❄' 𝙰𝚗𝚎𝚑.¹⁴

59 14 0
                                    

༺𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 ❆ 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔༻

"Luas juga sekolah kita ya?" Ice bersama dengan Solar sedang mengelilingi sekolah. Ditangan mereka terdapat sebuah berkas, yang akan diantarkan keruang guru. "Lumayan." Mereka berdua sampai keruang guru. Solar mengetuk pintu, setelah mendapat persetujuan untuk masuk ia masuk ke dalam bersama dengan Ice.

Selesai dengan urusan mereka disana. mereka berduapun keluar. "Aku masih tidak percaya kelas kita berada diatas." Ice buka suara diantara keheningan suasana mereka berdua. "Karena kita masih berada ditingkat standart jadi kelas kita diatas," jelas Solar.

"Aku tahu itu, tidak perlu kau jelaskan lagi." Yang ingin Ice sampaikan adalah ia lelah dan tidak begitu menyukai keberadaan kelasnya yang ada di lantai atas. Memang banyak keuntungan disana, tapi juga ada poin kerugian. Harus bolak-balik naik turun tangga adalah contoh poin kerugiannya.

Mungkin bagi anak biasa tidak akan terlalu mempermasalahkan hal itu. Tapi bagi anak yang menderita suatu penyakit tertentu akan mengeluh karena keberadaan kelasnya yang ada dilantai atas.

Solar menatap ke arah Ice. "Oh, maaf kau pasti mau bilang kau lelah, kan?" Ice melirik kearah Solar. "Begitulah, itu saja masih untung perpustakaan dan kamar mandi ada dilantai atas juga."

"Maaf-maaf, seharusnya aku suruh  yang lain." Solar menjabat sebagai sekretaris dikelasnya. Hari ini ketua kelas VII-C tidak masuk, sedangkan wakilnya mengikuti perlombaan karate. Jadilah Solar yang harus menggantikan posisi mereka untuk sementara.

"Iya gak apa-apa, lagian jarang-jarang juga aku keliling sekolah." Ice memang jarang keluar dari kelasnya, apalagi berkeliling di lantai bawah. Untuk apa berkeliling di lantai bawah jika tidak ada keperluan?

"Iya juga sih."

Mereka berpapasan dengan anak sebaya mereka. Solar menatap ke arah anak itu. Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. "Kalau mau ke perputakaan duluan saja, Ice! Masih ada berkas yang tertinggal!"

Ice hanya bingung dan diam ditempat. Seingatnya tidak ada dokumen yang ia dan Solar tinggalkan di kelas. Tapi mengingat dokumen sekretaris yang begitu banyaknya, bisa saja itu yang dilupakan Solar.

༺❆༻

Duagh!

Tubuhnya menghantam dinding yang keras. Ia bangkit. "Sampai kapan kau akan menggangguku?" tanya anak itu. Sosok lain yang berada didepannya tertawa. "Sampai aku puas~"

Menerima jawaban dari sosok tersebut matanya membulat. Kenapa ia seolah-olah menjadi tempat pelampiasan untuk anak yang berada didepannya saat ini. "Aku tak pernah punya salah padamu."

"Kata siapa? Kau punya banyak salah padaku." Sosok itu menatap lekat manik aqua milik gadis yang kini berada didepannya. Manik aqua itu tak kalah lekatnya saat menatap manik merah darah milik sosok yang ada didepannya. "Sebutkan contohnya."

"Hum hum, nilaiku menurun karena kau tidak pernah memberikan contekan padaku. Dan karena itu aku dimarahi oleh mama." Gadis bermanik biru itu mendecih. "Tak masuk akal."

"Apa yang kau maksud?!" gertak gadis bermanik merah itu. Gadis bermanik biru itu tersenyum remeh kearahnya. "Tentu saja, itu murni kesalahanmu sendiri. Kau yang meninggalkan aku bukan?"

Sedikit mengulas awal konflik yang terjadi diantara mereka berdua. Sosok di depan gadis biru ini dulu adalah teman dekatnya. Begitu juga dengan sekelompok anak-anak lainnya. Namun, karena kejadian petir hari itu, mereka semua menganggap Ice bayi dan mulai mengganggunya.

Melihat sosok Ice yang tidak peduli akan ketidakhadiran mereka, justru membuat mereka kesal. Dari yang awalnya hanya untuk main-main, berujung pada pelampiasan. "Yang jelas karena kau seluruh warga sekolah memandang rendah padaku!" gertak gadis bermanik merah tersebut.

❄✧.*𝔇𝔯𝔢𝔞𝔪 .*✧❄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang