32

3.6K 391 25
                                    

Setelah mendapatkan pencerahan dari Jeno, lelaki itu berniat untuk pulang ke rumah tetapi telfon dari Mark membuat ia mengurungkan niatnya. 
"Siapa?" tanya Jeno ketika melihat Haechan tak lekas mengangkat telfon itu, 
"Siapa lagi?" Haechan menunjukkan layar ponselnya pada Jeno, tertera nama Mark disana.

"Mau apalagi dia?" Haechan memberikan isyarat agar Jeno diam dengan menaruh jari telunjuknya di bibir kemudian ia mengangkat telfon dari Mark. 

"Sayang kamu dimana? aku tanya ke pegawai kamu di tempat tadi katanya kamu udah pergi?" 
"Lagi cari makan, gausah nungguin gue." 
"Kamu dimana? Biar aku jemput."

Mendengar itu Haechan hanya bisa mendengus, "Ya terserah lo." setelah itu Haechan mematikan panggilannya,
"As you think, dia pengennya aku pulang ke rumah dia." ucap Haechan,
"Gila, Mark udah gila."
"Emang." Haechan tertawa kecil, ia tak habis pikir dengan Mark, "Sekarang gimana? mau kerumahnya?" tanya Jeno,
"Ya, aku juga gamau Chenle ntar kenapa-napa." 
"Dia ngancem gitu?" Jeno makin tak percaya ketika Haechan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. 
"Kamu harus cepet pergi Chan, jangan dikasih kesempatan." 
"aku ga kasih kesempatan, aku udah mulai kumpulin bukti." mendengar itu Jeno tersenyum, 
"Good, kalo ada yang bisa aku bantu bilang ya?" 
"Iya sayang." Haechan tersenyum sambil memegang tangan Jeno yang mengusap kepalanya tadi,

"Coba ulangin?" 
"Iya sayanggg." keduanya lantas tertawa, entahlah rasanya lucu saja. Status mereka yang diketahui publik adalah mereka sedang bertunangan sekarang, 

Jeno mengantarkan Haechan hingga ke rumah tempat Mark tinggal sekarang, dan anehnya Mark tiba setelah mereka juga tiba. 
"Haechan, kenapa malah pulang sama dia?" tanya Mark,
"Ya dia tunangan gue, kenapa lo ngatur?" Haechan bertanya balik, 
"Duluan ya." Jeno pamit pergi, meninggalkan Haechan bersama dengan Mark meskipun lelaki itu tidak rela meninggalkan Haechan dengan Mark. 

"Buruan bukain pintunya!" Haechan menendang pintu rumah Mark karena pria itu malah melamun, ia ingin istirahat. 

Mark membuka pintu rumahnya namun ia berdiam diri di depan pintu sebentar untuk memastikan Jeno sudah pergi. 
"Siapa yang suruh kamu pulang sama Jeno?" pertanyaan itu membuat Haechan yang baru melepas sepatunya jadi melempar sepatu kanannya ke arah Mark dan mengenai paha pria itu.
"Suka suka gue, dia tunangan gue dan gue cuma kasian sama lo." Haechan hendak masuk ke dalam kamar yang tadi ia tempati bersama dengan Mark, tapi pria itu menahan tangannya dan melayangkan satu tamparan ke pipinya.

"Jangan pernah keluar dari laki-laki lain Chan, kamu cuma punya aku." ucap Mark,
"Perlu lo INGET. Gue gaakan sudi buat nurut sama omongan lo." Haechan masuk ke dalam kamar, menutup pintunya dengan keras bahkan mengunci pintu dari dalam. Beraninya Mark menamparnya? 

Haechan melempar tasnya kesembarang arah, kini terdengar suara ketukan keras dipintu kamar, lebih ke menggedor pintu kamar sih.
"Haechan! Haechan sayang, maafin aku, maaf aku kelepasan. Sayang, maaf." 
"Pergi lo! gue nggak butuh orang yang gabisa dipegang omongannya." Haechan meninggikan suaranya, tanpa melepas jaket yang ia kenakan terlebih dahulu, lelaki itu memilih untuk langsung berbaring diatas kasur dan bermain ponsel, pipinya masih terasa panas tapi ia masih bisa menahannya, mana mungkin dia menangis hanya karena ini? Dia tidak selemah dulu. 

Diluar pintu Mark kini menyesali perbuatannya, ia menatap telapak tangan kanannya dan mengucapkan maaf berkali-kali dan memohon pada Haechan untuk membuka pintunya. Dia... dia bersalah. 

"Haechan maaf... maafin aku.." Haechan bisa mendengar suara isakan pria itu samar-samar dari balik pintu, ia jauhkan ponselnya sejenak untuk memastikan pendengarannya. 
"Baguslah kalo dia nangis, emang salah." Haechan kemudian memilih untuk lanjut mengisi daya ponsel setelah mengabari kedua orang tua dan anaknya, lalu ia tidur, besok masih ada hal yang harus ia lakukan.

Not a Perfect Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang