10 | Yang Sudah Risa Ketahui

2.7K 237 11
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Pesanan makanan mereka akhirnya datang dan tersaji di meja. Meilani benar-benar tidak mau meralat pesanannya, sehingga meja itu sangat penuh dengan berbagai menu makanan yang ia pilih. Padahal Dandi, Zulkarnain, dan Risa jelas hanya memilih satu menu saja beserta satu gelas minuman.

"Kamu yakin bisa menghabiskan semua itu, Mei?" tanya Dandi, agak sangsi dengan kemampuan Meilani.

"Tenang saja, Pak Dandi. Insya Allah aku akan menghabiskan semua makanan yang aku pesan ini," jawab Meilani, penuh semangat.

Risa hanya bisa meringis saat melihat banyaknya porsi dari setiap makanan yang dipesan oleh Meilani. Ia mengusap-ngusap perutnya sendiri dan seakan tahu bahwa lambunynya tidak akan pernah memiliki kemampuan seperti lambung yang Meilani miliki.

"Apa kamu enggak takut gendut, Mei?" tanya Zulkarnain.

"Gendut? Ha-ha-ha-ha-ha! Kamu enggak lihat, kalau badanku ini enggak mengalami perubahan sama sekali sejak terakhir kali kita ketemu di SMP?" balas Meilani, dengan ekspresi yang mudah sekali berubah pada wajahnya.

Zulkarnain pun terdiam, sementara Dandi kini menyikut lengan pria itu agar diam saja dan tidak perlu memancing Meilani untuk mengamuk seperti singa. Mereka pun segera menyantap makan siang kali itu. Sama sekali tidak ada yang berbicara di antara mereka. Hanya suara-suara mulut berdecap beberapa kali yang terdengar. Semuanya berjalan sangat tenang, hingga dua orang yang baru datang ke restoran itu melihat keberadaan mereka dan memutuskan segera mendekat.

"Hai, Zul. Kamu makan di sini? Kok tumben enggak ajak-ajak kita berdua?" tanya Romi, salah satu teman dekat Zulkarnain dan Kahlil sejak kecil.

Meilani, Risa, dan Dandi jelas sadar dengan keberadaan Kahlil yang saat itu datang bersama Romi. Hanya saja mereka bertiga berpura-pura tidak melihat dan tidak peduli sama sekali. Sementara Zulkarnain sendiri kini tampak kaget dengan munculnya Romi dan Kahlil di tengah ketenangan yang sedang terjadi. Romi dulu juga ikut membantu Kahlil untuk menyudutkan Risa bersama Zulkarnain. Hal itulah yang membuat Zulkarnain seakan tengah mengunyah duri ketika mereka berdua datang dan menyapa.

"Ya, aku makan di sini bersama orang lain dalam rangka mengurus pekerjaan. Maka dari itulah aku tidak mengajak kalian berdua untuk makan siang bersama," jawab Zulkarnain, seadanya.

"Kalau begitu boleh dong kalau kami berdua ikut duduk di ...."

STABBB!!!

Meilani menancapkan garpu pada dada ayam bakar yang tersaji di hadapannya dengan sangat kuat. Zulkarnain dan Dandi terlonjak kaget saat Meilani melakukan hal itu tanpa basa-basi. Sementara Romi langsung terdiam di tempatnya dan Kahlil mulai berkeringat dingin.

"Coba-coba ikut duduk di meja yang sama dengan kami, maka aku tidak akan segan melakukan hal yang sama pada anggota tubuhmu," ujar Meilani, sambil menatap tajam ke arah ayam bakar yang ditikamnya seraya tersenyum menyeramkan.

Risa menoleh ke arah Meilani usai menelan nasi tongseng yang dimakannya.

"Kok pakai garpu? Itu loh ada pisau, Mei. Biar jangan setengah-setengah kalau mau bikin anak orang berdarah-darah," saran Risa.

Kahlil pun langsung menarik lengan Romi agar beranjak dari meja yang ditempati oleh keempat orang tersebut.

"Ka--kami akan duduk di meja lain, Zul. Kami ke sana dulu," ujar Kahlil, begitu pelan.

Zulkarnain hanya mengangguk pelan, namun tak mengatakan apa-apa. Kini ia kembali menatap ke arah Meilani dan Risa, sama seperti yang dilakukan oleh Dandi saat itu.

"Kahlil mungkin cuma mau bicara dan minta maaf sama kamu, Sa. Enggak lebih daripada itu," ujar Zulkarnain.

"Hah! Terus menurutmu aku atau Risa akan percaya dengan ucapanmu, itu, Pak Kades? Kalau kamu melihat sendiri bagaimana Kahlil yang tadi hendak berusaha mengejar Risa, maka kamu akan sadar bahwa kata-katamu barusan itu salah besar. Kahlil jelas masih berharap punya kesempatan untuk bisa kembali ke sisi Risa seperti dulu, dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" tegas Meilani.

"Kenapa?" tanya Zulkarnain dengan cepat. "Kenapa kamu tidak akan membiarkan hal itu terjadi?"

"Karena Kahlil tidak akan bisa memutar waktu, untuk memperbaiki nama baik Risa yang sudah dia rusak atas tuduhan yang dia layangkan enam belas tahun lalu! Paham, kamu?" balas Meilani, sambil mengarahkan tatapan kejamnya ke arah Zulkarnain.

Dandi pun kini menoleh ke arah Zulkarnain setelah puas menatap Risa cukup lama dalam diamnya.

"Lagi pula, kenapa Kahlil begitu bersikeras ingin bicara dan meminta maaf pada Dek Risa? Bukankah dulu dia menyakiti Risa karena ingin putus hubungan tapi tanpa membuat dirinya disalahkan oleh banyak orang? Dia yang main belakang dengan perempuan lain, tapi malah menuduh Dek Risa berkhianat padanya. Kenapa sekarang dia mendadak ingin kembali pada Dek Risa? Ke mana perempuan itu, yang dulu lebih dia pilih daripada Dek Risa?" tanya Dandi.

Zulkarnain terdiam selama beberapa saat. Risa kini menatap ke arah Dandi dan ingin tahu bagaimana ekspresi pria itu ketika menanyakan hal barusan. Wajah Dandi terlihat begitu tenang dan sama sekali tidak menunjukkan emosi sedikit pun. Kemungkinan Dandi tidak ingin Risa tahu bahwa dirinya sedang merasa cemburu, setelah tahu bahwa Kahlil ingin mencoba kembali ke sisi Risa. Risa jelas sadar akan hal itu, karena Dandi bukanlah tipikal pria yang mudah menyembunyikan maksud hatinya.

"Karena perempuan itu ternyata bukan perempuan baik-baik, Mas Dandi," jawab Risa, mewakili Zulkarnain yang tak mampu memberikan jawaban.

Risa pun kini menerima tatapan terkejut dari Zulkarnain maupun Dandi, sementara Meilani hanya tersenyum miring sambil menatap ke arah Zulkarnain.

"Aku pernah melihatnya beberapa kali bersama Mei, ketika kami sedang bertugas di luar kantor. Dia sering keluar-masuk hotel bersama laki-laki yang berbeda-beda. Dia ... seorang wanita malam, Mas," jelas Risa, dengan suara yang begitu pelan.

"Alah! Enggak usah diperhalus gitulah, Sa. Bilang saja langsung kalau dia itu lon--mmh ... mmh ...!"

"Lontongnya tolong ditambah dua, ya, Bu," lanjut Risa, karena pemilik restoran itu mendadak menatap ke arah meja mereka ketika tak sengaja mendengar pembicaraan yang tengah berlangsung.

Risa pun kembali membuka bekapan mulut Meilani, setelah wanita itu benar-benar berhenti bicara ceplas-ceplos di depan umum. Dandi dan Zulkarnain memasang ekspresi yang berbeda setelah mendengar yang Risa katakan tadi.

"Kamu sudah tahu? Dan ... apakah kamu tahu juga kalau Kahlil bercerai dari perempuan itu setelah ketahuan bahwa dia itu ...."

Zulkarnain tak mampu melanjutkan kata-katanya, padahal Meilani sudah menyuruhnya terus bicara agar status perempuan yang mereka bicarakan jauh lebih jelas.

"Iya, Zul. Aku juga sudah tahu soal kabar perceraian Kahlil dan perempuan itu. Aku pernah dengar perkara itu dari Yanti ketika kami tidak sengaja bertemu sekitar empat tahun lalu."

"Dan apakah kamu akan memberikan kesempatan untuk Kahlil, Dek, kalau seandainya dia meminta baik-baik secara langsung padamu?" Dandi sangat ingin tahu.

* * *

TEROR MAWAR BERDARAH (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang