33.

3.5K 392 12
                                    

Sejujurnya, Haechan tak pernah sungguhan membenci Mark, itu hanya sebuah mantra agar dirinya lebih kuat dan tidak terlalu memikirkan Mark. Memang Mark selingkuh, tetapi mereka sudah bersama lebih dari sepuluh tahun dan semua itu cukup untuk membuat Haechan tidak bisa melupakan Mark beberapa tahun kedepan bahkan entah sampai kapan karena pada dasarnya ia sudah terlalu jatuh. 

Sayang, Mark mengkhianati kepercayaannya dan membuat Haechan terlalu kalap untuk balas dendam. Tapi, jika ia ditanya apakah dia akan menerima Mark yang menginginkannya seperti dulu menjadi suami, Haechan akan bilang tidak. Waktu enam bulan tidak akan cukup untuk melupakan rasa yang sudah mendarah daging padanya, tapi dia juga tidak bisa kembali lagi. 

Haechan mencuci bajunya yang penuh dengan darah, air yang mengalir putih menjadi merah saat masuk ke dalam lubang wastafel, bau anyir. Setelah memastikan bajunya sudah bersih dari darah, Haechan membuang bajunya ke tempat sampah yang ada di kamar mandi,

Haechan keluar dari kamar mandi dan langsung disambut oleh Chenle yang duduk dipinggiran kasurnya,
"Pa, jujur sama aku, dia maksa Papa buat ikut sama dia kan?" tanya Chenle, 

"Kamu bisa tau semuanya ya tanpa Papa harus cerita?" Haechan tertawa kecil dan duduk disamping Chenle, 
"Pa.. aku nanya. Soalnya nggak mungkin Papa inisiatif buat satu rumah sama dia. Dia ngancem Papa apa? Apa dia bakal nyelakain aku?" tanya Chenle, kepala Haechan menggeleng,
"Papa takut kamu diapa-apain sama dia." Chenle menghela nafasnya, ia menarik tangan Haechan yang mengusap kepalanya, memilih untuk menggenggam tangan itu.

"Pa, aku nggak papa, ada Jisung yang jagain aku juga. Papa harus lebih perhatiin dan khawatirin Papa." Haechan tersenyum,
"Iya adek, makasih ya udah khawatirin Papa. Papa juga khawatir sama kamu." Haechan menarik Chenle ke dalam pelukannya, 

"Makasih ya selalu ada buat Papa." Haechan merasa seberuntung itu memiliki Chenle, mungkin kalau tidak ada Chenle dia tidak bisa bahagia disaat Mark berselingkuh dan hingga ia berpisah dengan Mark.

Bagaimana jadinya Haechan tanpa Chenle? ia tidak bisa membayangkannya. 

"Kamu mau ikut jenguk Daddy-mu nggak besok?" tanya Haechan, 
"Ya, tapi sama Papa." Haechan menganggukkan kepala sebagai jawaban, 
"Iya nanti sama Papa ya, sekarang ayo istirahat aja." 

Malam itu Chenle tidur bersama dengan Haechan, malam berlalu dan hari berganti. Setelah Chenle pulang sekolah, Haechan bersama dengan Chenle pergi mengunjungi Mark, dari kabar yang ia dapatkan dari temannya yang bekerja sebagai dokter dirumah sakit itu Mark belum juga siuman. 

Haechan pergi bersama Chenle dan Ten, mau bagaimanapun juga Mark pernah menjadi bagian dari keluarga besar mereka. Meskipun perpisahan dilakukan karena dasar yang tidak baik, tapi itu sudah berlalu dan seharusnya mereka sudah bisa merelakan apalagi Mark terkena musibah seperti ini.

Begitu sampai disana, mereka melihat Jaemin yang sedang menggendong Arsen, bayi itu kelihatannya habis menangis karena wajahnya sembab. 
"Gue boleh masuk?" tanya Haechan, kepala Jaemin hanya mengangguk tanpa memberikan suara. 

"Selingkuhan Daddy gitu amat sih?" Chenle menggerutu, saat mereka masuk rupanya ada Jaehyun dan juga Taeyong disana, 

"Eh halo Bubu, halo Papa." Haechan menyalimi Jaehyun dan Taeyong,
"Lama nggak ketemu, makasih ya kemarin udah bantuin, ngerepotin aja." ujar Taeyong,
"Eh nggak kok Bu, lagian yang sama Mark semalem kan aku." jawab Haechan, 

"Oh iya, kelian kenapa barengan?" pertanyaan Taeyong membuat Haechan terdiam sejenak, bingung ingin jawab apa, haruskah dia jujur?
"Anak Grandma yang nyuruh tuh, agak maksa makanya Papa mau." Chenle yang menjawab, Haechan yang panik. 

Astaga anaknya ini tidak bisa memfilter omongannya sama sekali, Haechan tersenyum canggung pada Taeyong dan Jaehyun memberikan konfirmasi kalau itu memang benar. 

Not a Perfect Story (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang