Pengorbanan

2.2K 250 52
                                    

Gempa dengan ragu mengetuk pintu yang telah diberi nama Thorn dan Solar itu Perlahan. Manik emasnya bertatapan dengan manik safir sang kakak yang juga sama gugupnya menunggu seseorang akan membuka pintu untuk mereka.

Ia mengetuk lagi pintu itu, "Thorn, Solar, waktunya makan malam"

Tak berselang lama, sebuah derap kaki dari dalam terdengar mendekat membuat jantung mereka berdegup lebih cepat dari Biasanya. Beberapa kali Gempa dan Taufan menelan ludah sebelum gagang pintu itu memutar hingga salah satu adik mereka menyembulkan kepala dibaliknya.

"Eh kak Gempa dan kak Taufan? makanan sudah siap ya?", tanya pemilik manik emerald itu dengan raut wajah tanpa bebannya. Seakan tidak pernah terjadi apapun karena ia terlihat seperti bukan orang yang Gempa dan para saudaranya lihat tadi siang.

"I-iya Thorn, ayo kita makan", jawab Taufan tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.

Thorn mengangguk semangat seraya sebuah senyuman lebar terlukis di wajahnya. Lalu ia membuka lebih lebar pintu itu dan berjalan melewati kedua kakaknya.

"Yaudah deh, ayo kita turun kak. Thorn juga udah laper banget nih", ajaknya.

"Tapi dimana Solar, Thorn?", tanya Gempa yang tak melihat penampakan adik bungsunya.

"Owh Solar? dia sedang dikamar mandi kak, mungkin kepanasan soalnya dia ga keluar-keluar dari tadi"

Gempa dan Taufan terdiam. Entah kenapa firasat mereka buruk mendengar ucapan Thorn. Sementara sang adik berjalan menuruni tangga menuju meja makan, mereka kembali saling bertatapan dalam beberapa detik lalu mengangguk setuju pada pikiran masing-masing.

Taufan masuk ke kamar kedua adik bungsu mereka, mencari keberadaan Solar dengan hati-hati bersama Gempa yang mengekor dibelakangnya.

"Solar?", panggil Gempa sedikit bergema.

"Dimana dia Gem?"

"Kata Thorn dia ada dikamar mandi, apa boleh kita buka saja kamar mandinya kak?", tanya Gempa ragu.

"Hish, kalau dia sedang tidak pakai apa-apa gimana?", cegah Taufan. Tentu saja dia tidak mau merasa canggung karena sudah berani mengganggu privasi adiknya walaupun sebenarnya dia juga punya ide yang sama dengan Gempa.

Mereka berdiri di depan pintu kamar mandi yang hening, tak ada suara atau bunyi mencurigakan dari dalam. Begitu juga tidak ada tanda-tanda orang mandi melainkan hanya bunyi riakan air ringan.

"Solar? kau didalam?", panggil Gempa lagi seraya mendekatkan kepalanya pada pintu kamar mandi.

Kini terdengar suara, tapi suara itu seperti tertahan oleh sesuatu sertakan riakan air yang semakin keras.

"Kau baik-baik saja? boleh kami masuk Lar?". cerca Taufan ikut panik sambil menggedor lembaran kayu jati bervarnish halus itu.

Suara sang adik yang tercekat terdengar lagi, seperti meminta bantuan. Dalam sekejap tanpa menunggu jawaban berupa kata-kata, Taufan memutar gagang pintu itu dan masuklah mereka berdua untuk melihat keadaan didalam.

Mata mereka langsung membelalak saat melihat Solar yang bertelanjang dada terendam di bathtub dengan tangan dan kaki diikat berdekatan hingga sang tuan susah payah untuk bernafas karena posisi tubuhnya yang menengadah ke atas. Tak lupa sebuah lakban menutup mulutnya rapat-rapat menyisakan hidung sebagai satu-satunya jalan nafas.

"SOLAR!", teriak mereka berdua seraya mendekat saat melihat Solar mulai tenggelam di bak yang terisi penuh oleh air.

Taufan meraih leher belakang sang adik untuk mengangkatnya kepermukaan. Dapat ia rasakan suhu air di bak itu sangat dingin apalagi saat tangannya menyentuh Solar, sangat dingin seperti menyentuh bongkahan es.

Cause We are FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang