Bismillahirrahmanirrahim...
Assalamualaikum halo semuanya!!!
Apa kabar?
Tandai kalau ada yg typo yaaa!
Happy Reading ❤️
Sekitar pukul tiga lima belas dini hari, aku dan Ashar bangun untuk melaksanakan sahur. Semalam, kami berdua memang berniat puasa Sunnah Kamis.
“Kita udah mau lima tahun sama-sama, tapi belum di kasih juga.” Tuturku ditengah-tengah kegiatan sahur kami. Tiba-tiba aja aku kembali merasa sedih karena fakta tersebut.
Ashar menatapku seraya tersenyum tipis. “Baru juga lima tahun, luv, sabar.” Timpalnya sembari mengusap puncak kepalaku.
“Kita juga bahagia aja, kan, selama ini? Memang belum waktunya aja Allah ngasih kita kepercayaan untuk punya anak.” Lanjut Ashar yang membuatku menganggukkan kepalaku lemah.
Tidak lama setelah percakapan kami itu, aku dan Ashar melaksanakan sholat tahajjud berjamaah dengan diakhiri doa yang selalu sama—meminta kepercayaan kepada Allah agar kami mendapatkan kepercayaan untuk memiliki buah hati.
**
Pukul tiga sore, aku berjalan menuju warung terdekat yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga bahkan sampai sayur-sayuran. Sesekali aku memang berbelanja di sini jika sedang kehabisan stok makanan di rumah.
“Assalamualaikum.” Aku menyapa para tetanggaku yang sedang berkumpul di sana, hal ini sudah seperti rutinitas untuk di lakukan oleh ibu-ibu kompleks perumahanku.
“Waalaikumsalam,” balas mereka serempak, aku tersenyum lalu mulai ikut memilih seperti tetanggaku yang lainnya.
“Mau beli apa, Mbak Isya?” tanya salah satu dari tetanggaku.
“Timun sama kol, Mbak.” Jawabku.
“Oh begitu.” Aku menganggukkan kepalaku sebagai respons. Setelahnya, aku mulai memilih beberapa timun dan kol yang masih segar.
“Mbak Isya belum isi juga, ya?” tanganku yang semula sibuk memilah, kini berhenti, aku berusaha tersenyum sebelum menjawab pertanyaan itu.
“Doakan, ya, Mbak.” timpalku lalu kembali memilih kol dan timun, berusaha memilih secepatnya.
“Aamiin. Mungkin bisa coba minum—,” selanjutnya beberapa ibu-ibu mulai memberikan saran meminum dan mengonsumsi ini itu agar cepat hamil.
“Iya, mbak, Bu, beberapa juga sudah saya dan suami coba.” Ungkapku yang membuat mereka mengangguk.
“Bagus kalau begitu, Mbak. Semoga cepat hamil, ya, soalnya udah cukup lama, kan nikahnya sama suami?” papar salah satu dari mereka lagi.
Aku hanya membalas dengan senyuman, setelahnya pamit pulang dengan alasan ingin memasak untuk buka puasa nanti.
Sesampainya di rumah, aku segera menuju dapur dan duduk di kursi makan sembari menenangkan hatiku. “Maksud mereka baik kok, Sya, buktinya mereka ngasih saran dan berdoa yang baik-baik juga. Jangan terlalu sensitif, ya?” aku mengusap dadaku untuk menenangkan diriku yang memang sedang sensitifnya terhadap pertanyaan terkait kehamilan.
Jujur, aku cukup sedih karena belum juga diberikan kepercayaan untuk hamil oleh Allah, padahal, usia pernikahanku dengan Ashar sudah mau menginjak tahun ke lima.
Terkadang aku berpikir, apakah ucapan ibuku terkabulkan? Namun, setiap aku berpikir seperti itu, aku berusaha untuk menyanggahnya, menanamkan kepada diriku bahwa inilah takdir Allah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ashar (End)
Teen FictionCinta Isya pada Ashar sepertinya bertepuk sebelah tangan. Meskipun begitu, Isya tetap saja menyukai Ashar. Sebab, Ashar adalah tipe lelaki idamannya. Lantas, apakah cinta Isya akan terbalaskan atau justru sebaliknya? *** Religi-romantis #9 in agama...