XXVI

262 20 7
                                    

Happy Reading 😊

Dear Dunia ...

sekarang kesakitan ku sudah ada obatnya, meski tidak bisa menyembuhkan, setidaknya dia bisa meredakan rasa sakitnya.

Haikal memasuki rumahnya, dan seperti biasa tidak ada sambutan hangat dari keluarganya, bisa dibilang Haikal layaknya makhluk tak kasat mata yang berkeliaran di rumah itu tanpa ada yang memperdulikan.

Namun Haikal tidak peduli, ia sudah terbiasa dengan hal seperti ini. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju dapur untuk menemui bi arum kesayangannya.

"Ini bi!" Haikal meletakkan satu kantong kresek di atas meja bar, hal itu membuat bi arum mengalihkan atensinya dari pekerjaanya yang sedang mengelap meja.

Bi arum mengerutkan keningnya, "apa ini den?" Tanya bi arum.

"Mi ayam kesukaan bibi, tadi sekalian pulang, haikal beli di jalan," ujar laki-laki itu sembari menuang air mineral ke dalam gelas bening.

Bi arum tersenyum, "makasih yah den," ujarnya, segera membuka makanan bawaan haikal.

"Sama-sama bi Arum cantik," balas haikal balik tersenyum. Hal itu membuat bi arum tertawa gelak. Yah, haikal memang orang yang kaku, tapi untuk orang yang tertentu, sifat jahil haikal akan keluar. Tidak jarang ia akan menggoda bi arum hanya agar di buatkan makanan kesukaanya.

"Haikal ke atas dulu yah bi," ujar Haikal setelah menggoda perempuan paruh baya itu, ia berlalu meninggalkan bi arum sendirian di dapur.

Haikal berjalan menuju tangga untuk ke lantai atas, ia melewati ayah dan ibu tirinya yang sedang asik menonton serial drama dalam televisi.

Saat di perjalanan menaiki tangga, haikal tiba-tiba menghentikan langkahnya saat menengar seruan yang tak asing baginya.

"Mamah ... papah ...!" Lydia berteriak gembira saat memasuki rumah.

"Hahahaha, gimana mobil barunya sayang?" Tanya Farhan dengan senyum yang sangat hangat menyambut kedatangan anak tirinya itu.

"Bagus banget pah, makasih yah pah ..." Lydia memeluk farhan dengan antusias.

"Cuman papah doang nih di peluk? Mama nggak di peluk?"

"Hahaha ... " Lydia tertawa kecil, kemudian merangkul sang mama, membawanya kedalam dekapan Farhan. Ketiganya berpelukan layaknya keluarga yang sangat harmonis.

Namun, mereka lupa, lupa dengan sosok seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka. Orang itu hanya bisa tersenyum hambar dengan perasaan yang sangat teriris.

Haikal juga ingin mendapatkan senyum itu, ia juga menginginkan pelukan hangat itu, ia juga butuh kasih sayang.

Dengan perasaan yang kosong, Haikal kembali menaiki tangga menuju kamarnya di lantai atas, ia meninggalkan keluarga kecil tadi dengan perasaan campur aduk. Ia marah, kesal, sedih, dan juga kecewa.

Setelah tiba di kamarnya, Haikal mengambil kanvas dan seluruh alat untuk melukis. Haikal suka melukis, dia hebat dalam melukis, dan dia selalu menuangkan perasaannya dalam lukisan.

Sedari kecil, Haikal memang suka melukis, melukis apa yang dia lihat, dan apa yang ia rasakan. Ia melukis untuk menghilangkan depresinya.

Haikal mulai mengaduk warna dan mengoleskannya pada kanvas putih di hadapannya, memggerakkan kuasnya seolah sedang menari-nari di atas kanvas putih tersebut.

Malam ini mungkin Haikal akan menghabiskan waktunya untuk melukis, Haikal tidak mau jika dia harus memikirkan masalah tadi. Oh tidak, Haikal tidak mau membuang waktu dengan hal seperti itu.

LUKA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang