Zafran memarkirkan mobilnya setelah tiba di Desa Cikijing. Tatapannya terarah langsung kepada Tari yang selalu saja didampingi oleh Rasyid dan juga anggota timnya yang lain. Ia juga melihat Alwan di dekat mereka, sehingga hal itu membuat rasa marahnya kembali lagi. Ia benar-benar tidak pernah menyangka akan mengalami kesialan selama dua hari berturut-turut. Kemarin saat dirinya tengah memeriksa salah satu korban bernama Lilis, ia sengaja mengajaknya bercanda karena merasa lucu saat tahu kalau wanita itu memiliki suami yang sudah tua. Padahal menurutnya Lilis adalah wanita yang lumayan cantik dan menarik. Sayangnya, suami wanita itu langsung membentak-bentak dirinya dan bahkan mengusirnya saat tengah mencoba mengajak Lilis bercanda. Hal itu jelas membuatnya merasa malu, karena banyak sekali warga Desa yang menatap kesal dan jijik ke arahnya.
Begitu pula dengan kejadian tadi. Ia benar-benar tidak mengira kalau wanita secantik dan semuda Tari ternyata sudah menikah. Yang lebih mengejutkan baginya adalah, suami Tari adalah salah satu anggota dari tim yang dipimpin oleh wanita itu. Ia benar-benar merasa dipermalukan saat Rasyid langsung menunjukkan tatapan marah ke arahnya. Ditambah juga dengan amarah lainnya serta larangan untuk ikut campur dalam urusan kasus di Desa Cikijing dari Ziva, yang ternyata adalah Adik ipar Tari. Semua kesialan itu mendadak komplit mendatangi dirinya pada satu waktu yang sama. Namun, Zafran jelas tidak akan memenuhi apa yang Ziva tegaskan kepadanya, tadi. Ia akan tetap mencoba ikut campur sampai akhir."Siapa tahu aku bisa sukses menggoda Tari yang cantik itu, jika aku pantang mundur. Aku jelas tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat ekspresi penuh emosi di wajah Rasyid yang sombong itu, saat aku berhasil membuat Istrinya tergoda padaku," gumam Zafran, penuh niatan buruk.
Zafran pun turun dari mobilnya dan hendak berjalan mendekat ke arah tempat berkumpulnya orang-orang yang sudah ia perhatikan sejak tadi. Namun baru saja ia berjalan beberapa langkah, dirinya sudah dihalangi oleh lima orang anak buah Dirga yang ditugaskan untuk mengamankan wilayah sekitar seperti permintaan Rasyid. Hal itu membuat Zafran terdiam selama beberapa saat, lalu tetap mencoba santai di depan lima orang Polisi tersebut.
"Saya mau mendekat ke sana, Bapak-bapak. Saya juga akan ikut serta dalam ...."
"Maaf, Dokter. Keenam anggota tim itu tidak membutuhkan dua orang Dokter selama mereka akan bekerja. Mereka hanya membutuhkan Dokter Alwan di sana dan tidak ada lagi Dokter lain yang boleh masuk selain Dokter Alwan," potong salah satu dari kelima Polisi yang menghadang.
Zafran pun seketika kehilangan senyumannya dan menatap marah ke arah lima orang Polisi tersebut.
"Kalau saya bilang minggir, ya, minggir! Saya mau ...."
"Kalau anda bersikeras ingin mendekat ke sana, maka kami berlima akan menembak kaki anda di tempat. Itu adalah perintah langsung dari Pak Dirga!" tegas Polisi lainnya.
Kelima Polisi itu kini terlihat mengeluarkan pistol mereka masing-masing dan bersiap untuk menjalankan perintah dari Dirga. Zafran jelas tidak punya jalan lain selain mundur dan pergi dari Desa tersebut. Dirinya akan terkena tembakan jika sampai memaksa untuk mendekat ke tempat semua orang itu berada. Ia merasa sangat geram dan ingin sekali meluapkan emosinya. Namun dirinya tetap ingat untuk menjaga nama baik, jika tidak ingin ada yang menilainya sangat buruk.
Zafran pun segera mundur dan kembali berjalan ke arah mobilnya. Pria itu memasuki mobilnya dan mulai memukuli kemudi yang ada di hadapannya setelah menutup pintu. Emosinya benar-benar memuncak. Niatnya terhadap Tari tidak bisa ia realisasikan, padahal perasaannya sudah sangat menggebu-gebu sejak tadi setelah dirinya merasakan ketertarikan pada wanita itu. Ia belum pernah melihat wanita secantik Tari selama ini. Wanita itu memiliki daya tarik yang begitu memikat bagi Zafran, sehingga Zafran merasa penasaran terhadapnya meski sudah tahu bahwa Tari sudah memiliki suami. Bagi Zafran, dirinya merasa tertantang jika wanita yang didekatinya sudah dimiliki oleh orang lain. Ia bisa merasa senang saat melihat bagaimana pria yang memiliki Tari akan merasa hancur, ketika Tari tergoda padanya.
"Aku tidak akan menyerah sampai di sini! Aku akan berusaha sekeras mungkin untuk menggoda kamu, Tari! Aku akan buat kamu berpaling dari Rasyid yang sombong itu!" geram Zafran.
Mika dan Alwan kini menatap ke arah Rasyid yang tampak begitu tenang. Mereka berdua berusaha untuk tidak tersenyum, karena tidak ingin diceramahi oleh pria itu.
"Pak Rasyid tadi bilang apa pada Pak Dirga, sehingga langkah Dokter Zafran benar-benar bisa diblok seperti itu oleh anak buahnya Pak Dirga?" tanya Alwan.
Rasyid pun mulai tersenyum tertahan.
"Saya minta pada Pak Dirga untuk menembak kakinya Dokter Zafran, jika dia masih mencoba untuk ikut campur dalam kasus yang sedang kita tangani, Dokter Alwan. Oh ya ... mari jangan saling memanggil menggunakan kata 'saya', Dokter. 'Aku-kamu' saja, agar kita tidak terdengar seperti orang canggung. Dan panggil saja aku Rasyid atau Ras, jangan pakai 'Pak'," pinta Rasyid, usai memberi jawaban.
Mika, Tari, dan Hani jelas tahu apa maksud Rasyid meminta begitu. Pria itu jelas merasa dirinya sangat tua sekali jika sampai ada yang memanggilnya dengan sebutan 'Pak'. Mereka bertiga langsung menahan tawa agar tidak perlu ada yang mendapat ceramah rohani dari Rasyid.
"Kalau begitu mari jangan panggil 'Dokter' terhadapku. Panggil saja, Al. Sejak dulu aku memang dipanggil seperti itu. Usia kita mungkin tidak jauh berbeda," tanggap Alwan.
"Memangnya usia kamu berapa saat ini? Oh, biar aku tebak ..." Mika berlagak seperti cenayang, "... tiga puluh dua?"
Alwan pun langsung menutup kedua matanya sambil meringis pelan saat mendengar tebakan yang Mika buat. Rasyid pun terkekeh pelan sambil menepuk-nepuk pundak Alwan dengan santai.
"Saat ini kamu pasti ingin sekali meninju wajah Mika, 'kan?" tanya Rasyid.
"Kok kamu bisa tahu?" heran Alwan.
"Karena kami sudah sering sekali mengalami apa yang baru saja kamu alami. Kami sudah bertahun-tahun bersahabat dengan Mika, dan tidak ada satu pun hari yang kami lewatkan tanpa merasa ingin meninju wajahnya, menjambak rambutnya, dan mencakar seluruh kulitnya yang terlihat," jawab Hani, sangat jujur.
"Bersahabat?" Alwan kembali merasa heran. "Kamu dan Mika Kakak-beradik, 'kan?"
"Itu hanya dalih yang aku gunakan untuk menjaga Hani saat sedang bekerja. Hani jelas butuh untuk dilindungi, terutama jika ada laki-laki yang tingkahnya seperti Dokter Zafran. Aku anak tunggal di keluargaku, begitu pula dengan Hani di keluarganya," jelas Mika.
Alwan pun akhirnya menganggukkan kepala usai mencoba memahami penjelasan yang didengarnya.
"Jadi ... berapa usia kamu sekarang?" Rasyid sangat ingin tahu.
"Dua puluh delapan tahun. Empat tahun lebih muda dari tebakan Mika."
Alwan tampak menyipitkan kedua matanya ke arah Mika, sementara Mika kini tertawa cekikikan saat tahu kalau tebakannya salah besar. Hani dengan tulus ikhlas langsung meninju bahu Mika akibat mendengar tawa cekikikan dari mulut pria itu.
"Jangan ketawa cekikikan begitu, Mik! Jangan coba-coba menyaingi Nyai, ya! Itu tugas dan pekerjaan tetapnya, Nyai, tidak boleh diganggu gugat!" tegas Hani.
Ziva dan Raja pun muncul tak lama kemudian. Wajah mereka tampak sangat pucat, sehingga menimbulkan tanda tanya bagi yang lainnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH RAMBUT
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 6 Setelah dua minggu berlalu, Ziva dan yang lainnya kembali bekerja seperti biasa. Mereka kembali mendapatkan kasus yang terjadi di daerah Majalengka. Perjalanan kali itu tidak seberapa melelahkan, karena mereka...