04. Salting

1.4K 85 3
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Halo semuanya!!

Apa kabar?

💐 Warna fav kalian?

💐 Makanan fav kalian?

Happy Reading ❤️

"Loh, udah mau balik aja, Lo pada? Kagak jadi beli batagor?" Baru saja Sunday ingin menggas motornya. Pertanyaan dari salah seorang cowok terdengar, membuat kami menoleh ke belakang.

Aku dan Sunday menghela napas. Cowok tersebut adalah Tangkai. Aku kira tadinya siapa, aku udah panik banget. Mungkin juga Sunday seperti itu.

"Iya, banyak cowok." Kata Sunday dengan jujur. Dan aku hanya diam saja.

"Oalah, sini gue beliin, Lo pada tunggu di masjid aja." Tawar Tangkai, kemudian tidak lama-lama teman-temannya malah datang mengerumuni kami.

Aku panik banget, tau gini tadi nurut ayah aja, biar beliau yang beliin. Serem banget soalnya.

Aku mencolek punggung Sunday agar segera pulang. Takut woi. Biarpun di sana ada Ashar juga, terus mereka semua rata-rata pemuda masjid, aku tetap takut.

"Ya udah, beliin deh. 5 bungkus!" Sunday malah menyetujui tawaran Tangkai. Aku panik, kalau gini bisa tambah lama kami di sini.

"Enggak usah, Sun!" Larangku dengan berbisik.

"Santai kali, Sya. Enggak usah panik gitu, kita-kita baik, kok!" Guntur—salah satu pemuda masjid—menyahut.

"Lo ngomong kayak gitu malah buat tambah takut bego! Sana beliin!" Sunday mendorong punggung Tangkai sembari menatap sinis pada pemuda masjid tersebut.

Akhirnya, lima cowok tersebut pergi dari kami. Sunday segera melajukan motornya ke masjid. Di sini menurutku jauh lebih aman ketimbang di tempat batagor tadi.

"Santai, Sya. Gue kan jago silat." Ungkap Sunday saat kami sudah duduk di teras masjid.

"Kan Lo yang jago, gue mah enggak!" Balasku pada Sunday yang dibalas tawa.

"Pemuda masjid angkatan kita mah boleh di jamin. Mereka cuma ngeselin, enggak mungkin aneh-aneh. Yang gue takutin tadi cuma cowok-cowok yang dari kompleks sebelah doang." Sunday mengusap-usap punggungku. Mencoba menenangkanku.

Aku memang bisa di bilang takut kerumunan, apalagi jika notabene kerumunan tersebut adalah laki-laki. Makanya, tadi waktu di samperin sama pemuda masjid aku takut, padahal kami saling mengenal.

"Nih," Aku mendongakkan kepalaku, melihat Tangkai membawa lima bungkus batagor pada kami.

Sunday mengambilnya. "Thanks, ya!" Ujarnya kemudian segera menarikku untuk pulang.

Dan bisa kulihat, Tangkai dan temannya—kecuali Ashar—cengo menatap kami yang langsung pergi.

"Untung ada pemuda masjid, hampir aja kita enggak jadi makan batagor." Ucap Sunday saat kami sudah perjalanan pulang.

"Eum," balasku.

"Tapi enggak apa-apa, kan, kita langsung pulang? Lo tadi enggak berniat ngobrol sama doi Lo dulu, kan?" Pertanyaan dengan nada menggoda dari Sunday membuatku memukul pelan punggungnya.

"Enggaklah, emang gue cewek apaan yang ngobrol tengah malam sama yang bukan mahrom gitu?!" Jawabku, hal itu membuat Sunday tertawa.

"Seneng deh punya temen kayak Lo, sefrekunsi banget kita. Sama-sama jaga diri biar enggak zina. I'm very lucky because have you." Ucapan Sunday barusan membuat kami tertawa. Bahasa Inggrisku dan Sunday memang agak rada-rada.

Ashar (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang