"Terima kasih untuk kehadiran para perwakilan dari masing-masing perusahaan afiliasi. Saya sangat bersyukur karena acara kemenangan ini bisa mempertemukan kita dan lebih mempererat hubungan kita baik secara bisnis ataupun kekeluargaan", sambut Amato yang kini tengah berdiri didepan podium dengan disaksikan oleh seluruh peserta pesta dibangku yang cukup luas.
Kharisma yang lelaki itu miliki memang bukan main-main, apalagi jika ia berada di depan publik dan sedang memberikan pidato sebagai seorang CEO seperti ini. Amato tersenyum kecil.
"Pada malam ini juga, saya rasa adalah waktu yang tepat untuk mengumumkan sesuatu yang sudah kita tunggu-tunggu bersama", lanjutnya.
"Sudah lebih dari 25 tahun saya memimpin perusahaan ini dan melihat sendiri bagaimana kita terus berkembang dan melebarkan sayap disemua penjuru dalam ataupun luar negeri. Berbagai jenis produk dan jasa atas nama perusahaan kita, saya sangat bangga untuk mengatakan jika kita adalah perusahaan yang sudah menguasai pasar bisnis hingga menjadi tidak terkalahkan sampai saat ini"
Tepuk tangan membahana diseluruh aula mendengar pernyataan Amato. Mereka ikut bangga akan keberhasilan mereka, apalagi memang fondasi grup Louis bisa dibilang sudah kokoh dan sulit untuk ditumbangkan pesaing manapun.
"Malam ini..saya ingin memperkenalkan orang yang akan melanjutkan kepemimpinan saya dimasa depan. Orang yang akan memimpin grup Louis sampai iapun akan mewariskannya pada generasi selanjutnya". Kali ini, pandangan Amato tertuju pada salah satu putranya yang berdiri dibarisan paling depan bersama Ibu dan para saudaranya.
Lagi-lagi, senyuman penuh rasa bangga terpancar dari wajah Amato. "Boboiboy Halilintar. Putra sulung saya yang akan memimpin grup Louis, silahkan kedepan"
Hali yang mendengar namanya dipanggil, setelah beberapa saat ia berdiri dan melangkah menuju panggung dimana sang ayah berada, disertai tepukan tangan sebagai penyambutannya. Walaupun ia sudah diketahui sebagai pewaris Amato, namun ini adalah pertama kalinya ia diumumkan secara resmi untuk acara perusahaan.
Setelah sampai, Amato sedikit bergeser untuk memberi Hali ruang dan waktu untuk pidato pertamanya.
Pemuda itu memandang betapa banyak orang yang menyaksikan dirinya, namun tak ada rasa gugup ataupun gentar untuk berbicara. Sungguh sebuah mental yang luar biasa dari seorang anak yang masih duduk dibangku SMA seperti Hali.
Setelah beberapa saat memberi jeda agar tepuk tangan untuknya mereda, suara Hali terdengar datar dan tenang terdengar. "Selamat malam untuk semua hadirin", sapanya dibalas 'selamat malam' oleh para hadirin.
"Perkenalkan namaku Boboiboy Halilintar. Putra sulung dari ayahku Bapak Amato. Usiaku 20 tahun dan sebentar lagi akan menginjak tahun pertamaku di universitas."
"Sebagai orang yang dipersiapkan menjadi pemimpin sebuah perusahaan besar, saya banyak mendengar bagaimana perjuangan setiap orang sampai mecapai posisi seperti ini. Saya mendengar banyak hal tentang saat-saat sulit dan jatuh bangun dari bisnis ini, bahkan sampai harus menghadapi titik yang paling rendah. Tapi, ayah saya pernah mengatakan, jika bisnis memang penuh dengan resiko. Kemenangan dan kekalahan yang dialami dalam bisnis, tergantung dari seberapa berani seseorang mempertaruhkan segalanya untuk mencapai tujuan sampai berhasil, tidak peduli jika kata'segalanya' yang dimaksud juga berarti menguras masa muda, waktu, tenaga, dan emosi mereka"
"Sebagai orang yang hanya mengamati itu semua dan hanya menyaksikan bagaiamana setiap orang bekerja keras, saya benar-benar bangga saat bertemu orang yang terjun dan merasakan langsung pahit manisnya perjalanan perusahaan", lanjut Hali. Ia terdiam sejenak saat tepuk tangan bergema untuk ucapannya.
"Sebagai putra ayah saya yang sudah mendirikan perusahaan dari awal, saya melihat beliau benar-benar serius dalam setiap langkahnya. Saya menyaksikan itu semua, betapa beliau bekerja sangat keras siang dan malam dan menjadikan dirinya CEO yang lebih dari pantas menggabungkan ratusan perusahaan ditempat ini, malam ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
FanficHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...