❄'𝚂𝚎𝚗𝚍𝚞.³¹

62 10 0
                                    

༺𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 ❆ 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔༻

Hening, lorong rumah sakit itu benar-benar sunyi. Seolah tak ada kehidupan yang berjalan di sana. Terilihat pula seorang gadis yang sedang gelisah di dekat ruang gawat darurat.

Penampilannya acak-acakan, raut gelisah. Temannya baru saja dilarikan ke ruang gawat darurat akibat kecelakaan pasca karyawisata sekolah. Gempa bumi terjadi saat mereka berada di Lunaire River. Lebih detilnya lagi mereka berada di jembatan.

Kala itu, jembata tiba-tiba saja retak. Tiang pembatas ambruk, temannya terjatuh bersama puing-puing jembatan. Ia melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri.

Keselamatannya saja saat itu terancam, tapi temannya itu masih bisa menyelamatkan orang lain. Sekalipun orang itu adalah pembully setianya. Yang bahkan, ia bisa tak selamat karena harus mendorong sosok itu supaya tak terjatuh.

Kacau, semuanya kacau. Rencana dari karyawisata ini untuk menghibur mereka usai penat menjalani ujian akhir, bukan malah untuk berduka. Sial, memang ya? Takdir itu tidak ada yang tahu.

Sedari tadi batinnya terus melantunkan doa, sekaligus meraung-raung tak terima atas kejadian itu. Hati seorang teman yang mana, yang sanggup tenang setelah melihat temannya jatuh dan hilang kesadaran seperti itu. Mungkin jika biasanya terjadi, ia akan menerwatakannya, selepas itu menolongnya. Namun, ini adalah hal lain, yang tidak bisa disamakan.

Memang raganya ada di sana, sentiasa menemani temannya itu. Namun, lain halnya dengan pikirannya, yang tertuju ke sana kemari. Pihak sekolah sama sekali tak ada niatan untuk mempertanggung jawabkan kecelakaan ini. Sedangkan si pelaku, malah melarikan diri.

Ada lagi satu dari mereka, yang tengah memperjuangkan kedua hal tersebut. Meminta pertanggung jawaban sekolah, dan mengejar si pelaku. Setidaknya ada satu hal lagi yang harus ia segera urus. Keluarga dari korban.

Usai meminta kakaknya kemari, ia lantas menghubungi keluarga korban. Ia tak akan minta macam-macam, ia hanya akan mengabari dan meminta keluarga korban itu datang.

"Assalamualaikum," ujarnya dalam sambungan telepon.

"Waalaikumsalam, siapa?"

"Solar, temannya Ice."

"Ternyata masih ada yang peduli dengannya."

"Ada apa dengannya sekarang?"

Solar sedikit menggeram. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pola pikir orangtua Ice. Jika ia jadi Ice mungkin ia tak kan kuat menghadapi mereka. Eh, tapi itu juga alasan kenapa mental Ice begitu terganggu.

"Ice kritis, ia sempat tenggelam saat jembatan runtuh."

"... Apa hubungannya dengan saya? Bukankah itu harusnya menjadi tanggung jawab sekolah? Ice kecelakaan saat karyawisata diadakan, itu masih menjadi tanggung jawab sekolah."

Solar berdecak, kesal. Selama ia menunggu, sekolah benar-benar belum memberikan kepastian akan hal ini. Bahkan, harus ia dan Ochobot yang turut andil dalam penyelamatan Ice.

"Sekolah sama sekali tidak ingin mempertanggungjawabkannya. Sebab mereka berkata jika ini terjadi diluar pengawasan mereka dan saat para murid hendak di pulangkan." Hahaha, alasan klasik. Bilang saja nama baik sekolah kalian tidak ingin tercoreng akibat suatu kecelakaan.

"Tante tidak perlu datang kesini untuk biaya administrasi, setelah Ice menjalani penanganan, ia akan dipindahkan ke bangsal yang layak, semua itu sudah saya urus." Masa bodo, Solar juga usah memiliki uang sendiri untuk saat ini. Ia berkata seperti itu agar tak ada alasan mengelak karena di suruh bayar administrasi.

❄✧.*𝔇𝔯𝔢𝔞𝔪 .*✧❄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang