35.

5.4K 361 57
                                    

"Gimana kabar kamu?" 
"Baik kok kayak biasanya," 
"Lima tahun, kamu nggak mau balik kesini?" 

Haechan melihat ke arah kalender dinding yang ada di dekat meja makan, tahun ini ia memutuskan untuk kembali sebenarnya, lebih tepatnya minggu depan. Selama ini juga tak ada teman nya yang ia perbolehkan mengunjungi ia di Stockholm, hanya kedua orang tuanya saja. Bahkan Jeno pun tak pernah Haechan perbolehkan berkunjung meskipun kemarin Jeno satu negara dengannya karena urusan bisnis. 

"Iya balik, ngebet amat kayaknya. Kangen ya?" 
"Itu tau, bosen ngobrol dari telfon mulu."  Haechan tertawa kecil mendengar jawaban Jeno, ia melepaskan apronnya kemudian menempelkan ponsel kembali ke telinganya,

"Minggu depan, aku balik." 
"Kapan? aku jemput." 
"Aku dijemput sama Papa kok." 
"Oh yaudah, aku nungguin aja dirumah kamu juga." 
"Aku pulang hari Rabu, hari kerja."
"Ga masuk sehari nggak akan bikin perusahaan rugi." 
"Iya deh yang punya perusahaan, udah ya, aku mau makan malem dulu." 

Setelah berpamitan dengan Jeno, ia mematikan panggilan, Chenle dan Ica belum juga kembali. 
"Dek, susulin dong Lele sama Ica ke toko es krim depan." Jisung yang tadinya bermain game langsung bangkit dan pergi menyusul Chenle dan Ica. 

Sedangkan itu Chenle masih berada di toko es krim, Ica menatap Chenle dan Mark bergantian.
"Kakak, kakak kenala bapak itu?" tanya Ica sambil menunjuk ke arah Mark, 
"Bukan orang penting kok." 

"Dek, boleh ngomong dulu sama kamu?" Mark menahan tangan Chenle sambil tersenyum, anaknya itu menghela nafas dan menuruti keinginannya. Ia sudah cukup dewasa menurutnya, jadi harus bisa mengontrol emosi. 

"Halo Pak, Bapak kenal Kakak dimana??" tanya Ica ketika mereka sudah duduk bersama, tak lama es krim pesanan Ica datang. 
"Panggil Om aja." jawaban Mark membuat Ica bingung, ia lantas menatap Chenle meminta penjelasan dalam bahasa Swedia. 

"Om itu Paman." kepala Ica mengangguk mengerti, 
"Halo Om, jadi Om ini siapa? temannya Kakak??" 

Mark tersenyum sambil menatap Ica, "Om ini Daddy-nya Kak Chenle." mendengar itu Ica terdiam sebentar sebelum menunjukkan ekspresi kagetnya.

"Daddy?! Kakak punya Daddy??" kepala Ica menoleh menatap Chenle penuh harapan, ia tak pernah merasakan rasanya punya Ayah.
"Oh, kalau Om ini Daddy-nya Kakak, berarti Ica anak Daddy ini juga?" 

"Eee.." Mark dan Chenle sama sama tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya pada Ica kalau Mark bukan Ayah-nya Ica. 
"Iyakan iyakan?? Ica tidak pernah punya Ayah, tapi sekarang Ica punya Ayah Yeayyy!!! Oh Daddy, no Ayah." Ica terlihat senang dan bertepuk tangan, ia bahkan memanggil Bibi Elise dan menggandeng tangannya menuju ke meja mereka, 

"Bibi, Bibi, lihat! aku punya Ayah, dia Ayah kakak jadi dia Ayahku juga." Ica dengan bersemangat memperkenalkan Mark, pria itu tersenyum kepada Elise,
"Oh benarkah? Akhirnya Ica bisa bertemu dengan Ayah ya?" Ica menganggukkan kepala dengan semangat, 

"Bibi ayo beri Ayahku es krim yang paaaaaliiiing enak!" 
"Adek, kita pulang." ucapan Chenle membuat Ica menatap Chenle dengan tatapan sedih,
"Tapi Ica baru mau belikan Daddy es krim enak punya Bibi." 
"Papa nanti nyariin, kan mau beli es krim aja." 

"Nggak mau! Daddy ayo ikut ke rumah Ica, Ica mau main lama-lama dengan Daddy." Ica menarik-narik tangan Mark, lalu tak lama anak kecil itu menangis sambil merengek agar Mark ikut ke rumahnya. Ia ingin bermain dengan Mark lebih lama, ia ingin besok diantarkan ke sekolah taman kanak-kanak oleh Mark agar bisa pamer kepada teman-temannya kalau dia punya Daddy.

"Sayang-" suara Jisung menginterupsi mereka bertiga, laki-laki itu terkejut ketika melihat Mark ada disana dan entah pikiran darimana Jisung langsung menghampiri mereka dan menarik kedua orang berharganya itu agar berada di belakang tubuhnya.

Not a Perfect Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang