit, terus menatap ke arah kita, 'kan?" tanya Raja.

"Ya. Kamu benar, Sayang. Makhluk-makhluk itu memang menatap ke arah kita sejak awal. Dan mungkin akan terjadi sesuatu kalau kita mendekat ke wilayah tempat mereka berada," jawab Ziva.

"Menurutmu apa yang akan terjadi, kira-kira?"

"Bisa berbagai macam hal yang terjadi. Aku tidak bisa memprediksi."

"Berarti kita harus memperingatkan Rasyid dan yang lainnya agar berhati-hati. Karena mereka tidak bisa melihat makhluk-makhluk itu seperti bagaimana kita melihatnya," saran Raja.

"Ya, mereka harus diberi tahu sebelum terjadi sesuatu yang tidak bisa diatasi," Ziva setuju.

Mereka berdua pun kini berjalan menuju ke tempat di mana Rasyid dan Tari berada. Dirga tampak sedang berbicara pada anak buahnya dan memberi perintah untuk melakukan pengamanan selama mereka berada di Desa tersebut. Rasyid dan Tari kini tampak sedang mendengarkan penjelasan dari Jana. Jana jelas lebih tahu semua hal yang terjadi kepada para warganya. Maka dari itulah Rasyid dan Tari memilih untuk mengorek informasi secara langsung dari Jana. Sebelum pekerjaan dimulai, mereka jelas membutuhkan lebih banyak keterangan agar tidak salah mengambil langkah.

"Saya pikir mungkin butuh dipanggilkan Dokter lagi, Pak Rasyid. Tapi ternyata, tiga-tiganya meninggal tidak lama setelah berteriak-teriak itu," ujar Jana.

"Kalau boleh tahu, apa yang mereka teriakkan Pak Jana? Apakah teriakannya cukup jelas untuk didengar saat itu?" tanya Rasyid.

"Mereka berteriak-teriak begini, Pak, 'tidak, saya tidak mau berikan, pokoknya tidak mau, ini milik saya'. Begitu terus berulang-ulang, sampai akhirnya berhenti ketika sakaratul maut," jawab Jana.

Mendengar jawaban itu, tatapan Rasyid pun langsung terarah kepada Ziva yang kini telah berdiri tepat di samping Tari.

"Apakah teriakan itu juga diucapkan oleh anak yang meninggal, Pak Jana?" tanya Ziva.

"Iya, Bu. Betul. Almarhum Danang juga berteriak begitu sebelum meninggal. Tapi kalimatnya agak beda. Dia berteriak 'tidak, tidak akan kami berikan, pokoknya tidak, ini milik keluarga saya', begitu, Bu."

"Berapa usia Almarhum Danang kalau boleh tahu, Pak Jana?" Ziva kembali mengajukan pertanyaan.

"Sembilan belas tahun, Bu."

Ziva pun menganggukkan kepalanya usai mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Wanita itu kini menatap tepat ke arah Rasyid yang masih mencatat jawaban-jawaban dari Jana.

"Mau menjelaskan, mengapa kamu menanyakan kedua hal tadi pada Pak Jana?" tanya Rasyid, setelah Jana pergi ke arah tempat Dirga berada.

"Aku merasa yakin kalau yang terjadi pada para korban adalah karena persoalan kepemilikan suatu hal. Entah itu tanah, lahan pertanian, tempat usaha, atau bisa juga soal kepemilikan rumah yang mereka tinggali," jawab Ziva.

"Dari sudut pandang mana kamu bisa menyimpulkan seperti itu, Ziv?" Tari ingin tahu.

"Dari sudut pandang yang pertama meninggal dunia. Di antara keenam korban, yang meninggal lebih awal adalah Kepala Keluarga dan juga ahli waris. Hal itu menandakan, bahwa siapa pun yang mengirimkan teluh pada mereka adalah orang yang ingin pertahanan sebuah keluarga menjadi rentan. Kalau Kepala Keluarga dan ahli waris tidak ada, maka anggota keluarga yang tersisa akan sangat mudah untuk dikendalikan. Jadi, apa pun yang sedang diinginkan saat ini sudah jelas bisa berpindah kepemilikan pada tangan orang yang mengirim teluh," jelas Ziva.

"Berarti kita harus mulai bertanya-tanya pada anggota keluarga yang masih hidup mengenai siapa kira-kira orang yang begitu menginginkan hal yang keluarga mereka miliki," putus Rasyid.

"Ya, tapi tahan dulu," cegah Ziva.

Rasyid dan Tari pun kini sama-sama mengernyitkan kening mereka, saat mendengar Ziva mencegah apa yang akan mereka lakukan.

"Kenapa? Kok tumben sekali kamu langsung mencegah kami berdua?" heran Tari.

"Semua makhluk halus yang kami lihat di sekitar rumah para korban saat ini sedang melihat ke arah kita berempat. Sudah sejak awal seperti itu dan kami berdua mencurigai akan terjadi sesuatu jika kita asal menjejakkan langkah ke sana," jawab Raja, menjelaskan tentang alasan Ziva mencegah.

"Aku tidak mau terjadi sesuatu yang tidak bisa kita tangani. Jadi sebaiknya, biarkan aku dan Raja yang lebih dulu pergi ke rumah para korban. Jika kami mendapatkan jawaban mengenai alasan makhluk-makhluk itu menatap ke arah kita, maka kami akan segera memberi tahu kalian secepatnya," tambah Ziva.

"Oke. Kalau begitu kami akan menunggu di sini, sekalian menunggu kedatangan Dokter Alwan, Mika, dan Hani," tanggap Rasyid.

Ziva dan Raja pun segera bersiap-siap akan pergi ke rumah para korban. Namun Ziva sempat menghentikan langkahnya dan berbalik menatap ke arah Rasyid.

"Kalau orang aneh itu muncul, langsung saja katakan pada Pak Dirga untuk memerintahkan anak buahnya menyingkirkan dia. Kamu jangan buang-buang tenaga dan meladeni tantangannya. Menguras tenaga dan emosimu adalah hal yang paling dia inginkan, jadi jangan penuhi," pesan Ziva.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang