Sebuah pesta yang begitu meriah disalah satu hotel terbesar diadakan, mengundang keramaian yang menghiasi tempat berkelas tinggi itu.
Ya, sebuah pesta perayaan. Lagi-lagi perusahaan yang Amato pimpin meraih keuntungan besar hingga mendatangkan lebih banyak mitra yang ingin bekerja sama dengan mereka sebagai rekan bisnis.
Hotel berbintang lima terbaik dipilih dan pejabat tinggi dari masing-masing afiliasi perusahaan berkumpul untuk merayakan kemenangan mereka atas market pasar.
Tak berbeda dengan lelaki bersurai kecoklatan dengan sedikit surai putih yang baru saja sampai bersama keluarganya. Amato yang baru seminggu lalu datang dari Jakarta, beserta Elia dan ketujuh putra mereka memasuki area hotel.
Memang aura orang kaya tidak bisa lepas dari keluarga itu. Setelan jas hitam dengan celana senada, beserta kemeja putih dengan dasi hitam melekat pada Amato dan semua putranya. Ditambah sepatu phantofel, apalagi kedelapan orang itu memang memiliki paras yang begitu tampan.
Tak lupa Elia yang tampil begitu cantik sebagai nyonya besar perusahaan utama. Setelan gaun panjang berwarna hitam sertakan high heels ala wanita dan riasan yang agak bold, sungguh ia menjadi wanita tercantik dalam pesta itu.
Bahkan Hali yang sebenarnya seusia para saudaranya, kini terlihat seperti seorang CEO dengan setelan seperti itu. Mereka berjalan menuju gedung utama hotel dengan kharisma diitemani sambutan dari para staff hotel dan perwakilan dari afiliasi perusahaan lain.
"Tempat ini bagus sekali ya kak", bisik Thorn pada Blaze yang berjalan didepannya. Kakaknya itu mengangguk.
"Iya. Aku dengar hotel ini adalah hotel dengan harga paling mahal dikota, pantas saja, tempatnya saja seluas dan semewah ini", tanggap Blaze.
"Keuntungan perusaahaan ayah pasti sangat besar sampai membuat pesta ditempat seperti ini". Kali ini Ice yang berbicara, disambut anggukan dari sosok sang bungsu yang baru saja sembuh dari sakitnya dua minggu yang lalu.
"Aku baca di koran, ayah sangat terkenal dalam bidang bisnis. Tidak ada yang bisa mengalahkannya", ucap Solar. Namun tanpa disangka, ucapannya itu mendapat tawa kecil dari seseorang didepan mereka.
"Kalian baru tau itu?". Mereka sontak menatap Taufan yang menoleh pada mereka. "Itu sudah jadi rahasia umum, ayah sangat jenius kalau berhubungan dengan bisnis. Kalian bisa saja menebak kalau hotel ini sudah dibeli oleh ayah sampai mereka mengusir semua tamu mereka dan membiarkan rekan bisnis ayah menempati semua kamar hotel"
Menyadari tidak ada yang menanggapi ucapannya, Taufan merangkul Gempa yang dari tadi sibuk memindai sekitarnya. "Lihat Gem, ada yang tidak percaya kalau ayah memang sehebat itu". Gempa menoleh dan refleks tersenyum pada keempat saudaranya.
"Jangan dengarkan kak Taufan. Kakak memang suka melebih-lebihkan. Walaupun benar kalo tentang bagian ayah. Ayah itu hebat. Bisnis memang bakatnya sejak dulu. Tapi ya belum tentu ayah menggunakan kekuasaannya untuk berbuat seenaknya seperti membeli hotel apalagi mengusir tamu-tamu. Ayah tidak seperti itu", jelas Gempa.
"Kau tidak tau saja Gem, kalau ayah itu boros"
"Memangnya seberapa yakin kau kalau hotel ini tidak dibeli oleh ayah, Gempa? namanya saja sudah berubah menjadi Louis.co"
"Ha?" Taufan dan Gempa sontak menecari-cari plang nama hotel setelah mendengar ucapan Hali, sampai menemukan kalau nama perusaahan sang ayah sudah tercetak besar diatas gedung utama yang paling tinggi, bersinar dengan lampu super terang dan bahan yang mewah. Gempa menepuk kepalanya pelan sambil memejamkan mata lelah.
"Ternyata aku salah", keluhnya. Disambut tawa puas dari Taufan yang ternyata tebakannya benar. Namun ternyata keempat saudara lebih terkejut dengan hal itu. Bisa-bisanya mereka mengucapkan hal begitu dengan ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
FanfictionHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...