Tok tok tok
Iris biru laut milik Ice menoleh pada sumber suara di depan pintu, belum sempat ia ingin mengatakan untuk orang itu masuk saja karena pintu tidak dikunci namun sebuah suara terdengar oleh telinganya.
"Boleh ayah masuk?"
Segera remaja berkaos biru itu bangkit dari posisi telungkupnya mendengar suara sang ayah, "Masuk saja", ucap Ice diikuti pintu terbuka menampakkan Amato yang tersenyum ramah. Ia melangkah masuk dan duduk di sebelah Ice.
"Kau sedang apa?", tanya Amato.
"Membaca buku"
"Hm? buku apa?", tanyanya lagi.
"Novel"
Amato tertawa kecil dengan jawaban singkat juga canggung dari Ice, tangannya terangkat ke arah kepala sang pemilik manik biru, mengusapnya lembut meninggalkan Ice yang tak tau harus bereaksi apa terhadap perlakuan asing itu.
"Kau sama seperti Hali, dia juga suka membaca buku", ucap Amato.
Ice tak menanggapinya, suasana canggung itu membuatnya ingin keluar dan pergi saja dari hadapan sang ayah tapi tentu saja tidak ia lakukan.
Amato yang menyadari pikiran Ice tersenyum, ia sudah hafal betul cara menghadapi orang seperti Ice yang notabenenya sama saja seperti menghadapi Hali saat diperkenalkan pada orang asing.
"Oh iya Ice, obatmu masih ada?", pertanyaan Amato yang tiba-tiba membuat Ice sedikit tertegun dibuatnya.
"...masih"
"Coba ayah lihat"
"Itu...ada ditas, masih banyak", jawab Ice. Amato tersenyum, dan lagi tangannya mengusap kepala Ice penuh pengertian.
"Kau bohong. Sejak kapan obatnya habis?", ucapnya lagi saat dengan jelas ia tau sang anak berusaha menyembunyikan kebenaran. Tentu saja, ia sempat melihat botol obat kosong di tempat sampah yang tak lain adalah botol obat milik remaja bermanik biru laut itu.
Ice yang tertangkap basah sudah berbohong semakin tidak tau harus berbuat apa, kini membuang wajah tak ingin Amato melihat ekspresinya.
"Ice, kita adalah keluarga sekarang, ayah harap kau bisa sedikit lebih terbuka tentang dirimu. Tidak ada yang akan menyalahkanmu kalau kau bilang kau sakit. Tapi ayah akan menyalahkanmu kalau kau sakit dan tidak mengatakan apapun, paham?"
Dengan ragu Ice mengangguk kecil, kepalanya sedikit menunduk mendengar ucapan sang ayah. Mungkin karena ia tau jika semua itu memang benar, walau rasa gengsinya sedikit memberontak karena ini pertama kali ia mendapat nasihat dari orang selain ibunya.
"Sekarang kau siap-siap ya, kita akan kedokter untuk memeriksa kondisimu sekalian meminta resep obat", perintah Amato seraya melipat buku yang tadi dibaca oleh Ice untuk kemudian ia tutup dan taruh di meja.
"Hanya kita berdua?", tanya Ice. Ia tak mau terlibat situasi canggung lebih lama lagi, jadi Ice berharap Blaze atau Solar dan Thorn akan ikut dengan mereka.
"Hm, ayah akan ajak Hali bagaimana? dia sedang ada dikamar"
Halilintar? ugh mampus aku
Belum sempat berkomentar tidak setuju untuk mengajak Hali, Amato sudah lebih dulu membuka mulut, "Dia pasti senang bisa mengantarmu".
______________
"Kau sakit apa?", akhirnya setelah 10 menit diam dalam keheningan karena menunggu sang ayah yang sedang pergi menebus obat, Hali membuka percakapan.
"...asma", jawab Ice singkat.
Hali mengangguk pelan, "Apa saudaramu yang lain juga punya asma?"
"Tidak, hanya aku. Penyakitku menurun dari ayah"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
FanfictionHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...