XXII

450 69 326
                                    

Happy reading ◉⁠‿⁠◉

Dear dunia

Sekarang yang ku cari bukan lagi
Kesenangan ataupun kemenangan
Tapi ketenangan dan rumah untuk pulang.

Haikal menarik nafas dalam sebelum ia membuka pintu rumahnya, ia sudah membuka sepatunya agar tidak mengotori lantai rumahnya. Hari ini hujan, itu sebabnya Haikal membuka sepatunya, takut nanti ayahnya marah jika melihat jejak sepatu Haikal mengotori lantai rumah. Haikal malas berurusan atau bahkan harus mendengarkan omelan sang ayah.

Ia berjalan melewati ayahnya dan ibu tirinya yang sedang bersantai di ruang keluarga. Mereka hanya menatap Haikal sekilas tanpa bertanya darimana anak laki-laki itu, mereka bahkan tak peduli akan badan Haikal yang basah kuyup.

Haikal menaiki tangga menuju lantai dua dimana kamarnya berada, ia mendongak saat melihat kaki seseorang tengah menghalangi jalannya. Ia mengangkat kepalanya menatap Lydia yang tengah berdiri tepat di hadapannya.

"Lo suka,'kan sama Fania?" Tanya Lydia sembari bersedekap dada. Pertanyaannya begitu menohok, menuntut meminta jawaban.

Haikal hanya menaikkan sebelah alisnya, ia sama sekali tidak ingin berurusan dengan Lydia yang notabenenya adalah adik tirinya. bahkan, untuk menanggapi perkataan Lydia saja rasanya Haikal sangat membuang-buang waktunya.

Haikal mendecih pelan, kemudian ia pergi menyingkir dari hadapan Lydia. Ia berjalan menuju kamarnya meninggalkan Lydia di tangga yang penuh dengan kekesalannya. Gadis itu menggeram saat melihat Haikal mengabaikannya begitu saja.

Lydia mengepalkan tangannya, "gue tau Lo bakal bantu Fania terus, tapi Lo juga harus tau, kalau gue nggak bakal berhenti ganggu Fania." Tuturnya dengan alis yang menukik tajam.

Haikal sama sekali tak menghiraukan Lydia, namun ia bisa mendengar semua perkataan gadis itu dari balik pintu kamarnya. Ia membuka bajunya yang sudah basah akibat terkena hujan tadi dan berniat untuk mandi.

"Gue juga nggak bakal biarin tangan kotor Lo itu nyentuh Fania," gumam Haikal kesal sebelum ia memasuki kamar mandi.

Setelah beberapa lama menghabiskan waktu di kamar mandi untuk membersihkan diri, Haikal keluar dengan handuk putih yang melilit di pinggangnya. Entahlah rasanya Haikal pusing, mungkin karna ia terkena air hujan tadi. Oh Iyah, Haikal itu sangat sensitif dengan air hujan, ia akan langsung demam jika terkena air hujan.

Haikal tidak benci hujan, hanya saja ia tidak suka air hujan mengenai tubuhnya.

Setelah mengganti bajunya, Haikal langsung mengambil obat sakit kepala dan meminumnya. Badannya juga sudah mulai menghangat, nampaknya Haikal akan demam malam ini.

Haikal duduk di meja belajarnya, membuka beberapa buku tebal yang harus ia pelajari. Haikal itu memiliki sifat dan cara berpikir yang kritis, itu sebabnya ia selalu ikut perlombaan debat di sekolah maupun di luar sekolah.

Haikal memang sering bolos, tapi bukan berarti ia tidak belajar. Hanya saja Haikal sangat mudah bosan dengan suasana belajar yang tidak sesuai dengan keinginannya, terlebih karna Haikal sudah mempelajarinya di rumah, hal itu membuat ia malas saat harus mendengarkan pelajaran yang sudah ia ketahui.

Sedari kecil Haikal suka belajar, ia selalu belajar lebih keras dari pada anak seusianya. Itu semua ia lakukan hanya untuk mendapatkan perhatian dari sang ayah, ia berusaha mengikuti semua lomba dan olimpiade hanya agar supaya ayahnya bangga padanya. Tapi ternyata semuanya tidak sesuai ekspektasi Haikal, semua yang ia lakukan sia-sia, ayahnya bahkan tak pernah melirik semua perjuangan dan usaha Haikal.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Den?" Panggil seseorang dari balik pintu kamar Haikal.

Haikal yang sudah tau sosok wanita itupun langsung menyahut, "Iyah bi, masuk aja!"

LUKA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang