05. Interaksi

1.3K 80 5
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Halo, assalamualaikum semuanya!

Apa kabar?

💐 Apa warna favorit kalian?

💐 Kalau beli pop ice, kalian biasanya pilih rasa apa?

Jangan lupa vote dan komen, yaaa!

Happy Reading ❤️

"Bunda aja yang bawain, aku malu, Nda!" Paparku pada bunda saat beliau memintaku untuk mengantarkan kue yang baru saja kami buat. Ah, aku hanya bantu-bantu mengambil bahan, sih.

"Kamu, dong!" Ujar bunda. Entah sudah ke berapa kalinya kami berdebat hanya persoalan mengantarkan kue ke rumah Ashar.

"Ayah aja!" Aku dan bunda sontak menoleh dan mendapati Ayah menghampiri kami. Mungkin beliau sudah menutup warung kelontong karena sekarang memang sudah hampir magrib.

"Ya udah, kalau gitu ayah aja, Nda!" Aku menyetujui ucapan ayahku.

"Oke, deh." Kemudian bunda segera memberikan box berisi kue kepada ayah. Lalu setelahnya ayahku berlalu untuk mengantarkan kue tersebut ke rumah depan, alias rumahnya Ashar.

"Kan jadi ayah yang anterin kuenya. Kakak, sih, enggak mau." Sahut bundaku yang membuatku menatap heran ke arahnya.

"Aku tau kalau bunda dukung banget aku sama Ashar. Tapi bunda lupa apa, kalau kamu bukan mahrom? Jaga jarak bunda!" Aku mengingatkan bundaku.

Terdengar bundaku mengucapkan istighfar. "Bunda lupa, hehehe. Untung ada Ayah. Maaf ya, Nak?" Ucap bunda yang sontak membuatku memeluknya. Tubuh kamu yang hampir sama membuat orang-orang seringkali menganggap kami bersaudara kalau jalan berdua.

***

Aku berjalan santai menuju kelasku. Kali ini tidak bersama Sunday, karena kebetulan dia piket hari ini, jadinya dia pergi cepat, deh.

"Assalamu—astaghfirullah!" Baru saja aku ingin mengucapkan salam, kalimat istighfar terlontar begitu saja ketika Ashar berdiri di dekat pintu kelas.

Jantungku berdetak kencang. Perpaduan kaget dan cinta. "Lo ngapain berdiri di situ, Shar? Ngagetin aja!" Omelku pada Ashar.

Cowok tersebut bukannya menjawab justru mengangkat sekop sampah yang dipegangnya.

"Piket?" Tanyaku.

Ashar mengangguk sambil kembali fokus menatap sekop sampah, tidak lagi pandangannya padaku.

"Piketnya cuma pegangin sekop sampah?" Aku kembali bertanya yang dibalas anggukan kepala oleh Ashar. Gemes, aku sampai menahan senyum karena itu.

"Lo tau kan, Sya! Semua cowok tuh sama aja! Piketnya kalau enggak hapus papan tulis, pegang sekop sampah, ya buang sampah! Nyebelin!" Sunday selaku orang yang satu piket sama Ashar mendumel.

Aku tertawa menanggapi celotehan Sundah, aku belum masuk ke kelas karena Ashar masih di depan pintu. Heran, mau lama-lama sama aku kali, ya? Pikirku dengan pede. Selanjutnya aku beristighfar dalam hati.

"Ashar, Lo enggak mau ngasih gue jalan gitu? Gue mau masuk kelas." Pintaku pada Ashar. Dan tau jawabannya apa?

Dia menggeleng sambil bilang. "Enggak."

Sumpah, kok dia bisa gemes banget?!

Aish, kayaknya bunda bener. Aku udah bucin enggak ketolong sama si Ashar ini.

Ashar (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang