5 | Wangi Misterius

3.3K 253 10
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Seorang pria datang tak lama kemudian ke rumah itu. Tampaknya pria itu baru saja pulang dari sawah karena di pakaiannya terlihat ada cipratan lumpur pada beberapa bagian. Pria itu mendekat pada Kasminah setelah menyimpan peralatan yang dibawanya. Kedua mata Risa mendadak membola dan senyum di wajahnya menghilang dalam sekejap ketika melihat wajah pria itu tepat di hadapannya. Pria itu juga langsung berekpresi kaget ketika menatap ke arah Risa.

"Kamu sudah menyelesaikan pekerjaan di sawah, Nak? Kenalkan, ini adalah para Polisi yang akan menangani kasus teror mawar berdarah di rumah sebelah. Yang ini namanya Pak ...."

"Risa," tegur pria itu.

Risa pun bangkit dari kursi di teras rumah tersebut dan menatap Kasminah seraya tersenyum terpaksa.

"Maaf, Bu. Aku permisi dulu. Ada hal yang harus aku cari tahu di tempat lain. Terima kasih atas keterangan yang sudah Ibu berikan. Assalamu'alaikum," pamit Risa.

"Wa'alaikumsalam," lirih Kasminah, masih kebingungan.

"Sa, tunggu dulu. Risa, tolong dengarkan aku dulu," pinta pria itu.

Pria itu hendak mengejar langkah Risa, namun Meilani segera menghalanginya dan memasang ekspresi marah. Kasminah tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi, sehingga dirinya hanya bisa berdiri dan terdiam di tempatnya. Dandi segera mengejar Risa, sementara pria tadi kini menatap ke arah Meilani dengan tatapan nanar.

"Mei, tolong berikan aku ...."

"Enggak, Kahlil. Kamu enggak boleh mengejar Risa. Masa lalu ya masa lalu. Kamu sudah memutuskan untuk meninggalkan Risa dan tidak akan ada jalan bagi kamu untuk bisa kembali lagi ke sisinya. Risa sudah menutup rapat-rapat hatinya sejak kamu memilih perempuan lain. Gara-gara kelakuanmu, sahabatku itu akhirnya tidak berani membuka diri dan perasaannya untuk pria mana pun! Jadi jangan pernah kamu coba-coba untuk berusaha kembali ke sisi Risa!" tegas Meilani.

Kahlil pun bungkam di tempatnya dan tak lagi berani mengatakan apa-apa. Meilani kini menatap ke arah Kasminah yang sudah mendengar semuanya.

"Maaf, Bu. Aku permisi dulu. Maaf kalau aku bicara terlalu keras pada anak Ibu. Tapi percayalah, dulu tingkahnya jauh lebih kasar daripada ucapanku barusan kepadanya. Terima kasih atas waktu dan informasi yang Ibu berikan. Assalamu'alaikum," pamit Meilani.

"Wa'alaikumsalam," jawab Kasminah.

Setelah Meilani pergi, Kasminah menatap penuh kemarahan ke arah Kahlil.

"Kamu bertingkah dan bicara kasar pada Nak Risa hanya demi perempuan yang akhirnya menghancurkan hidup dan masa depanmu itu? Benar begitu?" tanya Kasminah.

Kahlil pun menundukkan kepalanya tanpa berani menjawab pertanyaan yang Kasminah ajukan.

"Dasar anak bodoh! Kenapa kamu harus membuang yang berharga hanya untuk mendapatkan tiket neraka dunia? Lihatlah Nak Risa yang sekarang! Lihat dia dan lihat juga hasil dari kebodohanmu!"

Dandi berhasil mengejar Risa dan bahkan menyamai langkahnya. Risa diam saja dengan wajah datarnya yang biasa Dandi lihat di kantor. Wanita itu tampaknya enggan membicarakan soal pertemuan dengan Kahlil yang sangat tidak terduga.

"Kamu tampak marah sekali, Dek Risa. Kenapa? Kamu masih tidak bisa melupakan Kahlil atau masih tidak bisa melupakan perbuatannya padamu di masa lalu?" tanya Dandi.

Risa pun langsung berhenti dan menatap kaget ke arah Dandi. Dandi ikut berhenti dan balas menatap Risa seraya tersenyum tenang.

"Kenapa, Dek? Kamu kaget karena aku tahu semua masa lalumu? Kamu benar-benar lupa siapa aku? Kamu tidak ingat sama ...."

"Siapa kamu?" potong Risa dengan cepat. "Siapa kamu dan kenapa kamu bisa tahu tentang masa laluku?"

Dandi tetap tersenyum dan sama sekali tidak terpengaruh dengan cecaran Risa saat itu. Ia membuka dompetnya dan memperlihatkan pada Risa sebuah foto yang sukses membuat Risa menahan nafas selama beberapa saat.

"Ka--kamu ... foto itu ...."

"Iya. Aku Kakak kelasmu di SMP Negeri 21 Semarang," jelas Dandi. "Aku dulu sering sekali bertemu kamu saat kita sedang kerja bakti mengurus perpustakaan. Kamu benar-benar lupa padaku ternyata."

Risa bisa mendengar sedikit nada kecewa dalam ucapan Dandi. Dandi segera menyimpan kembali dompetnya ke dalam saku celana. Pria itu tampak berusaha tenang di hadapan Risa. Risa bisa melihat bagaimana usaha Dandi untuk tidak menyeret perasaannya ke dalam suatu masalah, meski dirinya sedang merasa kecewa sekalipun. Meilani muncul tak lama kemudian dengan niat menyusul Risa seperti yang Dandi lakukan.

"Sa, kamu baik-baik saja?" tanya Melani, terdengar khawatir.

"Mm ... aku baik-baik saja, Mei," jawab Risa.

Melani sempat melirik ke arah Dandi sekilas. Ia tahu kalau Dandi mungkin baru saja mengatakan sesuatu pada Risa saat dirinya masih berada di rumah Kahlil.

"Sebaiknya kita berkeliling lagi. Masih banyak yang perlu kita gali lebih daripada mencari tahu tentang keluarga korban yang belum pulang," ujar Risa, memberi saran.

"Ya, kamu benar. Kalau begitu akan mencari Pak Zul dan mencoba bertanya beberapa hal," tanggap Meilani, yang kemudian langsung pergi dari hadapan Risa dan Dandi.

Dandi pun kembali menatap Risa.

"Dan aku? Aku harus ke mana sekarang, Dek Risa?" tanya Dandi.

"Berkeliling juga, Mas Dandi. Tapi bersamaku," jawab Risa.

Mereka pun segera berjalan lagi ke arah yang berbeda dengan jalan yang Meilani ambil. Dandi terus mengikuti langkah yang Risa ambil kali itu, hingga akhirnya Risa memutuskan berhenti secara tiba-tiba di depan sebuah tembok yang tertutupi tanaman rambat.

"Ada apa, Dek? Kenapa kamu mendadak berhenti?" tanya Dandi.

"Mas Dandi mencium aroma yang wangi atau tidak?" tanya Risa, yang saat itu tampak sedang menghirup udara di sekitar mereka.

Dandi pun mencoba mencari aroma wangi yang Risa rasakan.

"Mm, iya. Ada aroma wangi yang sangat tajam di sekitaran sini. Memangnya kenapa, Dek? Ada yang aneh dengan aroma wangi yang kita rasakan saat ini?" Dandi ingin tahu.

"Yang kita hirup saat ini adalah wangi bunga mawar, Mas," jawab Risa.

"Bunga mawar?" Dandi langsung menatap ke arah di sekitarnya. "Tapi tidak ada bunga mawar yang terlihat di halaman rumah para warga. Tampaknya warga Desa ini sama sekali tidak ada yang menanam bunga mawar."

"Tapi ini wangi bunga mawar, Mas. Tidak mungkin aku salah mencium aromanya, karena tetanggaku punya tanaman mawar dan aromanya selalu tercium begitu semerbak seperti ini," Risa tetap bersikeras.

"Iya, aku percaya sama kamu, Dek. Tapi masalahnya dari mana sumber wanginya? Saat ini aku sama sekali tidak melihat adanya tanaman mawar di sekitaran sini."

Risa pun menatap ke arah tembok yang penuh dengan tanaman rambat. Ia meraba-raba tembok itu dan mulai berjalan mengikuti ke mana arah temboknya akan berakhir. Dandi kembali mengikuti langkah Risa yang terus saja meraba tembok penuh tanaman rambat di hadapan mereka. Keduanya kemudian berbelok pada sebuah jalan kecil yang tampaknya mengarah pada jalanan yang tadi mereka lewati jika ingin menuju ke arah rumah korban. Mereka pun akhirnya sampai di bagian depan sebuah rumah, yang ternyata adalah rumah kosong tempat Risa melihat penunggu yang sangat cantik tadi. Risa maupun Dandi sama-sama terdiam ketika menjatuhkan tatapan ke arah rumah itu.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang