58 | Permintaan Terakhir

2.4K 198 15
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Riana dan Alika tiba di Desa Banyumanik, setelah tadi mendapat kabar soal penangkapan yang akan terjadi pada Sutejo dan Juminah. Kedua wanita itu langsung menemui Risa dan Meilani yang baru saja menyelesaikan penangkapan terhadap tersangka. Mereka paham, bahwa Riana dan Alika jelas membutuhkan penjelasan mengenai yang sedang terjadi saat itu. Untuk itulah kedua wanita tersebut diajak untuk duduk di teras rumah Zulkarnain, sebagai tempat paling dekat yang bisa mereka jangkau.

"Jadi begini Bu Riana, teror mawar berdarah yang menimpa Almarhum Suami Ibu adalah akibat sumpah seseorang yang pernah diperkosa dan dibunuh oleh Mbah Tejo dua puluh lima tahun lalu. Almarhum Suami Ibu adalah Cucu dari Mbah Tejo dan dianggap sebagai salah satu keturunannya yang pantas menerima sumpah tersebut. Maka dari itulah untuk menghentikan sumpah mengerikan tersebut agar tidak lagi terulang, kami dari pihak kepolisian terus menggali soal masa lalu Mbah Tejo dan Istrinya. Karena kami merasa curiga dengan tingkah laku mereka berdua, khususnya tingkah laku Mbah Tejo, pada saat melihat wajahku yang mirip sekali dengan sosok korban pemerkosaan dan pembunuhan itu," jelas Risa.

Riana menutup mulutnya karena begitu shock usai mendengar penjelasan dari Risa. Dosa yang dibuat oleh Sutejo telah merenggut nyawa suaminya yang tidak tahu apa-apa. Hatinya terasa begitu sakit, hingga tak mampu menahan linangan airmata yang meluruh. Alika memeluk Ibunya dengan erat, untuk memberinya penghiburan serta menguatkan hatinya yang begitu rapuh.

"Sekarang intinya tidak akan ada lagi sumpah yang mengejar-ngejar keluarga kita, Bu. Semuanya sudah selesai karena kejahatan Mbah buyut akhirnya terbongkar. Kita bisa melanjutkan hidup dan memulai yang baru, Bu. Tidak di sini, tapi di tempat lain yang tidak akan membawa kita pada ingatan-ingatan kelam hari kemarin," bujuk Alika.

Riana pun mengangguk pelan. Ia jelas setuju dengan saran dari putrinya. Kedua wanita itu kemudian benar-benar memutuskan pergi dari Desa Banyumanik dan tidak akan pernah kembali lagi. Meilani merangkul Risa tak lama kemudian. Ia baru saja menerima telepon dari kantor yang mengabarkan mengenai Sutejo dan Juminah.

"Ada kabar buruk soal dua tersangka kita saat baru tiba di kantor dan dimasukkan ke dalam sel sementara," ujar Meilani.

"Kenapa? Mereka bunuh diri? Biarkan saja. Dosanya sudah jelas mereka yang tanggung sendiri, bukan orang lain yang akan menanggungnya," tanggap Risa.

"Kok kamu tahu, kalau mereka memutuskan bunuh diri? Aku belum bilang apa-apa sejak tadi, Sa," heran Meilani.

"Hanya menebak, Mei. Biasanya orang-orang macam Sutejo dan Juminah itu adalah orang-orang yang tidak bisa menerima saat dirinya dipermalukan oleh orang lain. Jadi daripada harus menanggung malu seumur hidup setelah kejahatan mereka terbongkar, mereka akan lebih memilih bunuh diri. Karena bagi mereka, jika sudah mati maka tidak akan lagi ada yang mempermalukan mereka sampai kapan pun," jelas Risa.

"Hm ... kamu jelas benar mengenai hal itu. Kalau begitu ayo, sebaiknya kita kembali ke rumah Nyai Kenanga. Jasadnya saat ini sedang diurus oleh Mbah Asih, Mbah Rumsiah, dan Mbah Kumala. Kita harus berunding soal di mana Nyai Kenanga akan dimakamkan malam ini," ajak Meilani.

"Nyai Kenanga akan dimakamkan di halaman belakang rumahnya. Tepat di samping taman bunga mawar putih kesayangannya," putus Risa, tak mau diganggu gugat.

Rumah Nyai Kenanga kini dipenuhi oleh para pelayat. Jasad Nyai Kenanga telah dibungkus dengan layak menggunakan kain kafan. Suara-suara yang membacakan surah Yaasiin terdengar begitu ramai di sekeliling jasad yang akan dimakamkan malam itu juga. Taman bunga mawar putih yang sebelumnya digali untuk menemukan jasad Nyai Kenanga telah dikembalikan seperti semula. Bunga-bunga mawar yang tadi dipindahkan sementara waktu tidak ada yang layu dan justru terlihat semakin segar.

Risa meminta beberapa orang warga untuk menggali tanah di samping taman bunga mawar tersebut. Ia benar-benar ingin Nyai Kenanga dimakamkan secara layak di samping taman bunga mawar putih kesayangannya. Sosok Nyai Kenanga kini berada di samping Risa yang tengah mengawasi penggalian di belakang rumah.

"Tinggal saja di sini. Jangan biarkan rumah ini kosong lagi seperti dulu," bisik Nyai Kenanga. "Jagalah semua yang bisa kamu jaga seperti biasanya. Buatlah taman bunga mawar putih di halaman depan sana seperti yang kamu inginkan. Bangun keluargamu di rumah ini. Anggaplah rumah ini adalah rumahmu sendiri, jangan pernah merasa asing. Sejak awal kamu menjejakkan kaki di halaman dan rumah ini, aku tahu bahwa kamu merasa sangat nyaman sehingga tidak sungkan untuk kembali lagi. Jadi, tolong jangan pergi. Menetaplah."

Risa pun tersenyum setelah mendengar bisikan itu. Ia tahu apa maksud Nyai Kenanga meminta kepadanya. Ia paham bahwa sepi adalah hal yang paling tidak nyaman untuk dilalui.

"Ya, Insya Allah aku akan tetap tinggal di sini, Nyai. Aku tidak akan meninggalkan rumah ini, karena aku tak mau taman bunga mawar dan makam dirimu di belakang sini menjadi tidak terawat. Aku akan terus menjaga semuanya, Nyai. Biak itu rumah, taman, makam dirimu, maupun Mbah Panji dan Mbah Kumala," janji Risa, tahu akan banyak hal yang Nyai Kenanga inginkan.

Sosok Nyai Kenanga tersenyum jauh lebih lega setelah mendengar janji yang Risa ucapkan. Setelah sekian lama, Nyai Kenanga akhirnya tidak lagi memiliki beban dalam hatinya dan telah benar-benar siap untuk pergi. Risa membuatnya benar-benar bisa menuntaskan banyak hal yang dulu tak sempat ia tuntaskan. Kini semua itu tidak lagi akan mengikutinya, termasuk tentang Panji yang telah mendapatkan jawaban dan penyelesaian mengenai hubungannya dengan Nyai Kenanga.

Dandi muncul di ambang pintu belakang rumah itu tak lama kemudian. Pria itu menatap ke arah istrinya yang masih mengawasi penggalian yang akan menjadi tempat peristirahatan terakhir Nyai Kenanga.

"Dek, sudah waktunya Almarhumah Nyai Kenanga untuk di makamkan," ujar Dandi, begitu lembut.

Risa pun menoleh ke arah Dandi dan tersenyum.

"Iya, Mas. Aku akan segera masuk," tanggap Risa.

Setelah penggalian selesai, jasad Nyai Kenanga pun segera diangkat menuju ke halaman belakang rumah untuk dimakamkan. Para pelayat ikut menyaksikan pemakaman tersebut. Panji, Dandi, dan Zulkarnain masuk ke dalam liang lahat untuk menerima jasad Nyai Kenanga yang akan segera dikebumikan. Proses pemakaman itu benar-benar berjalan penuh isak tangis dari orang-orang yang mengenal baik sosok Nyai Kenanga semasa hidupnya. Meilani merangkul Risa yang tampak jauh lebih cerah daripada hari-hari sebelumnya. Wanita itu yakin kalau Risa saat ini tengah melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain, yaitu sosok Nyai Kenanga.

"Terima kasih, karena telah mengantarku ke tempat yang tepat. Ini adalah hari paling bahagia bagiku," bisik Nyai Kenanga di samping Risa, untuk terakhir kalinya.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang