1

25K 1.3K 28
                                    

Setelah kepergiannya dari dunia yang sudah ditinggalkannya, ia kini terbangun di dunia baru, tanpa pilihan lain selain mendiami tubuh seorang bayi. Kekacauan yang mengitari kesadarannya, sementara ingatannya dari kehidupan lalunya kembali dengan penuh kejelasan, membuatnya terus menggerutu tanpa henti. Ia terus menyalahkan segala sesuatu yang berada di hadapannya.

"Kenapa? Kenapa ini semua harus terjadi?" terdengar seruan bingung dalam dirinya yang begitu terpukul. Ia sebelumnya berpikir bahwa kematian adalah akhir dari segalanya, tempat di mana semua perasaan dan konflik bisa berakhir dengan damai. Namun sekarang ia harus berdiri kembali di dunia ini, sebagai seseorang yang diharapkan untuk memainkan peran dalam teater kehidupan yang kompleks ini.

Jiwanya sebenarnya sudah merasa letih, dipenuhi dengan rasa kebingungan dan ketidakpastian. Namun takdir sepertinya telah memutuskan untuk terus membawanya bersandiwara di atas panggung kehidupan tanpa henti.

Dalam kegelapan yang menyelimutinya, ia merenungkan semua pertanyaan yang terus berputar dalam pikirannya, mencari jawaban yang mungkin tak pernah ia temukan.

" Philia buka mulutnya"

Di dalam keheningan yang penuh emosi, Philia membuka mulutnya, dan seketika itu juga, suara itu menjadi lebih berarti dari pada sekadar kata-kata. Sondoran suapan dari seorang wanita yang kini sedang menggendongnya terasa seperti penyelamatan dalam kegelapan yang menyelimutinya. Wanita itu adalah ibu dari panti asuhan tempat Philia berada, seorang wanita berusia sekitar tiga puluhan dengan busana keagamaan yang menutupi dirinya dari atas hingga bawah.

Philia melahap setiap suapan dengan lahap, semangat bertahan hidupnya berkilau di matanya. Meskipun ia merasa kesal dan bingung dengan takdirnya yang membuatnya terlahir kembali, ia tidak pernah menganggap remeh kehidupan ini. Baginya, makanan adalah cara esensial makhluk hidup untuk bertahan hidup, dan ia tahu bahwa bahkan mesin pun perlu diisi daya saat kehabisan tenaga.

Dalam keheningan yang mendalam, Philia mulai merenung. Mengapa namanya terasa begitu feminin? Apakah gendernya telah berubah? Pertanyaan-pertanyaan itu memunculkan keringat dingin di dahinya. Kenyataan bahwa ia telah terlahir kembali sebagai seorang perempuan merupakan pukulan keras baginya, terutama mengingat masa lalunya sebagai seorang pria terhormat. Ia adalah seorang komandan pasukan garis depan yang telah meraih banyak prestasi di kehidupanya yang lalu.

Philia merenung dalam ketidakpastian, mencari makna di balik perubahan besar dalam hidupnya yang tak terduga ini.

Philia meneteskan air mata, tak bisa mengendalikan emosinya yang merayap perlahan. Suara lembut dari suster Lida memanggil namanya dengan penuh kepedulian.

"Philia, kenapa... jangan menangis ya," pinta suster Lida, tatapannya penuh simpati.

"Ada apa, suster Lida?" tanya seorang suster lain disampingnya

Suster Lida menggelengkan kepala pelan. "Entahlah, anak ini tiba-tiba menangis saat makan," ujarnya dengan ekspresinya bingung.

"Mungkin makanannya tidak enak" Lanjut suster itu mencoba memberikan alasan sederhana.

Suster Lida menghela nafas. "Mau bagaimana lagi, aku membuatnya dengan bahan seadanya. Kondisi perang saat ini membuat ekonomi sulit," ucapnya dengan nada pilu.

wanita di samping Lida mengangguk mengerti, wajahnya penuh pertimbangan. "Ya, kita benar-benar menghadapi kesulitan besar. Apalagi dengan kondisi panti saat ini yang sedang dilanda begitu banyak masalah. Kepala panti sepertinya tidak peduli kepada kita semua."

Suster Lida menatap suster di sampingnya dengan ekspresi murung yang mendalam, sebagai refleksi dari beban yang mereka pikul bersama.

Lida menatap anak yang sedang berada di pangkuannya, merasa berat hati dan penuh rasa iba. "Bahkan anak ini, saya memungutnya dari luar panti" bisiknya pelan, suaranya penuh dengan rasa kasih sayang dan keprihatinan. "Saya tidak tega melihatnya terus menangis tanpa ada siapapun yang peduli."

Suster yang duduk di sebelahnya merespon dengan serius, ekspresinya penuh kekhawatiran. "Suster Lida, apa kau sudah melaporkan ini kepada kepala panti?" tanyanya dengan nada berat.

"Sudah," jawab Suster Lida dengan nada rendah. "Dan dia tidak menanggapinya dengan serius. Dia menyuruhku membuangnya saja. Apakah dia menganggap anak ini seperti barang mati? Kurasa kepala panti kita tidak berpikiran waras." Suaranya dipenuhi kekecewaan dan rasa marah yang tak terbendung.

Suster di sampingnya mengangguk setuju, tetapi ekspresinya masih penuh dengan keprihatinan. "Sepertinya dia benar-benar gila. Apa yang harus kita lakukan untuk anak ini? Dia tidak seharusnya berada disini."

Suster Lida menghela nafas dalam-dalam, menatap Philia dengan perasaan tak berdaya. " Dia tidak pantas diabaikan seperti ini."

Mereka berdua merasa frustasi oleh sikap kepala panti yang tampaknya acuh tak acuh. Namun, tekad Lida untuk melindungi dan memberikan kasih sayang kepada anak di pangkuanya tetap kuat, meskipun mereka harus menghadapi berbagai kesulitan di dalam panti yang seharusnya menjadi tempat aman bagi mereka.

"aku telah mengumpulkan sisa-sisa makanan yang tersisa di dapur, bahkan mengorbankan setengah dari jatah makananku untuknya. Aku tidak pernah membayangkan bahwa tindakan baikku ini akan menghadirkan tangisannya."

"Apa sudah tidak ada makanan lagi?" ucap suster disamping lida menjawab dengan suara penuh duka, "Makanan di panti kita hanya cukup untuk semua penghuni panti, Namun anak ini tidak terdaftar sebagai penghuni resmi di panti kita, sehingga otomatis dia tidak akan mendapatkan bagian dari jatah makanan yang tersedia"

Mendengarkan percakapan mereka, Philia merasa hatinya terenyuh melihat Suster Lida yang begitu hancur oleh rasa bersalah. Philia sendiri tidak pernah mengeluhkan porsinya, bahkan meskipun makanan yang dia nikmati saat ini hanya campuran buah-buahan yang tersisa. Philia hanya merasa tidak terima di lahirkan kembali menjadi seorang perempuan. Dia bahkan pernah memakan yang lebih buruk dari pada itu.

Dalam pandangan pemikirannya dulu, pria selalu dianggap sebagai simbol kekuatan yang akan membawa kemuliaan. Mereka adalah figur yang diharapkan untuk melindungi dan membela dengan segala upaya yang mereka miliki, digambarkan sebagai sosok yang dihormati dengan superioritas yang tinggi."

Namun, pandangan itu tidak lagi dapat sepenuhnya diterima olehnya. Sekarang dia menolak gagasan bahwa wanita adalah makhluk yang lemah dan harus selalu bergantung pada perlindungan orang lain. Dia merasa konflik batin yang mendalam, perang batin yang melibatkannya dengan dirinya sendiri.

Dalam pertempuran internalnya, pemikirannya digiring untuk menerima satu kenyataan yang tak terelakkan: sekarang, dia adalah seorang wanita.

Namun, dia tidak akan menyerah begitu saja pada pandangan konvensional. Dia memiliki tekad yang kuat untuk membuktikan bahwa, meskipun tubuhnya mungkin berbeda sekarang, dia tidak harus bergantung pada perlindungan orang lain. Dia percaya diri bahwa dia memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri, tanpa perlu bergantung pada pandangan lama yang memandangnya sebagai makhluk yang lemah dan perlu dilindungi."

Dengan hati penuh penyesalan, Philia berbicara di dalam hatinya, "Maaf, Suster Lida."

Karena bibirnya belum mampu mengucapkan sebuah kata.

Mendengar perkataan suster lainnya yang berbisik, "Lihat, dia berhenti menangis," Lida membalas dengan cemas, "Eh... benar..."

Lalu, Suster Lida meraih tubuh mungil yang berada di pangkuannya, memeluknya dengan kasih sayang seolah-olah itulah putri tersayangnya.

"apa namanya memang Philia?" tanya suster lain.

"Itu nama yang aku berikan padanya," jawab Lida dengan lembut. 

"Orang tuanya meninggalkannya di sini tanpa memberikan apapun kecuali sehelai kain."

Suster lain merespon dengan nada kesal, "Apa mereka tak punya hati? Setidaknya mereka bisa memberinya nama."

"Sungguh," lanjutnya, 

"dan rambutnya benar-benar istimewa. Aku belum pernah melihat seseorang dengan rambut perak seperti ini seumur hidupku."

"Sama" sahut suster Lida "Dia benar-benar imut. sampai aku tidak tega melihatnya menangis."

"Benar"

 "Dan matanya yang biru, begitu besar dan bulat, seperti langit di langit-langit malam. Dia tampak seperti putri dari cerita dongeng."

Philia hanya bisa mendengarkan dengan penuh rasa geli namun dia sedikit senang saat suster-suster itu memuji keunikan dan kecantikannya.

NEMESIS The Demon from EmpireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang