- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Meilani duduk di kursi samping seperti biasanya, sementara Risa akan mengemudi. Dandi terlihat baru memasuki mobilnya sendiri, lalu setelahnya pria itu memberi tanda pada Risa agar mobil mereka segera melaju meninggalkan Polres Semarang menuju ke Desa Banyumanik. Meilani masih membaca berkas yang tadi diberikan oleh Risa ketika perjalanan itu berlangsung. Risa terus mengikuti mobil milik Dandi agar mereka tidak terpisah jauh saat tiba di Desa Banyumanik nanti.
"Kamu yakin pernah mendengar kasus serupa dengan kasus ini?" tanya Meilani.
"Iya, Mei. Aku ingat pernah mendengar soal kasus yang serupa dengan kasus itu beberapa tahun lalu. Maka dari itulah aku tertarik untuk memecahkan kasusnya," jawab Risa.
Meilani pun menatap ke arah Risa dengan tatapan serius.
"Dan kamu benar-benar mau mengerjakan kasus ini? Kamu yakin, kalau Pak Dandi tidak akan menghalang-halangi langkah kamu meski ada keputusan aneh yang kamu ambil?"
"Dia sudah janji padaku tadi. Dia akan memberikan akses dalam hal apa pun dan tidak akan membiarkan siapapun menghalangi jalanku. Dia bahkan berjanji bahwa dirinya akan terus ada bersama kita, selama kita sedang mengerjakan kasus kali ini. Jadi sudah pasti bukan, kalau tidak akan ada orang yang berani menghalang-halangi jalanku jika aku ingin melakukan sesuatu ataupun mengambil keputusan?"
Meilani pun menganggukkan kepalanya, lalu kembali menekuri berkas yang masih dipegangnya saat itu. Risa kembali berkonsentrasi mengemudi sambil terus menatap ke arah mobil milik Dandi. Meilani benar-benar tenang saat membaca isi berkas yang dipegangnya, hingga tanpa terasa akhirnya mereka telah tiba di Desa Banyumanik.
"Ya Allah ... kok cepat sekali, ya, perjalanannya?" heran Meilani.
"Kamu yang terlalu serius membaca berkas, Mei. Sejak tadi memang aku dan Pak Dandi mengemudi cukup cepat. Jadinya kita cepat juga sampai di tujuan," jelas Risa.
Mereka berdua turun dari mobil setelah melihat Dandi keluar dari mobilnya. Seseorang tampak mendekat ke arah Dandi tak lama kemudian untuk menyambutnya. Risa dan Meilani pun segera beranjak mendekat ke arah Dandi berada.
"Selamat datang di Desa Banyumanik, Pak Dandi. Perkenalkan, aku adalah Kepala Desa di sini. Namaku Zulkarnain Abdurrahman. Panggil saja Zul."
Risa dan Meilani jelas mengenali siapa yang tengah memperkenalkan diri kepada Dandi saat itu. Dia adalah salah satu alumni dari SMP Negeri 21 Semarang. Bahkan, pria yang tengah memperkenalkan diri pada Dandi itu adalah teman sekelas mereka berdua dan cukup mengenal siapa mereka. Tatapan Zulkarnain pun terarah pada kedua wanita yang ada di belakang Dandi, setelah perkenalan singkat itu terjadi. Zulkarnain juga masih mengenali kedua wanita itu. Namun keadaan jelas terasa canggung bagi mereka, karena ada sangkut pautnya dengan kejadian terakhir di SMP.
"Perkenalkan juga, Pak Zul, ini adalah dua orang rekanku yang akan ikut dalam penyelidikan kasus teror mawar berdarah yang Bapak laporkan. Ini adalah AKP Risa Arimbi. Dia yang akan memimpin jalannya penyelidikan. Sementara yang ada di sebelahnya adalah AKP Meilani Hastari. Dia akan membantu jalannya penyelidikan sesuai dengan arahan dari AKP Risa. Aku sendiri akan ikut dengan arahan yang AKP Risa sebutkan dalam penyelidikannya nanti. Jadi kalau ada yang Pak Zul perlu jelaskan, silakan jelaskan lebih lanjut pada AKP Risa," ujar Dandi.
"Interupsi, Pak Dandi," pinta Risa.
Dandi pun menoleh ke arah Risa, padahal tadinya Zulkarnain hampir saja menyapa Risa dan Meilani. Interupsi yang Risa lakukan jelas membuat Zulkarnain menjadi bungkam kembali, disertai keberaniannya yang mendadak menyusut begitu saja.
"Iya, Dek Risa. Silakan," sahut Dandi, dengan sengaja.
Risa mendadak menatap ke arah Dandi dengan ekspresi kaget, sementara Meilani sukses menahan tawa agar tidak meledak di depan umum.
"Uhm ... anu, Pak Dandi, aku rasa sebaiknya Pak Zul menyampaikan penjelasan pada Pak Dandi saja. Sebagai sesama pria, jelas Pak Zul akan lebih nyaman bicara dengan Pak Dandi daripada denganku," saran Risa.
Dandi pun mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda bahwa saran yang Risa cetuskan memang ada benarnya.
"Baiklah kalau begitu, Pak Zul. Seperti yang AKP Risa sarankan, maka Pak Zul boleh memberi penjelasan apa pun kepadaku, sebagai perwakilan dari pihak penyidik," Dandi menyampaikan hal tersebut secara langsung pada Zulkarnain.
Tatapan Zulkarnain kini terarah kepada Risa dan Meilani yang tampaknya jauh lebih tertarik untuk mengamati seluruh Desa daripada bicara dengannya.
"Aku minta maaf kalau dimasa lalu kita pernah berselisih paham, Risa. Tolong jangan jadikan masa lalu kita sebagai penghalang untuk memecahkan sebuah masalah yang saat ini sedang terjadi di Desa," ujar Zulkarnain, langsung pada intinya.
Dandi pun menatap ke arah Risa dan Meilani yang saat itu sudah menoleh ke arah Zulkarnain. Ia ingin tahu apa reaksi yang akan Risa berikan untuk Zulkarnain ketika mereka bertemu lagi setelah sekian lama berlalu dari masa terakhir di SMP.
"Maaf, Pak Zul. Anda mengenalku sebelumnya? Soalnya seingatku, aku tidak pernah mengenal seseorang yang hobi ikut menyudutkan orang lain padahal tidak tahu apa masalah sebenarnya," ujar Risa, tampak begitu santai.
Zulkarnain pun benar-benar tak bisa lagi mengatakan apa-apa. Karena apa yang Risa katakan tentangnya adalah hal yang seratus persen benar.
"Mari, Pak Dandi. Aku dan Mei akan berkeliling dulu di Desa ini dan bertanya pada beberapa orang. Kalau ada apa-apa, silakan hubungi saja aku melalui ponsel. Permisi," pamit Risa.
"Iya, Dek Risa. Silakan," sahut Dandi, kembali membuat Risa merasa kaget untuk yang kedua kalinya.
Setelah Risa dan Meilani benar-benar jauh dari keberadaan Dandi dan Zulkarnain, tawa yang sejak tadi ditahan oleh Meilani pun akhirnya pecah begitu saja. Risa meringis pelan saat tahu kalau dirinya akan menjadi bulan-bulanan sahabatnya dengan tulus ikhlas.
"Apa kubilang, Pak Dandi memang punya perasaan lebih terhadapmu dan tampaknya dia tidak akan menutupi hal itu lagi mulai sekarang," goda Meilani.
"Hm, iya ... iya ... aku percaya padamu sekarang. Sudah, jangan tertawa terus. Kita sedang bertugas. Ayo, cepat kita keliling Desa dan menanyakan yang harus kita tanyakan pada orang-orang di sekitar rumah korban," ajak Risa, tak mau ambil pusing terlalu lama.
Mereka kembali berjalan sambil mengamati keadaan di Desa itu.
"Mungkin kamu mau membalas Pak Dandi dengan berhenti memanggilnya 'Pak', selama berada di luar kantor," saran Meilani.
"Hm, iya ... iya ... nanti aku panggil dia 'Kang Mas'. Biar kesannya lebih terhormat," balas Risa, sambil menahan jengkel kepada Meilani.
"Sip! Aku akan tunggu hal itu sampai benar-benar terlaksana!" sambut Meilani, penuh semangat.
Risa pun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil meringis, saat menatap Meilani yang sudah berjalan mendahului dirinya.
"Ya Allah, kenapa bisa sih yang setia di sisiku cuma yang modelannya seperti Mei seorang?" keluhnya.
Tatapan mata Risa pun terarah ke sebuah rumah berwarna putih yang tampak sudah usang. Seseorang di dalam rumah itu tengah menatap ke arahnya dan tersenyum begitu cantik dari balik jendela. Risa pun balas tersenyum, lalu segera menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dirinya mohon permisi dari hadapan wanita cantik itu.
"Hei, kamu senyum sama siapa barusan?" tanya Meilani.
"Itu, aku senyum sama penunggu rumah kosong tempatku tadi berhenti," jawab Risa, dan segera disambut dengan anggukkan santai dari Meilani.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)
Horor[COMPLETED] Pekerjaannya di Kantor Polisi belum benar-benar selesai, namun AKP Risa Arimbi harus mendapat pekerjaan tambahan akibat adanya teror yang menyerang Desa Banyumanik, Kota Semarang. Teror tersebut terjadi disertai adanya korban meninggal...