6 | Tak Takut Dengan Kutukan

3K 228 15
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Sumber wanginya memang dari rumah kosong ini," ujar Risa.

Dandi pun kembali menatap ke arah Risa, karena ingin tahu ekspresinya seperti apa pada saat itu. Meilani tampak baru saja akan mendekat ke arah mereka bersama Zulkarnain, ketika Dandi dan Risa sedang menatap rumah kosong itu.

"Lalu, kamu mau bagaimana sekarang, Dek?" tanya Dandi.

"Aku akan masuk ke rumah kosong itu, Mas," jawab Risa, mantap.

Risa baru saja memegang pagar rumah kosong itu dan hendak melangkah ke dalam halaman, ketika suara Zulkarnain terdengar begitu keras ke arah mereka.

"Hei! Berhenti! Jangan masuk ke rumah kosong itu!" seru Zulkarnain.

Meilani mendahului langkah Zulkarnain dan segera berdiri di samping Risa yang kini sedang memutar kedua bola matanya akibat merasa sebal. Dandi berupaya menahan tawa saat melihat ekspresi yang paling ia sukai dari diri Risa. Ia tahu betul kalau Risa paling tidak suka diganggu oleh seseorang ketika sedang bekerja. Wanita itu akan segera mengeluarkan ekspresi sebalnya tanpa berupaya menutup-nutupi jika sudah merasa terganggu.

"Memangnya kenapa kalau aku masuk? Ada yang akan marah atau bagaimana?" tanya Risa, cukup ketus.

"Ru--rumah itu su--sudah kosong selama dua puluh lima tahun. Ti--tidak ada yang berani masuk ke sana karena takut terkena kutukan. Pemilik rumah itu mendadak menghilang dua puluh lima tahun lalu dan tidak pernah diketahui ke mana perginya. Siapa pun yang masuk ke area rumah itu akan mendapat kutukan seperti penyakit kulit yang bisa membuat kecantikan atau ketampanan seseorang menghilang dalam sekejap," jelas Zulkarnain, tampak begitu takut.

Risa pun mengangkat sebelah alisnya usai mendengar penjelasan dari Zulkarnain. Lagi-lagi Dandi sudah tahu kalau Risa jelas tidak peduli dengan peringatan ataupun larangan dari seseorang. Dia akan tetap melaksanakan keinginannya, apa pun yang terjadi.

"Siapa yang akan terkena kutukan jika masuk ke area rumah kosong itu?" tanya Risa.

"Yang akan terkena kutukan adalah orang yang berani masuk ke area rumah kosong itu, Sa," jawab Zulkarnain.

"Berarti kalau aku masuk ke sana, aku yang akan mendapat kutukan?"

"Iya, kamu yang akan mendapat kutukan jika sampai masuk ke sana."

"Oke. Berarti konsekuensi akan kutanggung sendiri jika aku masuk ke sana. Kutukannya hanya penyakit kulit, 'kan? Gampanglah. Dokter kulit dan klinik kecantikan sudah banyak kok tersebar di Indonesia. Lagi pula, aku 'kan tidak ada niatan mau mencari perhatian dari pria manapun. Jadi enggak perlu cantik-cantik amatlah untuk bisa tetap melanjutkan hidup," ujar Risa, sangat santai.

Meilani dan Dandi jelas tidak bisa menahan tawa mereka setelah mendengar tanggapan Risa soal kutukan yang baru saja diceritakan oleh Zulkarnain. Zulkarnain sampai ternganga di tempatnya, usai mendengar tanggapan santai dari mulut Risa. Risa pun segera membuka pagar rumah kosong itu beberapa saat kemudian, hingga sosok cantik yang tadi menatapnya muncul kembali dari balik jendela rumah tersebut. Risa balas menatapnya dan tersenyum begitu lembut. Ia menangkupkan kedua tangannya di depan dada, lalu menundukkan kepalanya dengan sopan.

"Assalamu'alaikum, Nyai. Aku meminta izin masuk ke dalam rumah milik Nyai untuk bertamu," tutur Risa.

Angin pun mendadak bertiup agak keras selama beberapa saat. Meilani sudah terbiasa dengan hal itu, karena selama ini dirinya selalu tahu bahwa hal itu akan terjadi jika Risa sedang meminta izin pada penunggu suatu tempat yang kosong. Beda halnya dengan Dandi dan Zulkarnain yang baru pertama kali menghadapi hal itu. Mereka jelas merasa sedikit merinding, namun tak berani mengatakan apa-apa. Ketika Risa mengangkat kepalanya kembali, ia bisa melihat kalau sosok cantik itu sudah tersenyum lagi seperti tadi dan memberi tanda padanya untuk masuk ke dalam area rumah itu. Risa pun segera melangkahkan kakinya ke area halaman rumah itu, lalu disusul oleh Meilani, Dandi, dan Zulkarnain yang mengikuti di belakangnya.

Dandi memeriksa kondisi halaman rumah kosong itu sambil mengikuti aroma wangi yang masih tercium olehnya. Risa mencoba membuka pintu depan rumah itu, namun gagal karena terkunci. Ia bisa melihat dari jendela kalau ternyata kuncinya masih berada di bagian dalam pintu tersebut. Sejenak, hal itu membuat Risa mengerenyitkan keningnya sambil menatap ke arah sosok cantik yang masih berdiri di balik jendela rumah. Jarak mereka kini begitu dekat, sehingga Risa bisa melihat wajah sosok cantik itu dengan sangat jelas.

"Pintu depan rumah ini terkunci, Mas Dandi. Tapi kuncinya masih ada di pintu bagian dalam," lapor Risa.

Dandi kini mengerenyitkan kening, sama seperti yang Risa lakukan.

"Kalau yang punya rumah pergi dua puluh lima tahun lalu, kenapa bisa kuncinya masih ada di pintu bagian dalam rumah?" tanyanya.

Risa hanya bisa mengangkat bahu sambil tersenyum bingung. Meilani dan Zulkarnain mendengar soal laporan itu, namun tak tahu harus menanggapi seperti apa. Meilani bisa mencium aroma wangi yang tadi tercium oleh Risa dan Dandi ketika berlama-lama di sekitar halaman rumah kosong itu.

"Wangi sekali, ya, di sini. Apa indera penciumanku yang salah merasakan aroma?" tanya Meilani.

"Kamu enggak salah, Mei. Dek Risa bersikeras mau masuk ke sini karena sejak tadi kami mencium aroma wangi yang begitu kuat dan sumbernya adalah dari rumah kosong ini. Kalau menurut Dek Risa, yang kita rasakan saat ini adalah wangi bunga mawar," jawab Dandi.

"Bunga mawar?" kaget Zulkarnain. "Kok bisa ada wangi bunga mawar saat di Desa ini sedang ada teror mawar berdarah?"

"Enggak tahulah! 'Kan kamu yang Kepala Desa di Desa ini. Masa kamu malah tanya sama kita bertiga soal adanya wangi bunga mawar yang tercium dari rumah ini? Kerjamu jadi Kepala Desa ngapain saja selama ini? Cuma duduk-duduk manis di kursimu, ya?" sindir Meilani, tak ada sedikit pun rasa segan.

Zulkarnain terdiam kembali ketika mendapat sindiran tajam dari Meilani. Dandi jelas tidak akan ikut campur, kalau pria itu terkena serangan dari mulut tajam kedua wanita yang ada di depan mereka.

"Kalau memang kemampuanmu untuk mengurus Desa tidak ada, kenapa kamu enggak mempertahankan pekerjaanmu yang dulu? Aku lihat, kamu lebih berbakat untuk mencampuri urusan orang lain ketimbang mengurus Desa," tambah Risa.

Zulkarnain pun semakin bungkam setelah mendapat serangan selanjutnya. Ia menatap ke arah Dandi setelah Risa dan Meilani agak menjauh.

"Pak Dandi tidak mau menghentikan mereka berdua yang selalu menyerangku secara verbal?" tanya Zulkarnain.

Dandi pun menatap ke arah Zulkarnain dan tersenyum tenang.

"Dulu waktu Kahlil menyakiti hati Risa secara fisik dan verbal, apa yang kamu lakukan?" tanya Dandi, yang sukses membuat Zulkarnain memucat. "Kamu tidak melakukan apa-apa dan justru malah membantu Kahlil memojokkan Risa, sampai semua orang di SMP Negeri 21 percaya bahwa Risa adalah wanita yang sangat buruk. Jadi, bagaimana kalau kamu menganggap yang diucapkan oleh Risa ataupun Mei adalah balasan atas perbuatanmu dulu? Apakah itu terdengar cukup adil?"

Risa menemukan jalan menuju ke arah belakang rumah tersebut setelah melewati halaman depan. Ia segera berbalik dan melihat kalau Dandi sedang bicara dengan Zulkarnain, sambil memasang wajah penuh amarah. Bibir Dandi memang tersenyum, namun tatapannya tidak bisa mengelabui mata Risa.

"Mas Dandi, ada jalan menuju ke halaman belakang di sini," panggil Risa, seakan itu adalah sebuah laporan.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang