XXIV

634 40 17
                                    

Happy reading ◉⁠‿⁠◉





Dear dunia

Merindukan sosok yang sudah tiada itu memang sangat menyakitkan.

Entah datang dari mana, Lia tiba-tiba muncul setelah kepergian Haikal. Jika saja tidak ada bangsal yang menahan tubuh Fania, sudah di pastikan perempuan itu akan terjungkal sangking terkejutnya.

"Maaf," ucap Lia saat melihat wajah keterkejutan Fania.

"Kak Lia dari tadi di sini?" Perempuan itu kembali membenarkan posisinya, ia berdiri tegap menatap kakak kelasnya yang tengah berpenampilan acak-acakan itu. Mungkin orang yang bersungut di bangsal sebelah itu adalah Lia yang hendak tidur.

Perempuan itu mengangguk sembari tersenyum, Fania akui, meski Lia berpenampilan acak-acakan namun kecantikan gadis itu masih sangat pekat, bahkan senyuman yang baru saja ia tunjukkan semakin membuat kecantikannya bertambah.

"Tadi mau tidur, tapi bangsalnya bau soup, jadinya nggak bisa tidur," jelas gadis itu dan hanya di angguki Fania dengan senyum yang sedikit kikuk.

"Lo mau balik ke kelas?" Tanya Lia saat suasana kembali hening.

Fania mengangguk, "Kaka juga?" Jujur ini sedikit canggung, Fania memang kerap kali bertemu Lia, bahkan ia sering membantu sekertaris osis itu jika Zega memintanya. Tapi, untuk berbicara seperti ini membuatnya sedikit gugup.

"Aelah, nggak usah gugup gitu dong!" Lia yang menyadari perubahan raut wajah Fania berujar santai. "Ayok balik bareng!" Ia menarik tangan fania, mencoba membuang kecanggungan di antara mereka.

Keduanya berjalan bersama melewati beberapa lorong, Tak ada yang memulai percakapan hingga Lia yang mencoba memecah keheningan.

"btw, katanya Lo di bully" perkataan Lia barusan membuat Fania mengehentikan langkahnya.

Lia tersenyum menghela menghadap Fania, "kenapa? Kenapa nggak laporin ke guru?" Tanyanya lembut.

Fania menghembuskan nafasnya panjang, "Kaka pasti tau apa yang membuat aku bertahan, mungkin setidaknya sampai lulus sekolah, aku harus berusaha bertahan." Gadis itu menatap lurus lorong koridor di hadapannya.

"Beasiswa?" Lia yang memang gadis pintar itu tau apa maksud dari perkataan Fania.

Fania mengangguk pelan.

"Tapi kamu juga ha-"

"Hai Fania, long time no see," sapa Lydia dengan senyum asimetris yang entah dari mana datangnya, kali ini ia seorang diri, tanpa antek-anteknya.

"Cih" Lia mendecih pelan

Fania menatap gadis yang tengah bersedekap dada di hadapannya. Gadis itu mendekat, kemudian mencengkram bahu Fania dengan keras. Melihat itu Lia tak diam, dia langsung menyingkirkan tangan Lydia dari bahu Fania.

"Lo nggak usah ikut campur!" Tekan Lydia menatap tajam kakak kelasnya itu.

"Tentu gue ikut campur, dia teman gue sekarang," balas Lia menatap nyalang lawan bicaranya itu

Lidya tertawa remeh, "nggak usah sok deh, jangan mentang-mentang Lo Kaka kelas, jadi ikut campur urusan orang!" Tekannya semakin dingin.

Lydia mendekat menatap tajam Lia sang Kaka kelas yang tengah menatapnya dengan raut wajah penuh kekesalan. Kemudian gadis itu tersenyum remeh.

"Lo tau bapak gue nggak?"

"Enggak, emang nyokap Lo nggak ngasih tau siapa bapak Lo?" Lia menatap santai Lydia yang kini mulai emosi, gadis itu tersenyum remeh saat melihat Lydia menggeram tertahan.

LUKA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang