31.

3.5K 396 11
                                    

Mark melihat bagaimana konfrensi press yang diadakan oleh Haechan malah membuatnya kalah telak, Mark menghela nafasnya, ia mematikan TV kemudian menyandarkan punggungnya ke sofa. Sudah cukup ia melihat berita tentang Haechan dan Jeno beberapa hari ini,

"Sialan." Mark mengumpat,

Ia sekarang sedang berada di apartemen barunya, agak jauh dari rumahnya yang kini ditempati oleh Jaemin. Sepertinya Mark sudah terlalu gila hingga melakukan sebuah rencana yang tidak matang, ia terlalu frustasi karena kini ia malah ingin mendapatkan Haechan kembali alih-alih merelakan lelaki itu. 

Mark mengusap wajahnya, tak lama kemudian ia memilih untuk berdiri dan pergi keluar dari apartemennya. Mark mengendarai mobilnya, entah kemana tujuannya yang pasti ia sekarang tidak ada tujuan sama sekali, hanya ingin memutari kota sambil menikmati pemandangan mungkin. Mark sengaja membuka jendela untuk menikmati angin sore yang bercampur dengan panas dari polusi kendaraan. 

Ketika ia melewati sebuah taman kecil, ia melihat seseorang yang tak asing di matanya, itu Haechan. Ia lantas menepikan mobilnya kemudian menghampiri Haechan yang terlihat sedang memakan es krim sambil duduk dikursi taman menikmati malam, 

Melihat ada seseorang yang berdiri di depannya, Haechan refleks mengangkat kepalanya dan menghela nafas ketika melihat siapa yang menghampirinya. 
"Kenapa Mark?" tanya Haechan, jujur saja dia juga sudah lelah menanggapi sikap Mark ini. 
"Ikut aku." 
"Nggak mau." 

Mark berdecak, lelaki itu sekarang malah menarik tangan Haechan dengan paksa menuju ke mobil miliknya.
"Mark! Apa-apaan sih?! lepasin gak?!" Haechan memberontak untuk melepaskan tangan Mark, tapi tentu saja tenaga Mark lebih kuat daripada dirinya, ia sendiri sangat benci ketika ia kalah dari Mark. 

Haechan berakhir di mobil Mark, tak ada yang mencegah Mark entah kenapa, padahal Haechan sudah berteriak kencang sebisanya. Sialan. Padahal ia pergi ke taman ingin menikmati sisa hari sebelum besok dia kembali bekerja dan turun tangan mengawasi pembangunan cafe baru. 

"Lo gila Mark." ucap Haechan,
"Iya, aku gila karna kamu." 
"Sick lo, yang nyakitin lo, yang gila lo. Kalo gue mau nih, gue udah gila duluan gara-gara lo selingkuh." Mark menyalakan mesin mobilnya dan langsung melajukan mobil miliknya, 
"Gue khilaf, Haechan. Gue sadar kalo gue gabisa tanpa lo..." ucap Mark ditengah perjalanan mereka, Haechan tertawa.
"Telat Mark, gue udah benci lo dan lo tau sendiri kan gue kalo udah benci sama orang gaakan bisa balik baik lagi?" 

Mark tahu itu. Tapi ia tidak peduli, dia ingin egois.

"Berhentiin mobil lo anjing, gue mau turun!" protesan Haechan tak dihiraukan oleh Mark. 
Haechan punya beberapa pilihan, melompat keluar dari mobil, mengganggu Mark yang sedang menyetir dan tetap di dalam mobil. 

Haechan belum lama sembuh dari patah tulang yang dialaminya, jika ia memaksa melakukan dua hal pertama bisa dipastikan dia akan masuk ke rumah sakit dan menjalani hal yang sama. Dan pada akhirnya Haechan diam. 

Mark membawa mobil itu menuju ke sebuah tempat, ada sebuah gedung tua tak terpakai disana, jumlahnya ada sekitar 10 lantai. 
"Mark.. kita mau ngapain disini?" jujur Haechan mulai diselimuti rasa takut sekarang, untuk apa Mark membawanya kesini? 

Ketika pintu mobil terbuka, Haechan tak langsung keluar dari mobil, ia menggelengkan kepala tanda tak ingin ikut bersama dengan Mark. Bagaimana jika pria itu bertindak diluar batas lagi? Bagaimana kalau-

"Lama." Mark menarik paksa tangan Haechan dan membawanya keluar dari mobil dan masuk ke dalam area gedung tua yang lama tak terpakai itu. Haechan sesekali menahan langkahnya dan berakibat Mark yang menarik tangannya lebih kencang,

"Kalo gue gabisa milikin lo, artinya lo bakal siap kehilangan gue." Mark sepertinya sudah diujung keputusasaan, pria itu mengambil sesuatu dari sakunya dan mengeluarkan sebuah pisau lipat.

Not a Perfect Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang