2 | Istirahat Sejenak

1.1K 109 2
                                    

Mobil milik Rasyid melaju di depan mobil milik Raja. Hani ikut di mobil milik Mika dan mobil itu melaju di belakang mobil Raja. Perjalanan ke Majalengka dari Jakarta menghabiskan waktu kurang lebih dua jam empat puluh lima menit. Selama perjalanan itu berlangsung, keenam orang tersebut terus berkomunikasi melalui ponsel untuk mendiskusikan banyak hal mengenai kasus yang akan mereka tangani.


"Ada berapa orang warga yang terkena sakit misterius itu?" tanya Ziva.

"Ada sekitar enam orang yang terkena sakit misterius itu, Ziv. Mereka berada di rumah-rumah yang berbeda," jawab Tari, melalui earbuds yang terus terpasang di telinga masing-masing anggota tim.

"Separah apa sakit misterius yang diderita oleh keenam warga tersebut?" tanya Hani.

"Menurut Pak Dirga, mereka terus saja mengeluhkan soal sakit pada perut yang amat sangat menusuk setiap kali mereka sedang beraktivitas. Hal itu membuat mereka akhirnya tidak lagi bisa bekerja dan makan. Setiap kali mereka makan, rasa sakit pada perut mereka akan menjadi semakin parah. Ada dua orang Dokter yang dibawa oleh Pak Dirga kemarin untuk memeriksa kondisi mereka, namun kedua orang Dokter tersebut sama sekali tidak bisa menemukan adanya gejala penyakit apa pun pada para korban. Kedua orang Dokter itu juga akan menemui kita saat kita tiba di Polres Majalengka, nanti. Mereka ingin memberikan keterangan secara langsung agar kita paham tentang kondisi medis para korban yang telah diperiksa," jelas Tari.

"Berarti akan ada banyak pihak yang bertemu dengan kita hari ini, ya? Apakah Ziva dan Raja tidak akan terganggu jika ada banyak pihak yang masuk ke dalam urusan kita?" tanya Mika, terdengar sedikit khawatir.

"Buatlah banyak pihak itu menjauh dari ranah yang akan kami jamah. Itu 'kan jelas keahlian kamu dan Rasyid," jawab Raja, sambil menahan tawa.

"Wah ... apakah hari ini aku harus menjadi tameng untuk kamu dan Istrimu yang galak? Ha-ha-ha-ha-ha!" Mika tertawa sumbang.

"Hei ... aku enggak galak, ya, Mik! Jangan asal sebar isu kamu!" omel Ziva.

"Ziv, aku ada di sampingnya Mika, loh. Kamu enggak mau request apa gitu, untuk membuat Mika merasakan akibat dari mulutnya yang hobi sebar isu tidak benar?" gosok Hani.

"Hei, jangan pancing-pancing Ziva, ya! Aku akan turunin kamu di pinggir jalan kalau kamu sampai berani gosok-gosok Ziva," ancam Mika.

"Dan kamu akan langsung digeprek oleh Ziva, Tari, Rasyid, dan Raja jika sampai melaksanakan ancamanmu barusan," balas Hani, selalu tahu kalau dirinya adalah kesayangan semua orang.

Mika pun kembali kalah untuk yang kesekian kalinya, dan mendengar tawa-tawa bahagia dari earbuds yang masih menempel di telinganya. Mereka benar-benar senang saat Mika akhirnya selalu saja terpojok, padahal biasanya Mika yang selalu memulai perdebatan di antara mereka.

"Kalau boleh jujur, aku pengen sekali-sekali memenangkan perdebatan dengan kalian," ujar Mika.

"Mana bisa, Mik? Kamu memenangkan hatinya Santi saja hanya karena kalian punya banyak kecocokan. Andai kata kamu dan Santi tidak punya banyak kecocokan, kamu tidak akan bisa semudah itu memenangkan hatinya. Nah ... begitu pula dengan perdebatan bersama kami. Kamu tidak akan bisa memenangkannya, karena kamu tahu bahwa kami selalu punya jurus pamungkas untuk membungkam bibirmu yang tidak semanis madu itu," balas Rasyid, apa adanya.

Mobil yang mereka kemudikan singgah sebentar pada sebuah rest area kilometer seratus satu, tol Cipali. Mereka beristirahat sejenak untuk melepas lelah setelah menyetir cukup lama. Tari dan Hani bahkan membagi makanan yang mereka bawa dari rumah, dengan tujuan agar semua anggota tim saat itu bisa mengisi perut, sehingga tidak ada yang merasa kelaparan ketika tiba di Polres Majalengka.

"Wah ... lemper ayam memang makanan favoritku. Rasanya enak tapi tidak membuat cepat bosan meski banyak di makan," Mika berkata jujur.

"Satu bungkus lemper ayam itu harganya dua puluh ribu, ya, Mik. Kamu sudah makan enam, tuh. Jadi totalnya seratus dua puluh ribu," ujar Hani.

Mika pun seketika langsung tersedak dan panik mencari botol air minum miliknya. Pria itu meneguk air sampai habis setengah botol, lalu menatap ke arah Hani seakan siap mencakar wajahnya.

"Kamu itu kalau aku lagi makan selalu saja hobi menyebutkan harga! Kenapa bukan Raja atau Rasyid yang kamu tagih, hah? Kenapa cuma aku? Lagian, mana ada lemper ayam besarnya tidak seberapa tapi harganya sampai dua puluh ribu? Mahal banget, Han," protes Mika.

Ziva dan Tari tertawa tanpa bisa ditahan saat melihat ekspresi Mika yang benar-benar naik darah akibat kejahilan Hani. Hani sendiri hanya menatap sinis ke arah Mika sambil tersenyum miring.

"Aku enggak menagih pada Raja dan Rasyid karena mereka adalah pria-pria yang tahu diri. Mereka makan secukupnya, satu atau dua bungkus saja, karena mereka ingat bahwa di dalam tim kita ada enam orang dan semua harus kebagian makanan. Kalau kamu 'kan enggak. Kamu itu kalau sudah ketemu makanan enak langsung lupa diri. Comot lagi, comot lagi, comot lagi. Kami belum habis satu bungkus, kamu sudah habis enam bungkus. Kamu lapar atau rakus, hah?" balas Hani.

Hani benar-benar menumpahkan ceramah rohani yang sangat menohok kepada Mika. Membuat Mika langsung melirik daun pisang bekas bungkusan lemper ayam milik Rasyid dan Raja. Benar saja, daun pisang bekas bungkusan lemper ayam milik kedua pria itu hanya berjumlah dua buah, sementara dirinya sudah menghabiskan enam buah lemper ayam. Hal itu jelas menekankan, bahwa Hani memang diperbolehkan mengeluarkan kejulidannya kepada Mika dengan penuh ketulusan.

"Itu ... aku ... uhm ... sebenarnya aku belum makan apa-apa dari pagi, Han. Makanya ...."

Ucapan Mika mendadak berhenti saat Tari memperlihatkan postingan Instagram milik Santi tadi pagi, yang memperlihatkan bahwa Santi dan Mika sempat sarapan bersama di depan rumah sakit tempat Santi bekerja.

"Belum makan apa-apa, tapi bubur ayam masuk ke perut dua mangkuk, ya, Mik? Wah ... apa captionnya calon Istrimu yang salah, atau bibirmu yang butuh dijepit pakai catokan?" geram Tari.

Raja dan Rasyid langsung tertawa kompak, usai mengetahui kalau Santi sempat mengabadikan apa yang terjadi pagi tadi bersama Mika. Hani kini mulai mengumpulkan semua daun pisang bekas lemper ayam, lalu bersiap akan menimpuk wajah Mika yang ketahuan berbohong.

"Coba kalau tahu bahwa dirimu enggak bisa bohong itu, jangan sekali-kali mencoba bohong! Suka enggak tahu diri betulan anak ini!" amuk Hani.

"Ampun, Han. Ampun," mohon Mika, yang kini mencoba untuk tidak terkena lemparan daun pisang dari Hani.

"Sudah ... sudah ... ayo, kita lanjut jalan lagi," ajak Ziva.

Mereka pun segera kembali ke mobil masing-masing setelah mengumpulkan sampah bekas makanan tadi. Ketiga mobil itu pun kembali melanjutkan perjalanan agar bisa tiba di Polres Majalengka sebelum waktu shalat dzuhur tiba.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang