Lelaki itu termenung, menatap gelapnya langit yang sedikit mendung diteras rumahnya. Begitu hening hingga suara angin yang pelanpun dapat terdengar oleh telinganya.
Ketika seseorang datang, ia hanya menoleh pelan dan kembali memandang hamparan kota yang hening. Mengabaikan putranya itu.
Halipun menghela nafas melihat itu, ikut bersender didinding sebelah sang ayah. Ada keheningan sejenak saat kedua orang itu enggan memulai pembicaraan dan mereka tau betul apa alasan dibalik itu semua.
Sampai, terdengar suara pemuda bermanik ruby yang akhirnya memulai. "..ayah sedang memikirkan ucapanku ya?", tanyanya.
Ia tau betul bahwa malam ini Amato harus mengambil keputusan tentangnya dan kedua adiknya. Bahkan tanpa menjawabpun Hali sudah tau jawabannya, siapa lagi yang bisa mengenal sang ayah dengan begitu baik sampai dengan melihat saja ia sudah menebak isi pikiran Amato?
Sang ayah tersenyum kecil, masih belum mengalihan pandangan dari kota dibawahnya. "Sedikit. Ayah hanya mau sendiri sebentar", jawabnya.
Ia tidak lihat saat Hali menyilangkan tangannya di depan dada, "Memangnya apalagi yang bisa membuat ayahku melamun ditengah malam sendirian dan meninggalkan pekerjaan malam yang selalu membuatnya bergadang?"
Tawa kecil terdengar karena ucapannya itu, namun tawa sang ayah terasa hambar. Terdengar tak ada emosi sama sekali. "Kau ini..", ucapnya. Kini menautkan maniknya pada manik sang putra sulung.
"...bukankah ini tidak adil?"
"..."
"Ayah membesarkan kalian bertiga dengan semua kasih sayang yang ayah punya. Tapi sekarang..kalian mau meninggalkan ayah. Itu tidak adil Hali"
"..Apa ayah berbuat kesalahan sampai kau tiba-tiba berpikir untuk pergi? katakan pada ayah"
Hali dapat merasakan emosi dari ucapan Amato, namun kali ini ia berusaha untuk tidak larut dalam emosi itu. Ia memiliki tekad yang harus dituntaskan dan ia harus mengesampingkan perasaannya pada sang ayah.
Hali menghela nafas pelan. Lebih memilih untuk mengalihkan wajahnya agar tak berhadapan dengan Amato."..sebenarnya, ada satu cara yang bisa membuat kami tetap tinggal", ucapnya. Membuat lelaki bersurai kecoklatan dengan sedikit surai putih tertegun.
"Ada satu cara saja yang bisa ayah lakukan. Jika ayah mau melakukannya untukku..", Hali sedikit menggantung kata-katanya.
"..aku akan bersedia tinggal dan memenuhi impian ayah untuk memimpin perusahaan.."
Belum sempat Amato menjawab dengan pertanyaan balik pada Hali, Hali sudah lebih dulu memotong dengan ucapannya.
"Ini tentang Taufan"
Amato terdiam. Saat manik ruby Hali terpaut padanya. Walau seharusnya Hali tak akan berani mengangkat topik ini, namun ia sudah menyiapkan semua keberanian yang ia punya untuk menentang sang ayah. Ia sudah mempersiapkan diri, dan oleh karena itu, kali ini ia harus mendatangkan hasil.
"..Hali minta berhenti memperlakukan Taufan berbeda Yah. Hali hanya minta itu, tidak akan minta apa-apa lagi. Setelah itu kalaupun ayah mau aku mengikuti jejak ayah, aku akan lakukan. Tapi tolong berhenti menyakiti adikku"
Saat mengucapkan itu, tak terasa maniknya memerah, entah itu karena marah atau sadar jika seharusnya dari dulu ia mengutarakan bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Segala reaksi tak percaya Amato tak luput dari penglihatan sang putra.
"Aku tau ayah sangat sayang pada Taufan, tapi Yah..ayah pernah bilang kalau salah satu dari kami merasakan sakit, yang lainnya juga merasakan hal yang sama. Itu adalah bukti ikatan yang kami miliki, ayah yang bilang. Dan pelajaran itu selalu kami pegang, jadi kuharap ayah mengerti, kalau sebagai kakaknya...aku tidak bisa membiarkan siapapun menyakiti adikku. Termasuk ayah", ucap Hali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause We are Family
FanficHubungan persaudaraan. Hal yang kompleks penuh hamparan emosi. Awalnya mereka bukan siapa-siapa, tak saling mengenal bahkan tak tau sedang menghirup udara yang sama. Namun waktu seakan mengikis semua keasingan walau dibayar dengan makin rumitnya keh...