8 | Tentang Nyai Kenanga

2.8K 235 4
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Meilani mengikuti langkah Risa yang baru saja masuk ke dalam rumah kosong tersebut. Dandi ikut melangkahkan kaki menuju ambang pintu belakang rumah kosong itu. Ia berniat mengikuti Risa dan Meilani untuk mencari tahu lebih banyak mengenai siapa pemilik rumah yang menghilang secara misterius, namun taman bunga mawar putihnya tetap terawat dengan baik. Zulkarnain tampak diam saja di tempatnya karena enggan mengikuti langkah ketiga orang yang telah mendahuluinya. Namun Dandi yang masih berdiri di ambang pintu belakang rumah kosong itu mendadak menatap ke arahnya.

"Pak Zul mau berdiri saja di situ sampai kami selesai memeriksa rumah ini?" tanya Dandi.

"Uhm ... i--iya, Pak Dandi. Mungkin sebaiknya aku tetap menunggu di sini saja," jawab Zulkarnain, agak sedikit gugup.

Dandi pun menganggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia paham dengan keputusan yang diambil oleh Zulkarnain saat itu.

"Kalau begitu aku masuk dulu, ya, Pak Zul. Karena ini rumah kosong yang sudah lama tidak dihuni selama dua puluh lima tahun, sebaiknya Pak Zul berhati-hati jika ingin menunggu sendirian di luar sini," ujar Dandi, sengaja memberikan peringatan agar Zulkarnain berhati-hati.

Setelah Dandi masuk ke rumah itu untuk menyusul Risa dan Meilani, Zulkarnain pun benar-benar berada sendirian di luar. Keadaan mendadak hening di sekitar Zulkarnain saat itu. Hanya gemerisik daun pada tanaman bunga mawar yang terdengar di telinganya. Ia mendadak merinding ketika keheningan itu semakin terasa nyata. Karena tanpa ia tahu, di sampingnya saat ini sudah berdiri sosok cantik yang sejak tadi dilihat oleh Risa.

Karena tidak bisa bertahan lebih lama di luar akibat perasaan merinding yang dirasakannya, Zulkarnain pun akhirnya memilih segera mengikuti langkah Dandi ke dalam rumah kosong tersebut. Nafasnya sedikit naik-turun ketika tiba di samping Dandi yang tengah berhenti dan menatap pada satu arah yang sama dengan arah pandangan Risa dan Meilani. Beberapa kali Zulkarnain terus menoleh ke arah pintu belakang untuk menghalau rasa merinding yang dirasakannya, dan untuk memastikan bahwa tidak ada apa-apa di sana selain tanaman bunga mawar.

"Pak Dandi? Pak? Itu ... di luar barusan ...."

"Ssttt," tegur Dandi terhadap Zulkarnain dengan halus. "Jangan terlalu berisik, Pak Zul. Lihat saja ke arah lukisan itu."

Tatapan Zulkarnain pun benar-benar langsung tertuju pada sebuah lukisan yang ditunjukkan oleh Dandi. Dalam sekejap ia langsung terlupa dengan rasa merinding yang tadi dirasakannya dan berganti dengan rasa terkejut.

"Masya Allah, cantiknya," puji Meilani, yang tampak begitu terpesona dengan wajah wanita di dalam lukisan tersebut. "Kok dia bisa mirip sekali dengan kamu, ya, Sa?"

Meilani pun mendekat ke arah telinga kiri Risa diam-diam.

"Diakah yang kamu lihat sosoknya, tadi?" tanya Meilani, berbisik.

"Iya. Dia adalah sosok yang aku lihat tadi dan menjadi penunggu rumah ini," jawab Risa, ikut berbisik.

"Nyai Kenanga," ujar Zulkarnain.

Dandi, Meilani, dan Risa pun langsung menoleh ke arah pria itu, yang masih terpaku menatap ke arah lukisan.

"Siapa, Pak Zul?" tanya Dandi.

"Namanya Nyai Kenanga. Dia adalah kembang desa di Desa ini. Dia adalah Putri tunggal dari pemilik rumah ini. Dua puluh lima tahun lalu dia mendadak hilang begitu saja tanpa diketahui ke mana perginya. Rumah ini akhirnya kosong dan tidak pernah ada yang berani masuk ke sini karena takut terkena kutukan. Menghilangnya Nyai Kenanga membuat sebagian besar warga di Desa Banyumanik ini merasa sedih. Mereka kehilangan seseorang yang begitu dermawan dan juga ramah terhadap siapa saja. Para warga pada saat itu sudah berusaha mencari keberadaan Nyai Kenanga. Tapi sampai sekian lama mereka mencari, Nyai Kenanga tetap tidak pernah ditemukan keberadaannya," jelas Zulkarnain, sesuai dengan apa yang pernah diceritakan Nenek, Kakek, dan bahkan Almarhum kedua orangtuanya.

Risa pun kembali menatap ke arah lukisan itu dan mengamatinya lebih dalam.

"Nyai Kenanga sangat cantik. Kecantikannya selaras dengan baik budinya, sehingga banyak yang merasa kehilangan saat dia menghilang. Dan Mei memang benar, bahwa dia jelas mirip sekali dengan kamu, Dek Risa," ujar Dandi.

"Ya, sangat mirip," tambah Zulkarnain.

"Berapa usia Nyai Kenanga ketika dia menghilang secara mendadak pada saat itu, Zul?" tanya Risa.

"Kalau menurut Mbah Kakung dan Mbah Putriku, Nyai Kenanga berusia sekitar tiga puluh lima atau tiga puluh enam tahun saat menghilang. Dia belum menikah dan tidak juga berusaha mencari jodoh. Dia tampaknya sangat menikmati kesendiriannya pada saat itu," jawab Zulkarnain.

Risa pun menganggukkan kepalanya. Tatapannya kini terarah pada sosok Nyai Kenanga yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Sosok Nyai Kenanga tampak menunjuk ke sebuah laci pada meja yang sudah usang. Risa pun beranjak mendekat ke arah sosok Nyai Kenanga berada dan langsung membuka laci tersebut. Di dalam laci itu ia menemukan setumpuk kertas berwarna kekuningan dan berisi tulisan tangan yang sangat rapi. Meilani dan Dandi tampak melihat-lihat hal lain di dalam rumah yang sangat rapi tersebut. Keadaan rumah itu benar-benar tertata dengan baik dan hanya sedikit kotor karena debu.

"Hei semuanya, dengarkan baik-baik," pinta Risa.

Semua orang kini menatap ke arah Risa yang tampaknya akan membacakan sesuatu dari kertas kekuningan yang dipegang oleh wanita itu.

"Teruntuk yang tercinta, Kang Mas Panji S. Aku duduk malam ini di balik jendela depan sambil menulis. Anak-anak di luar sedang bermain setelah pulang dari surau dan Desa menjadi lebih ramai daripada sebelumnya. Aku senang melihat mereka bisa bermain bersama dengan teman-teman sebaya dan menikmati masa kecil. Dulu aku ingin sekali seperti itu, tapi aku tidak punya teman sebaya, karena aku lahir pada saat orangtua lain banyak yang belum memiliki anak. Itu kabarku hari ini untuk kamu dengar. Aku masih menantikan kepulanganmu dan berharap kamu benar-benar akan memenuhi janjimu padaku bertahun-tahun lalu sebelum pergi dari Desa ini. Aku tetap sendiri hingga usiaku tak lagi muda, dengan harapan bahwa kamu akan kembali dan meminangku seperti yang pernah kita rencanakan. Pulanglah. Aku akan menerimamu apa adanya seperti yang pernah kulakukan saat kita masih berusia enam belas tahun. Dua belas Januari seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan. Tertanda, Kenanga."

Meilani pun langsung meletakkan kedua tangannya di dada untuk meredam debaran jantungnya.

"Itu surat cinta. Tapi sepertinya Nyai Kenanga tidak sempat mengirimnya pada pria yang dia tunggu kepulangannya," ujar Meilani.

"Ya, kamu benar Mei. Nyai Kenanga tidak sempat mengirim surat itu, karena dia mendadak hilang tanpa jejak dari Desa ini keesokan harinya. Tepat pada tanggal tiga belas Januari," sahut Zulkarnain.

Tatapan Risa terarah pada kunci pintu depan yang masih ada di sana. Ia berjalan ke arah pintu depan dan mengeluarkan ponselnya dari saku celana.

"Nyai Kenanga mungkin tidak pernah pergi dari rumah ini. Tidak mungkin dia pergi tapi mengunci rumah dari bagian dalam seperti itu. Nyai Kenanga pasti masih ada di sekitar rumah ini. Hanya saja ... dia mungkin perlu ditemukan," ujar Risa, sambil mengambil foto kunci pada pintu depan.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang