XVI

423 69 287
                                    

Happy reading ◉⁠‿⁠◉

Dear dunia ...

Aku bahkan sudah kehilangan senyuman yang belum pernah aku lihat.

Haikal memasuki rumahnya yang begitu megah, namun suasana rumah ini sangat dingin baginya. Ia berjalan menuju tangga untuk ke lantai dua, namun tak sengaja ia melihat sang ayah yang sedang merenggangkan otot leher serta pundaknya.

Melalui celah pintu yang terbuka sedikit itu, Haikal menatap Farhan, sang ayah sedang merintih kesakitan. Haikal mendesah kecil, ia beralih berjalan menuju dapur.

"Pasti kolesterolnya naik lagi," decihnya pelan

Setelah sampai di dapur, Haikal membuatkan jus nanas, tak lupa juga ia mengambil air putih dan beberapa pil vitamin dan obat kolesterol.

"Den? Ngapain di dapur den?" Tanya bi Arum selaku pembantu di rumah itu. Tapi, kalau kata Haikal, bi Arum adalah ibunya yang kedua.

Haikal yang mendengar itu hanya tersenyum, "cuma mau liat bibi aja, kangen, udah lama nggak liat bibi soalnya" goda Haikal.

"Hahah, kamu yah, tau aja ngambil hati bibi biar di masakin ayam kecap" tawa bi Arum sesekali menyenggol tangan Haikal

Haikal yang di perlakukan seperti itu hanya tersenyum.

"Itu untuk tuan yah, den?" Tanya bi Arum saat mendapati Haikal tengah menyusun jus dan obat-obatan tadi dalam satu nampan.

Haikal mengangguk sebagai jawaban.

Raut wajah bi Arum yang semula cerita tiba-tiba berubah menjadi sendu. Ia menatap Haikal, kemudian menepuk pelan pundak laki-laki itu.

"Anak baik, seperti apapun perlakuan orangtua pada kita, mereka tetap orangtua kita, yang harus kita sayangi" ucapnya tersenyum tipis, ia tau seberapa sakitnya Haikal sedari dulu, itu sebabnya ia tidak mau pensiun dari pekerjaannya, meski umurnya sudah cukup tua.

"Itu kata-kata bi Arum yang Haikal ingat dan jalankan sampai detik ini." Haikal berbalik menatap bi Arum, ia tersenyum tipis, "makasih bi, udah ngajarin banyak hal sama Haikal."

"Sama-sama, den. Itu udah tugas bibi"

"Haikal antar ini dulu yah, bi" Haikal beranjak menuju tempat kerja ayah Haikal.

Bi Arum mengangguk sembari tersenyum tipis

Saat telah tiba di ruangan kerja Farhan, Haikal tidak mendapati sang ayah di sana, mungkin sedang di dalam toilet. Akhirnya ia hanya meletakkan minuman tersebut di atas meja. Berharap sang ayah tidak sakit lagi, bagaimanapun seorang anak tidak akan pernah mau jika ayahnya terluka.

Haikal keluar dari ruangan itu, ia berjalan kembali menuju dapur. Ia ingin mengambil segelas air untuk ia bawa ke kamarnya nanti.

Setelah mengambil minum, Haikal berniat kembali berjalan menuju kamarnya, saat dalam perjalanan menuju kamar, samar-samar ia mendengar suara Lydia yang tengah meminta uang kepada Farhan. Dengan rasa penasarannya, Haikal mencoba mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka dan menampakkan wajah Lydia dan sang ayah.

"Apasih yang enggak buat anak papa yang cantik ini." Farhan tersenyum sembari mengotak-atik ponselnya, "butuh berapa?" Lanjutnya lagi

LUKA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang