35. Ibu

598 44 3
                                    

Bismillahirrahmanirrahim...

Assalamualaikum halo semuanya!!!

Apa kabar?

Tandai kalau ada yg typo yaaa!

Happy Reading ❤️

Hari ini ibuku kembali berkunjung ke rumahku saat setelah dzuhur. Tau banget beliau sama jadwalku sekarang.

Sejujurnya, ada hati kecilku yang berkata bahwa ibuku tidak benar-benar berniat memperbaiki hubunganku dengannya. Namun, aku berusaha menepisnya.

Bukannya apa, takut hal tersebut justru datang dari jin atau iblis yang berusaha membuat hubunganku dengan ibuku kembali buruk.

“Ibu udah makan siang?” Tanyaku pada ibuku yang baru saja duduk di sofa.

“Udah, ibu ke sini kebetulan pengen curhat sama kamu, Sya, boleh?” Tutur ibuku yang membuatku menganggukkan kepalaku dan tersenyum pada beliau.

“Jadi gini, Sya. Sebetulnya, perusahaan suami ibu kembali bangkrut setelah dulu di topang uang hasil pinjaman. Sekarang, harus di topang lagi supaya perusahaan kami enggak gulung tikar, Sya.” Ibuku memulai acara mencurahkan isi hatinya.

Aku sendiri karena bingung ingin menanggapi bagaimana akhirnya diam menyimak sampai ibuku selesai berbicara.

“Mana lagi kemarin Prita kecelakaan dan harus di rawat inap di rumah sakit. Padahal posisinya sekarang keluarga ibu benar-benar ke lilit utang, Sya. Karena memang kami enggak punya uang lagi. Sampai biaya rumah sakit Prita aja ibu harus pinjam.” Lanjut ibuku.

Terlihat, beliau mulai menarik nafasnya sejenak. “Kamu inget enggak waktu ibu datang pertama kalinya ketemu kamu lagi untuk pinjam uang di ayah kamu?” aku membalas dengan anggukan kepala atas pertanyaan ibuku.

“Nah, karena ayah kamu enggak pinjemin, akhirnya ibu pinjam di tempat lain, dan itu bunganya gede banget, Sya. Sampai sekarang, utang itu belum lunas. Ditambah lagi, kemarin suami ibu, kembali pinjam uang supaya perusahaan enggak gulung tikar, Sya. Makin banyak utangnya, Sya, ibu sampai bingung banget. Sakit kepala ibu mikirinya.” Ungkap ibuku.

“Belum lagi nih, Sya, ternyata adik kamu yang bungsu ternyata main judi online selama ini, dan ngutang juga, enggak main-main, Sya, sampai 10 juta!” tambah ibuku.

Aku yang mendengarnya saja sumpah mumet banget. Pasti angka utangnya tidak sedikit. Aku benar-benar prihatin dengan kondisi ibuku. Beliau terlilit utang yang nominalnya sangat besar.

“Nah, maka dari itu, Sya. Ibu mau minta tolong sama kamu, boleh?” tanya ibuku sembari menatap ke arahku dengan matanya yang berkaca-kaca. Meskipun aku sangat prihatin, aku tidak langsung mengiyakan melainkan bertanya terlebih dahulu, walaupun ada instingku yang berkata buruk tentang ibuku.

“Minta tolong apa, Bu? Sekiranya kalau aku bisa bantu, Insya Allah bakal di bantu.” Jawabku seraya tersenyum tipis.

Isak tangis ibuku mulai terdengar. “Ibu boleh pinjam uang sama kamu enggak, Sya? Ibu benar-benar udah enggak tau mau pinjam ke siapa lagi, Sya. Temen-temen ibu enggak ada yang mau bantuin.” Kata ibuku.

Aku berpikir sejenak, mengira-ngira berapa nominal yang ingin ibuku pinjam. “Ibu mau pinjam berapa memangnya, Bu?” tanyaku memastikan.

“500 juta aja, Sya. Ibu mohon!” jawaban dari ibuku tersebut benar-benar membuatku syok. Setengah milyar beliau ucapkan kata ‘saja’, Ya Allah...

“Ya Allah, Bu. Aku mana punya uang segitu banyaknya. Maaf Bu, Isya enggak bisa pinjamkan.” Kataku.

“Masa enggak punya, Sya? Ya Allah, Sya kamu enggak kasian sama ibu yang ke lilit utang?” timpal ibuku.

Ashar (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang