Chapter 21 : Perasaan campur aduk

31 18 7
                                    

Malam itu, Adnan dan Valin masih ada di apartemen mereka. Valin sudah selesai mengerjakan proposal miliknya, begitu juga dengan Adnan. Sekarang mereka akan bersiap untuk tidur.

Sebelum mereka tertidur, mereka memutuskan untuk melakukan aktivitas pribadi masing-masing. Valin yang akan berdandan di depan meja rias, dan Adnan yang masih sibuk mengecek ponselnya.

"2 panggilan tak terjawab dari Antara?" Adnan bergumam dengan kening yang mengerut saat membaca notifikasi pesan dan panggilan yang belum sempat ia balas karena terlalu sibuk mengurus perusahaan.

Adnan membuka Aplikasi yang selalu digunakan setiap orang untuk mengirimkan pesan. WhatsApp.

──────────────────────────────

Room Chat Adnan-Antara

──────────────────────────────

°°──────
┊Papa
╰──── ⃟
°°────────────────
┊Papa tolong pulang
╰───────────── ⃟
°°─────────────
┊Zia di UGD Pah
╰─────────── ⃟
°°────────────────
┊Papa, Antara mohonn
╰───────────── ⃟

panggilan tak terjawab dari Antara

°°─────────
┊Pa, jawab
╰─────── ⃟
°°───────────────────
┊Papa tolong ke rumah sakit
Mentari sekarang Pa
╰───────────── ⃟
°°───────────────────
┊Zia butuh Papa, Papa harus
Pulang..
╰───────────── ⃟

Panggilan tak terjawab dari Antara

─────────────────────────────────────

Adnan membelalakkan matanya, "apa yang terjadi dengan Zia?!" Adnan meremas kuat ponsel yang berada di genggamannya, ia segera mengemasi barang-barang untuk segera pulang.

Valin yang melihat suaminya mengemasi barang secara tergesa-gesa pun sedikit terheran. "Sayang, mau kemana cepet cepet gitu?" Valin melihat Adnan dari kaca rias dengan tumpukan make-up yang tertata rapi disana.

"Zia di rumah sakit, kita harus kesana sekarang!"

Valin menghentikan aktivitas merias wajahnya, ia spontan menoleh dan menatap adnan yang masih mengemasi barang-barangnya. "Nggak bisa gitu dong! Besok client terpenting di perusahaan kita bakal dateng, kita juga ada banyak kerjaan lagi sayang."

"Aku bakalan cancel semuanya!"

"Tapi sayang──"

"Udah! Nggak ada tapi tapian! Cepat kemasi barang-barangmu dan kita pergi! Saya nggak mau ngeliat anak saya sakit, saya bersumpah akan menghajar orang yang sudah berani menyakiti anak saya!"

Valin mendecak kesal, dia memutarkan bola matanya malas, ia hanya bisa pasrah dengan keputusan suaminya yang memang sedikit membuatnya kesal, atau bahkan.. sangat kesal.

'anak itu kerjaannya bikin susah aja!' batinnya.

Di kala Valin masih bersiap untuk pulang, Adnan yang sudah selesai kini memutuskan untuk menghubungi salah satu pekerja prusahaan untuk menunda meeting untuk besok pagi.

────────────────────────────────────

"Halo Adev"

"Halo pak?"

"Tolong tunda meeting bersama client kita besok."

"Ohh baik pak."

Anda menutup panggilan

────────────────────────────────────

Setelah dirasa semua sudah siap, mereka segera bergegas memasuki mobil untuk langsung pergi ke rumah sakit Mentari, Bandung.

***

Saat itu Antara, Devin dan juga Zealova telah kembali ke rumah sakit. Mereka memutuskan untuk menunggu sampai dokter keluar dan mengatakan bagaimana keadaan Avazia sekarang.

"Kalo sampai Zia kenapa-kenapa, Antara harus dihukum habis-habisan!" Gerutu Zealova menatap sinis wajah Antara yang sedang duduk di samping Devin.

"Lo yang salah, kenapa harus gue yang kena?!" Antara mengernyitkan keningnya.

"Ya kan elo──"

"Udah udah! Jangan ribut lagi! Kuping gue bisa bisa budeg karena kalian ribut mulu!" Bentak Devin menyela dan mengakhiri perdebatan dua wanita di sampingnya. Setelah itu, mereka kembali menunggu tanpa ada yang berbicara satu sama lain.

15 menit kemudian...

"Permisi.."

Suara tersebut membuat beberapa pasang mata mengalihkan pandangannya. Siapa dia? Apakah dia dokter yang sudah selesai memeriksa keadaan Avazia? Dan bagaimana kelanjutan dari perdebatan sengit dari Antara dan Zealova? Apakah Devin bisa mempercayai Antara dengan bukti kata kata darinya? Atau Zealova yang mempunyai bukti foto yang jelas dihadapannya??

----------------------------------------------------

Antara yang tadinya duduk kini berdiri saat melihat dokter sudah keluar dari ruangan.

"Dok, gimana keadaan adek saya???"

"Dia baik-baik saja kan dok?"

Dokter tersebut tampak memberi jawaban Tidak melalui ekspresi wajahnya yang terlihat datar dan sedih.

"Maaf... Adek kamu mengalami koma karena pendarahan di pagian perutnya, pisau tersebut menancap tepat di salah satu ginjalnya. Jadi mungkin pasien akan membutuhkan donor ginjal nantinya." Jelas dokter tersebut.

"D-donor ginjal?" Antara bergumam dengan hati-hati, dia terlihat sangat terkejut dan tidak menyangka tentang semua kejadian yang dialami saat ini.

"Ta-tapi adek saya masih bisa hidup kan dok???" Antara memulai pembicaraan kembali.

"Kemungkinan setelah mendapatkan donor ginjal, dia masih bisa hidup." Balas dokter tersebut.

Zealova menoleh tajam ke arah Antara dengan pelototan mata yang hampir keluar dari tempatnya. "INI SEMUA GARA GARA LO! LO HARUS DONORIN GINJAL LO BUAT ZIA! KALAU NGGAK,, GUE BAKAL BIKIN HIDUP LO HABIS DI SEL PENJARA!!" Sela Zealova membentaki Antara yang mentapnya dengan tatapan datar.

"Tanpa lo suruh..." Ucap Antara lirih dengan menggantungkan kalimatnya.

"Gue bakalan donorin ginjal gue." Sambungnya dengan satu rintik hujan yang lolos dari kelopak matanya.

"Ra..." Devin bergumam kembali menatap Antara yang berada di sisinya.

───────────────────────────

-Aqueenza [✓]-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang