Pemilik manik safir itu berjalan pelan seperti pencuri sesaat setelah membuka pintu masuk rumah kediaman keluarganya. Tentu saja ia melihat sang ibu dan para saudaranya tengah berkumpul di meja makan karena memang waktu makan malam.
Mereka menoleh pada Taufan yang masih mencari keberadaan sosok yang mau ia hindari.
"Kak Taufan kenapa?", Gempa yang sedari tadi membantu Elia menyiapkan makanan kini mengerutkan alisnya melihat tingkah laku Taufan yang aneh.
"Jangan banyak tanya, aku mau keatas. Jangan bilang ayah kalo aku pulang ya"
Dengan langkah yang ia usahakan agar tetap tidak menghasilkan suara, Taufan menaiki tangga terburu-buru menuju kamar hingga saat berada di tengah perjalanan,
"Taufan"
Dhegg
Suara sang ayah membuat bulu kuduk Taufan berdiri, ia membeku ditengah tangga menunggu perintah Amato walaupun ia tau persis jika selanjutnya ia tak akan diuntungkan dengan sesi ini.
Amato duduk di sofa dengan santai lalu ditolehnya sang anak yang tak berani menoleh, "Duduk disini", perintah Amato akhirnya membuat pemilik manik safir menghela nafas gusar.
Taufan menoleh dan dengan terpaksa kembali menuruni tangga untuk menghampiri sang ayah.
Sia-sia sudah usahanya untuk bersembunyi di kamar tanpa ketahuan, ayahnya ini memang sangat sulit diperdayai. Ia sampai dihadapan sang ayah yang menatap manik safirnya tanpa beban seakan sudah sangat biasa menghadapi masalah seperti ini.
Hening dalam beberapa saat.
Helaan nafas terdengar, tanpa diminta Taufan mengeluarkan dompet berwarna biru miliknya dan menaruhnya di meja depan sang ayah, Amato tak terkejut karena ia yakin jika Taufan tau konsekuensi dari kenakalannya yang selalu berulang itu.
"Kunci motor juga", ucapnya. Taufan tak langsung menurut, ditatapnya mata Amato dengan ragu.
"...jangan kunci motor ya Yah, minggu ini jadwalku padat sekali. Aku membutuhkannya"
"Berikan pada Ayah, seharusnya kau pikirkan hal itu sebelum membuat onar seperti ini", jawab Amato seraya mengulurkan tangan meminta kunci.
"Tapi kan mereka yang mulai Yah, aku hanya--"
"Kau itu kakak kelas, seharusnya lebih bisa menahan diri. Masa kau memukul juniormu hanya karena mereka tidak sengaja menjatuhkan motor temanmu"
"Ya--itu..."
"Ayah tidak mau tau, berikan kunci motormu sekarang atau ayah akan menahannya lebih lama"
Disaat Taufan bergindik dengan terpaksa memberi kunci motornya, sang ayah tanpa ragu mengambil benda kesayangan pemilik manik safir itu tanpa peduli dengan permohonan Taufan. Tentu ia tau jika minggu ini akan menjadi jadwal padat bagi anak-anaknya tapi tetap saja ia harus tegas menghukum Taufan, karena jika tidak maka kedisiplinan akan mulai renggang. Apalagi sekarang mereka telah memiliki adik baru, tentu saja mereka harus menjadi contoh yang baik agar dapat ditiru dan diteladani.
Sementara kedua orang ayah dan anak sedang berbincang, dimeja makan Elia, Gempa, sertakan keempat bersaudara tengah terdiam mendengar percakapan dari ruang tamu tanpa satupun memulai sesi makan malam mereka.
Hanya Hali yang dengan santai menikmati nasi beserta ikan salmon kesukaannya seperti tak ada beban sama sekali. Semua orang disana kecuali Gempa jadi sedikit heran karena bisa-bisanya manik ruby itu terlihat careless padahal saudaranya kan sedang dimarahi? Apa dia setidak peduli itu?
Beberapa menit berselang akhirnya Taufan diizinkan makan sementara sang ayah sedang menerima telepon dari sekretarisnya.
Terasa sedikit canggung jika melihat orang yang biasa ceria seperti Taufan malah terlihat kesal tanpa bisa melakukan apapun, ia hanya duduk tanpa berkata-kata ataupun melontarkan gurauan kurang bermanfaatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
Fiksi PenggemarHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...