5 | Informasi Tentang Zafran

1.1K 104 3
                                    

Raja menatap ke arah Ziva yang saat itu sedang membuka ransel miliknya. Ia masih memikirkan tentang apa yang Ziva katakan tadi, demi membuat Rasyid tidak meledakkan emosi dan demi membuat Zafran tidak ikut campur lagi dengan kasus yang mereka tangani.


"Ras tadi sudah siap meledak. Aku yakin kamu tahu," ujar Raja.

"Ya, aku tahu. Maka dari itulah aku dengan cepat menyahuti ucapannya Dokter Zafran. Aku tidak mau Ras meledak di depan umum. Bisa jadi berbahaya kalau Ras sampai meledakkan emosinya tadi. Dia sangat mencintai Tari dan dia tidak mau Tari diusik oleh siapa pun. Jadi kalau Ras mendadak meluapkan emosi, sudah jelas bukan hal baik yang akan kita lihat. Jadi aku dengan cepat mengambil alih tugas menjawab pertanyaan aneh dari Dokter Zafran," jelas Ziva.

Raja pun akhirnya paham dengan keputusan Ziva yang mendadak memilih menjawab pertanyaan dari Zafran, tadi. Apa yang Ziva lakukan jelas bertujuan baik, agar tidak ada mood yang rusak sebelum pekerjaan mereka dimulai.

"Lagi pula bagiku, apa yang kamu lakukan tadi jelas sudah sangat tepat. Dokter Zafran jelas tetap akan ikut dengan kita saat ini, jika bukan kamu yang memberi jawaban tegas dan lugas seperti tadi. Kamu benar karena memilih langsung bicara pada intinya, tentang rasa tidak sukamu atas ucapan tidak sopan yang dia lakukan terhadap Tari. Aku juga tidak suka dia bicara seenaknya pada wanita. Meski dia tidak tahu kalau Tari sudah memiliki Suami atau belum, kata-katanya tadi sangatlah tidak pantas untuk keluar dari mulut seorang pria."

"Ya, kamu benar soal itu. Maka dari itulah aku juga merasa marah. Jadi jangan heran kalau aku sampai bersikap seperti tadi."

Raja pun tersenyum dan segera mengusap pipi Ziva dengan lembut dengan tangan kirinya yang bebas dari kemudi. Ia selalu saja merasa gemas kepada istrinya, tak peduli sudah seberapa sering dirinya menghadapi Ziva. Baginya, Ziva selalu saja berhasil membuatnya penasaran dalam berbagai hal yang berbeda. Sehingga hal itu jelas membuat Raja tak pernah mau berada jauh dari Ziva.

Di mobil milik Rasyid, Tari masih mencoba membuka kembali berkas yang disusunnya sejak kemarin di kantor. Ada beberapa hal yang kembali dibaca olehnya, sementara Rasyid kini sedang berkonsentrasi mengikuti mobil milik Dirga yang melaju tepat di depan mobilnya.

"Pak Dirga sama sekali belum membahas soal perkara kelelahan yang kemarin dibahas olehnya bersamaku. Apakah hal itu mungkin karena dia terlalu fokus pada kondisi para korban, ya?" pikir Tari.

"Mungkin Pak Dirga sejak tadi sibuk mencoba menetralkan suasana, agar aku tidak perlu meninju wajah Dokter kurang ajar itu," jawab Rasyid, datar.

Tari kini menoleh dan menatap ke arah Rasyid. Ia segera mengusap lembut rambut suaminya agar perasaannya bisa kembali tenang.

"Aku tahu kamu cemburu dan marah karena ucapan Dokter tadi. Tapi saat ini kita sedang bekerja, jadi kita harus fokus pada tujuan kita. Lagi pula, Ziva sudah membuat Dokter itu tidak ikut bersama kita ke Desa Cikijing. Aku rasa itu sudah cukup untuk membuat kita berdua merasa tenang tanpa kehadirannya," ujar Tari, mencoba membujuk Rasyid agar tidak marah lagi.

"Lain kali kalau kamu memperkenalkan diri beserta anggota tim kita, langsung saja katakan bahwa aku adalah Suamimu. Aku tidak mau lagi ada kejadian seperti tadi. Dadaku rasanya panas karena Istriku dijadikan bahan candaan oleh laki-laki lain tepat di depan mataku. Kamu bersedia melakukan itu, 'kan?" tanya Rasyid.

"Iya, Sayang. Insya Allah aku akan lakukan hal itu sesuai dengan yang kamu mau. Sekarang jangan marah lagi, ya. Tenangkan dirimu," pinta Tari.

Rasyid pun menganggukkan kepalanya. Ia pun segera berusaha untuk tidak lagi menunjukkan amarahnya dan fokus pada pekerjaan yang akan mereka hadapi. Tari benar, Ziva sudah membuat laki-laki bernama Zafran itu tidak lagi ikut serta di dalam urusan kasus yang mereka tangani. Hal itu jelas tidak boleh diabaikan oleh Rasyid. Ziva sangat peka, dan kepekaannya jelas melampaui apa yang bisa orang lain pikirkan.

Ponsel milik Tari berdering tak lama kemudian. Nama Mika muncul pada layarnya dan membuat ia segera mengangkat telepon tersebut.

"Halo, assalamu'alaikum, Mik," sapa Tari.

"Wa'alaikumsalam, Tar. Aku sama Hani dan Dokter Alwan sedang menuju ke Desa Cikijing, sekarang. Transducer milik Dokter Alwan sudah ada di mobilku dan kami akan segera menyusul ke sana," ujar Mika, memberi laporan.

"Oke, Mik. Aku akan kabari hal itu pada Raja dan Ziva," tanggap Tari.

"Beri tahu Raja dan Ziva sekalian, bahwa mereka berdua tetap harus waspada dengan kemunculan Dokter Zafran. Menurut Dokter Alwan, sejak kemarin Dokter Zafran tingkahnya memang sudah terlihat tidak sopan. Dia bahkan sampai harus dibentak oleh Almarhum Suami Bu Lilis yang baru saja meninggal tadi, gara-gara membercandai Bu Lilis yang sedang berteriak-teriak kesakitan," jelas Mika, sengaja memberi peringatan.

Mendengar hal itu, Tari maupun Rasyid kini saling melirik satu sama lain selama beberapa saat. Mereka jelas merasa tidak habis pikir dengan kelakuan Zafran yang ternyata sudah tidak baik sejak awal.

"Oke, Mik. Aku juga akan sampaikan hal itu pada Ziva dan Raja. Terima kasih atas informasinya. Hati-hati di jalan, ya, Mik," pesan Tari.

"Oke, Tar. Aku tutup dulu teleponnya. Assalamu'alaikum," pamit Mika.

"Wa'alaikumsalam."

Tari kini menatap ke arah Rasyid yang tengah tersenyum miring usai mendengar informasi tentang Zafran dari Mika.

"Pantas saja sejak awal kulihat dia sudah tidak baik perasaanku. Benar-benar di luar nalar kelakuannya ternyata," ujar Rasyid, sangat menohok.

"Aku akan segera mengabari Ziva."

"Iya, Sayang. Segeralah kabari semua yang Mika sampaikan barusan, termasuk tentang Dokter aneh itu," tanggap Rasyid.

Rasyid maupun Tari benar-benar tidak sudi menyebut namanya sejak tadi. Apa yang Zafran lakukan tadi jelas amat sangat membekas diingatan keduanya.

"Tapi anehnya Pak Dirga tidak segera menyuruh pergi Dokter itu jika memang sejak kemarin dia sudah berulah. Ada apa, ya? Bukankah itu aneh?" tanya Rasyid.

"Mungkin Pak Dirga punya alasan tertentu sehingga tidak menyuruh Dokter itu pergi atau berhenti ikut campur di dalam kasus. Mari nanti kita tanyakan bersama," usul Tari.

"Ya, kamu benar. Sebaiknya kita tanyakan sendiri pada Pak Dirga, agar kita tahu ada alasan apa di balik diamnya sejak kemarin mengenai persoalan sikap dan ucapan tidak sopan Dokter itu," Rasyid setuju.

Mobil mereka kini telah memasuki wilayah Desa Cikijing. Bendera kuning tampak sudah terpasang pada gapura jalan, yang menandakan bahwa ada orang yang baru saja meninggal dunia. Mereka kini harus mulai fokus pada apa yang akan dihadapi pertama kali.

* * *

TELUH RAMBUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang