EPILOG

3.3K 208 39
                                    

- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

TUJUH TAHUN KEMUDIAN.

Suara pintu depan terdengar diketuk oleh seseorang pagi-pagi sekali. Risa baru saja akan membukakan pintu, namun langkahnya jelas sudah didahului oleh langkah dua kaki mungil yang begitu bersemangat berlari dari kamarnya. Risa pun hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala, seraya tetap mengikuti jejak langkah kedua kaki mungil itu.

"Assalamu'alaikum, Kenanga Sayang," sapa Meilani dan Zulkarnain--saat pintu akhirnya terbuka--dengan sangat kompak.

Gadis kecil berusia tujuh tahun yang dipanggil Kenanga oleh mereka pun langsung tersenyum begitu cantik, persis seperti Ibunya.

"Wa'alaikumsalam Paklik Zul ... Bulik Mei ... silakan masuk," jawab Kenanga, sangat sopan.

"Eits! Panggil 'Aunty', Sayang. Aunty Mei," ralat Meilani dengan cepat.

"Tapi kata Ibu aku harus selalu panggil 'Bulik', sebagai tanda bahwa aku mencintai tanah airku, Indonesia, dan juga mencintai tanah kelahiranku, yaitu tanah Jawa," ujar Kenanga, mematahkan harapan besar Melani dalam sekejap.

Tatapan sengit Meilani pun akhirnya tertuju tepat ke arah Risa yang sejak tadi sudah berdiri di belakang Kenanga. Risa hanya bisa menahan-nahan tawanya, agar tidak perlu meledak dan mengusik ketenangan hari libur Dandi, Panji, dan Kumala yang masih beristirahat.

"Duh, nasehatmu untuk Kenanga kok langsung membuatku ingin tinggal di Amerika, ya? Kalau aku tinggal di Amerika, pasti Kenanga akan ikut budaya di sana dan memanggilku Aunty tanpa harus kamu ralat setiap saat," ujar Meilani, seraya melangkah ke dalam rumah Risa.

Zulkarnain hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, saat tahu kalau adu mulut antara Meilani dan Risa akan segera kembali dimulai. Ia kemudian memilih untuk menemani Kenanga dan Melati--putrinya--bermain di ruang tengah rumah itu, daripada harus ikut tenggelam dalam adu mulut tak berujung.

"Kalau kamu sekeluarga tinggal di Amerika, maka kamu akan kurus kering dalam kurun waktu hanya dua hari, Mei. Kamu enggak akan bisa makan banyak di sana, karena semua hal di sana harganya mahal. Zul bisa bangkrut dalam dua hari kalau tetap menuruti porsi makanmu yang menggunung ketika berada di Amerika," sahut Risa, atas niatan Meilani.

Dandi--yang baru keluar dari kamarnya--langsung tertawa lepas usai tak sengaja mendengar yang Risa jabarkan kepada Meilani. Zulkarnain pun--mau tak mau--jadi ikut tertawa seperti yang Dandi lakukan, karena notabene yang dikatakan oleh Risa adalah benar adanya dan sulit untuk disanggah, bahkan oleh Meilani sekalipun. Meilani jelas langsung menggondok terhadap Risa dan mulai merajuk ketika sudah berada di dapur. Dandi segera menyusul Zulkarnain ke ruang tengah tak lama kemudian.

"Mereka itu kalau tidak berdebat satu menit saja, mungkin akan langsung ada perubahan iklim mendadak di Bumi ini," ujar Dandi.

"Percayalah, Mas, di rumah kami yang selalu dibahas oleh Istriku ketika aku pulang kerja adalah soal topik perdebatan antara dirinya dan Risa yang baru saja terjadi pada hari itu. Sepertinya, berdebat adalah menu utama di dalam hidup mereka berdua dan jika dilewatkan, maka kedua-duanya akan langsung mengalami kekurangan zat besi," tanggap Zulkarnain.

Kenanga dan Melati berlari keluar dari ruang keluarga menuju meja makan. Dandi dan Zulkarnain terus mengobrol di ruang tengah, sementara Risa dan Meilani sibuk memasak sekaligus berdebat sepanjang waktu. Kenanga kini sedang menatap sebal dan pasrah ke arah Melati, yang saat itu baru saja menjarah delapan tusuk sate miliknya.

"Ya Allah, Melati," keluh Kenanga. "Tadi katanya kamu sudah kenyang karena sudah sarapan di rumah. Giliran aku mengambil sate dari meja makan, satenya malah kamu yang habiskan. Gimana, sih?"

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang