29 | Wajah Bahagianya

2.3K 220 13
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

"Jadi, malam ini kamu dan Mei tinggal di rumah Nyai Kenanga tanpa menyalakan lampu sama sekali? Lalu mobilmu disimpan di mana, Dek?" tanya Dandi, melalui telepon.

"Mobil aku simpan di rumahnya, Zul, Mas Dandi. Tadi aku sudah jelaskan pada Zul, bahwa malam ini kami akan berpura-pura tidak tinggal di rumah Nyai Kenanga. Agar kalau Mbah tua itu lewat, dia menyangka bahwa rumah ini sudah kosong kembali seperti dulu. Kami hanya pakai lampu semprong milik Nyai Kenanga malam ini sebagai penerang, agar tidak terlalu kelihatan dari luar," jawab Risa.

"Kenapa kita enggak pakai lilin saja, sih, Sa?" tanya Meilani.

Di seberang sana, Risa pun langsung menoleh ke arah Meilani. Dandi, Panji, dan Kumala jelas bisa mendengar suara Meilani saat itu dari seberang telepon sana. Dandi sengaja membiarkan Kakek dan Neneknya mendengarkan pembicaraannya dengan Risa, karena mereka benar-benar penasaran terhadap sosok Risa yang tadi diceritakan oleh Dandi.

"Memangnya kenapa, Mei? Pakai lampu semprong 'kan jauh lebih mudah dan aman," heran Risa.

"Kalau pakai lilin kamu bisa sekalian kerja malam ini, Sa," sahut Meilani.

"Kerja? Kerja apa malam-malam pakai lilin?"

"Jadi babi ngepet."

Dandi pun langsung berupaya menahan tawanya, agar tidak sampai terdengar ke telinga Risa. Panji dan Kumala pun akhirnya paham tentang kekonyolan Risa dan Meilani yang sudah diceritakan oleh Dandi sebelum menerima telepon dari Risa.

"Nyai Kenanga ... tolong pindahkan Mei agar tidur di atap. Aku jengkel sama dia malam ini," mohon Risa.

"Nyai Kenanga ... tolong mulutnya sahabatku dikasih les privat biar bisa mingkem kalau sedang ada di hadapan Kakek dan Neneknya, Zul! Aku benar-benar masih kesal sama dia gara-gara ulahnya tadi, Nyai!" lapor Meilani, terdengar merajuk.

Dandi pun segera meraih ponselnya dan mulai tertawa karena sudah tidak tahan. Panji dan Kumala memperhatikan cucu mereka, lalu mulai tersenyum diam-diam.

"Hei, kalian berdua. Sudah ... sudah ...! Jangan lapor-lapor yang tidak penting pada Nyai Kenanga. Kalian itu kok hobi sekali bertengkar, tapi tetap saja tidak bisa jauh-jauh satu sama lain? Sudah, cepat sana istirahat agar besok kegiatan kita bisa berjalan lancar," perintah Dandi.

"Mei yang mulai, Mas. Bukan aku," sanggah Risa.

"Iya, Dek. Aku tahu kalau Mei memang yang memulai duluan. Tapi 'kan ...."

"Mbah tua itu lewat di depan rumah ini, Mas!" seru Risa, memotong ucapan Dandi.

Wajah Panji dan Kumala yang tadinya berseri-seri saat mendengar suara Risa, kini kembali menjadi tegang akibat tahu kalau Sutejo melintas di depan rumah milik Nyai Kenanga. Mereka berdua merasa was-was karena takut terjadi apa-apa pada Risa dan Mei di rumah itu.

"Dia melintas sendirian, Dek? Apa yang dia lakukan malam-malam begini?" tanya Dandi, ikut merasa khawatir.

Risa terus menatap ke arah Sutejo, yang saat itu sedang berhenti berjalan dan menatap lama ke arah rumah milik Nyai Kenanga. Laki-laki tua itu tampak sedikit tersenyum begitu sinis ketika sedang memperhatikan rumah itu.

"Dia berhenti dan menatap ke arah rumah ini, Mas. Dan kalau aku tidak salah lihat, dia baru saja tersenyum sinis sekilas sebelum kembali berjalan menuju ke arah gerbang Desa," jawab Risa, menjabarkan apa yang dilihatnya barusan.

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang